Peneliti: Anak dari Keluarga Miskin di Indonesia Sulit Sukses Saat Dewasa

Peneliti: Anak dari Keluarga Miskin di Indonesia Sulit Sukses Saat Dewasa, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Penelitian dari SMERU Research Institute tahun 2019 menyatakan, betapa langkanya anak dari keluarga miskin yang sukses.

Sayangnya, menurut Badan Pusat Statisti (BPS), data per September 2019 penduduk miskin di Indonesia masih mencapai 24,79 juta orang. Dengan penelitian SMERU dan data kemiskinan, maka angka anak-anak yang akan kesulitan keluar dari garis kemiskinan juga masih cukup tinggi.

Melalui The Conversation, Rendy A. Diningrat, seorang penliti SMERU Research Institute mencoba menjelaskan, mengapa anak-anak miskin di Indonesia bisa tetap mewarisi kemiskinan keluarganya di masa depan.

Pada penelitian berbeda yang ia lakukan pada tahun 2015 menjadi salah satu penjelasan.

"Penelitian kami tahun 2015 dilakukan di dua kelurahan yang berbeda di Jakarta, Makassar, dan Surakarta," catat Rendy A. Diningrat pada The Conversation.

"Riset ini melibatkan setidaknya 250 anak laki-laki dan perempuan dari keluarga miskin yang berusia 6-17 tahun di ketiga kota tersebut," tambahnya.

Pada penelitiannya, ia ingin meneliti perspektif anak-anak secara langsung tentang kemiskinan. Hasilnya, anak-anak mampu mendiskripsikan kompleksitas kemiskinan yang mereka alami.

Menurut Diningrat, anak-anak telah menyadari kemiskinan yang mereka alami ketika bercerita tentang kondisi rumah, lingkungan, hingga fasilitas.

"Dengan kata lain, perbedaan kesejahteraan orangtua menyebabkan kondisi ekonomi anak-anak mereka tidak berada pada garis awal yang sejajar (dengan anak yang tidak miskin)," catat Diningrat.

Artinya, anak-anak ini merasa memiliki garis start yang berbeda dari anak-anak dari keluarga berada.

Pada penelitiannya, Diningat menyatakan bahwa anak-anak dari orangtua yang memiliki aset atau sumber daya akan mendapat peluang peningkatan kesejahteraan dan kesuksesan di masa depan.

Menurutnya, anak-anak yang lahir dari keluarga berada berpeluang mendapatkan berbagai fasilitas pendidikan nonformal. Pendidikan jenis ini biasanya mendukung keterampilan dan capaian pendidikan formal.

Akses pada pendidikan yang tidak seimbang ini menjelaskan mengapa anak miskin sulit keluar dari jerat kemiskinan. Contoh terdekat adalah ketika anak-anak dari keluarga miskin tidak memiliki akses internet untuk sekolah daring selama pandemi. Belum lagi perbedaan pola asuh pada keluarga miskin dan keluarga berkecukupan.

"Anak-anak dari keluarga miskin mengaku bahwa orangtua mereka cenderung mudah marah dan memberi hukuman saat tahu anaknya menghadapi masalah," catat Diningrat.

Mereka hanya mendapat kemarahan tanpa tahu bagaimana cara memecahkan masalah.

"Pola pengasuhan tentu sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan orangtua. Kita tahu, bahwa sekitar 63 persen penduduk miskin di Indonesia hanya memperoleh pendidikan setara sekolah dasar atau tidak bersekolah sama sekali," tambahnya.

Tak hanya itu, kemiskinan juga dekat dengan gizi buruk yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kurangnya asupan energi ke otak.

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U, Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan, mengatakan kasus malnutrisi yang terjadi di daerah urban sering disebabkan oleh kemiskinan.

"Penyebabnya banyak, orang sakit juga bisa jadi malnutrisi. Tapi secara umum itu kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Di daerah urban kebanyakan kemiskinan," ujarnya di sela-sela acara Asian Congress of Nutrition 2019 di Bali.

Related

Science 2333049325140459161

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item