Kementerian Keuangan ternyata Sadar Kalau Numpuk Utang Bisa Berbahaya

Kementerian Keuangan ternyata Sadar Kalau Numpuk Utang Bisa Berbahaya, naviri.org, Naviri Magazine, naviri

Naviri Magazine - Kementerian Keuangan mengakui, peningkatan utang korporasi menjadi ancaman baru sistem keuangan di negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Persoalan ini muncul dalam pertemuan negara-negara G20 di Riyadh, Arab Saudi, pada 22 hingga 23 Februari 2020 kemarin.

“Ini menjadi perhatian karena bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional, Suminto, dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta.

Suminto menjelaskan, di tengah pelemahan ekonomi global saat ini, hampir semua negara menerapkan kebijakan moneter yang longgar. Akibatnya, likuiditas di perbankan meningkat, sehingga banyak korporasi yang mengajukan kredit. Sehingga, rasio utang mereka pun meningkat.

“Sehingga menjadi penting bagaimana kita mengelola utang korporasi ini,” kata dia.

Beban utang dari BUMN konstruksi kian membumbung, khususnya pada kewajiban jangka pendek. Sepanjang 2015 sampai 2018, misalnya, rasio utang dengan permodalan BUMN sektor ini mencapai 100 persen.

Tapi jauh sebelumnya, konsultan manajemen multinasional McKinsey and Company juga sudah mengingatkan negara-negara Asia dan termasuk Indonesia untuk mewaspadai terulangnya krisis moneter 1997-1998. Sebab, utang perusahaan-perusahaan di Asia (termasuk Indonesia) telah membengkak sehingga menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen.

Dalam laporan McKinsey and Company, disebutkan bahwa korporasi di Australia, Cina, Hong Kong, India, dan termasuk Indonesia menanggung utang jangka panjang lebih dari 25 persen, dengan interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1,5. Khusus untuk Indonesia, utang jangka panjang dengan ICR kurang dari 1,5 mencapai 32 persen.

Selain itu, tingkat utang Indonesia yang menggunakan mata uang asing berada di angka 50 persen, jauh di atas rata-rata negara-negara yang proporsinya hanya sebesar 25 persen. Tingginya utang dengan denominasi asing tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap fluktuasi nilai tukar mata uang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hanya mengatakan, “Kalau ada laporan-laporan seperti itu, kami akan melihat apakah berbeda dari sisi bacaannya, dari kami.”

Related

News 4645548158897824333

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item