Kisah Black Death, Wabah yang Menewaskan Separuh Penduduk Eropa
https://www.naviri.org/2020/05/kisah-black-death-wabah-yang-menewaskan.html
Naviri Magazine - Black death terjadi pada tahun 1347 pertama kalinya di Eropa, di Provinsi Gacony, Inggris, dibawa oleh tentara Mongol. Pandemik ini kemudian terbawa ke Italia, menyebar ke Prancis, Moskow, dan dengan segera melanda seluruh Eropa dan Rusia.
Badan para penderita merespons dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa menunjukkan bengkak di ketiak, betis, dan juga leher. Beberapa pasien menunjukkan kaki yang menghitam karena pendarahan di bawah kulit. Beberapa pasien yang lain batuk dan mengeluarkan darah, karena sel-sel yang mati di bagian kerongkongan.
Penyebab black death dipercayai karena plak yang dihasilkan oleh bakteri Yersinia Pestis, yang merupakan transmisi dari hewan pengerat yang ditularkan melalui kutu yang telah terinfeksi.
Bagaimana berakhirnya black death?
Di antara sekian banyak teori, salah satu yang paling kuat adalah karantina. Orang-orang yang sehat saat itu hanya tinggal di rumah, dan hanya akan keluar saat dibutuhkan. Sedangkan orang-orang dengan kondisi ekonomi yang lebih baik akan pergi ke tempat yang jarang penduduk dan mengisolasi diri di sana.
Selain itu, setelah diterapkannya kebiasaan higienis yang lebih baik, jumlah orang yang terinfeksi jadi berkurang. Praktik kremasi bagi pasien yang sudah meninggal, yang menggantikan prosesi penguburan, juga dipercaya sebagai langkah yang cukup efektif.
Butuh 200 tahun untuk Eropa bisa menggantikan populasi yang meninggal karena black death. Namun, bukan berarti black death sepenuhnya hilang di muka bumi. Plak masih dapat dihasilkan oleh bakteri di mana-mana.
Di kurun waktu 2010-2015, ditemukan sebanyak 3.248 kasus kematian yang disebabkan oleh plak yang dihasilkan bakteri. Kasus ini umumnya terjadi saat ada bakteri, hewan yang mentransmisikan, serta populasi manusia. Umumnya terjadi di Republik Kongo, Madagascar, dan juga Peru.