Ini Penjelasan Seksolog soal Aksi Gilang dan Bungkusan Kain Jarik yang Viral di Medsos

Ini Penjelasan Seksolog soal Aksi Gilang dan Bungkusan Kain Jarik yang Viral di Medsos, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Seksolog Zoya Amirin menduga perilaku Gilang yang ramai dikaitkan dengan 'fetish kain jarik' termasuk dalam penyimpangan perilaku seksual atau paraphilia. Ia menyebut yang dilakukan Gilang ke beberapa orang tergolong fetish dan necroplhilia.

Mengutip Diagnostic Statistical Manual for Mental Disorder V (DSM-5), Zoya menerangkan fetish dan necrophilia merupakan bagian dari paraphilia atau perilaku seksual menyimpang.

"Kalau dugaan saya, dia itu seorang fetish-necrophilia. Jadi dia merasa terangsang pada laki-laki yang terbungkus kain dalam keadaan tidak berdaya. Kenapa? Necrofilia itu adalah orang-orang yang dia hanya merasa terangsang pada orang dalam keadaan koma atau mayat. Saya dugaannya dia itu fetish necrophilia," tutur Zoya.

Zoya mengatakan, dugaan dan analisis tersebut berbekal beberapa informasi di media sosial. Itu sebab untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat maka perlu dilakukan pemeriksaan insentif dan mendalam.

"Kita nggak bisa melihat kasat mata. Kita mesti melihat perjalanannya. Apakah selama hidupnya dia hanya terangsang, [atau] dia nggak bisa berhubungan seksual kecuali orangnya dibungkus seperti mayat ... atau ketika si laki-laki nggak berdaya, itu baru membuat dia terangsang, itu baru kami bisa diagnosa," ucap dia.

Banyak faktor yang harus dipastikan, salah satunya soal berapa lama perilaku seperti itu berlangsung, intensitas, hingga ada-tidaknya dampaknya terhadap kehidupan sosial dan interaksi dengan orang lain.

Tapi untuk sementara ini, analisa Zoya mengarah perilaku Gilang tergolong fetish. Hanya saja ia belum bisa menentukan tingkat keparahan perilaku seksual menyimpang tersebut.

"Kalau saya melihatnya tetap fetish. Tapi kan bisa jadi, fetishnya sudah dalam tingkat akut, atau biasa. Kalau yang biasa, dia cukup bisa terangsang melakukan hubungan seksual, tetapi harus ada kain," kata Zoya.

"Tapi kan ada yang sudah akut, parah, dia nggak perlu nyentuh kelamin, kalau yang sudah parah banget kan malah cukup melihat yang dibungkus-bungkus begitu [saja] sudah langsung orgasme. Kan itu sudah termasuk pelecehan," tambah dia.

Sebelumnya percakapan di Twitter ramai akan pengakuan beberapa orang mengenai kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan seorang pria bernama Gilang. Kepada beberapa korban, Gilang memperkenalkan diri sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Surabaya yang tengah merampungkan studi.

Ia lantas meminta orang-orang yang dihubunginya untuk membungkus diri dengan kain atau media lain yang bisa membebat seluruh badan. Lalu, korban diminta pula untuk mendokumentasikannya.

Ia berdalih, foto dan video hasil dokumentasi itu menjadi bagian dari bahan penelitian yang ia sebut dengan 'reaksi emosional bungkus-membungkus'.

Beberapa unggahan foto memperlihatkan korban dibungkus dengan kain jarik. Karena itu kemudian di media sosial, percapakan mengenai Gilang dikaitkan dengan 'fetish kain jarik'.

Zoya pun menerangkan, fetish merupakan perilaku seksual menyimpang ketika seseorang merasa terangsang pada bagian tubuh non-seksual (selain payudara dan alat kelamin), di antaranya bisa jempol kaki, betis, ketiak, jari tangan, paha atau pusar. Atau juga, pada benda-benda nonseksual seperti hak tinggi, selimut bayi, kaus kaki, atau jika dalam kasus ini; kain.

Sementara necrophilia merupakan perilaku seksual menyimpang yakni saat seseorang terangsang dengan individu yang tidak berdaya—dalam keadaan koma atau menjadi mayat.

Kemunculan kasus ini membuat Zoya geram. Ia ingin agar pelecehan seksual tersebut dilaporkan, ditindak, agar tak berulang kelak. Tapi ketika mengingat landasan hukum atas kasus ini lemah, Zoya pun gamang.

"Cuma kan sayangnya, sekarang Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari prolegnas yah, kan kita jadi sulit mau melaporkan dengan pasal apa? Perbuatan tidak menyenangkan? Mungkin iya," ucap dia.

"Karena kan tidak bisa masuk kekerasan seksual, karena kekerasan seksual (definisinya) hanya ketika ada penetrasi penis ke vagina. Nah ini kan, akhirnya jadi drama. Orang yang merasa dilecehkan banyak, tapi juga cuma bisa dihebohin dan viralkan," sambung Zoya lagi.

Kasus demi kasus kekerasan seksual bermunculan, bertambah, tapi pelaporan dan penegakan hukumnya berbanding terbalik. Bolong penanganan hukum kasus kekerasan seksual ini menurut Zoya mestinya jadi alasan kuat untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Related

Psychology 4384982900257835960

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item