Kisah Sepasang Anak Kembar Terpaksa Pinjam HP Tetangga untuk Belajar Online

Kisah Sepasang Anak Kembar Terpaksa Pinjam HP Tetangga untuk Belajar Online, naviri.org, Naviri Magazine, naviri majalah, naviri

Naviri Magazine - Sudah lebih dari empat bulan Sri Ageng Wiliantoro dan Sri Ageng Widiantoro mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara online di rumah. Setiap pagi, kembar berusia 13 tahun yang masih duduk di bangku SMP itu sudah berpakaian rapi dan siap menerima pelajaran jarak jauh dari guru mereka.

Namun sebelum memulai belajar, ada hal yang tidak biasa dilakukan oleh mereka, yaitu pergi ke rumah tetangga untuk meminjam handphone. Biasanya mereka meminjam HP tetangga dari pukul 07.00 WIB hingga sekolah selesai. Namun tak jarang, HP itu dipinjam hingga larut malam karena tugas yang harus dikerjakan menumpuk.

Wili dan Widi, begitu biasa mereka dipanggil, saat ini tinggal bersama dengan ibu mereka, Suparmi (47) di daerah Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Suparmi sudah berpisah dengan sang suami karena kerap menjadi korban KDRT dan juga jarang diberi nafkah. Sejak berpisah 2016 lalu, dia menjadi tulang punggung keluarga dengan berjualan gorengan di warung gerobak sederhana dekat rumahnya.

Namun semenjak pandemi ini, usaha Suparmi ikut gulung tikar. Ditambah lagi, anak sulungnya, Yuni (21), sudah dirumahkan dari pekerjaan lamanya sebagai buruh pabrik sejak awal pandemi. Suparmi juga harus membiayai anak keduanya, Dwi, yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan harus menggunakan gawai untuk mendapat materi dan soal-soal dari gurunya.

“Wili dan Widi, anak kembar saya nomer tiga dan empat. Mereka baru 13 tahun, kelas 2 SMP. Sekolah online harus pakai handphone canggih. Kata gurunya, handphone saya ngga mendukung pakai aplikasi itu,” ujar Suparmi. 

Handphone satu-satunya yang dimiliki Suparmi digunakan Dwi untuk belajar secara daring. Sedangkan Wili dan Widi, tak memiliki pilihan lain, selain mengandalkan milik tetangga yang berbaik hati meminjamkan gawainya kepada mereka.

Tetap semangat meski pinjam HP tetangga

Gawai pintar itu dipinjam dari jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Terkadang guru sekolah mengirimkan beberapa catatan dan pengumuman di waktu yang tidak menentu, sehingga mengharuskan Suparmi untuk meminjam gawai itu sampai malam. 

“Ngga enak, Kak, sebenarnya liat kakak saya tiap pagi minjem HP terus ke tetangga. Tapi nanti saya dan Widi nggak bisa belajar kalau nggak pinjem,” ujar Widi dengan nadanya yang polos. 

Untuk menggantikan usaha lamanya, kini Suparmi yang juga tinggal bersama sang adik berjualan makanan kering yang dititipkan ke warung-warung. Namun selama pandemi berlangsung, hasil usahanya sekitar Rp 100 ribu per hari itu hanya mampu untuk modal dagang dan mencukupi kebutuhan makan sehari-hari.

Dia sering berandai-andai, membelikan anaknya sebuah gawai pintar agar tidak lagi meminjam, tapi konsekuensi dari impiannya itu juga tidak tanggung-tanggung. Sama saja dengan berhenti berjualan selama beberapa saat, karena membelikan gawai pintar menguras uang modal dan cadangannya.

“Anak-anak juga sepertinya mengerti kenapa setiap hari harus meminjam,” ungkapnya.

Setiap pagi, Wili dan Widi mengerjakan tugas dan belajar di rumah bersama. Setelah pekerjaan sekolahnya selesai di siang hari, mereka tidak langsung bermain atau bersantai tetapi berbagi tugas untuk membantu sang ibu berjualan.

“Saya yang masukin makaroni ke plastik makanan, terus Wili nanti yang kasih ke warung-warung yang masih buka. Tapi kalau capek atau bosen, kita tukaran,” ungkap Widi.

Selain masalah gawai pintar, Suparmi sebenarnya ingin memperbaiki warung terpal miliknya yang rusak karena lama tidak digunakan berjualan. 

Namun lagi-lagi, tak ada cukup biaya untuk mewujudkan impiannya itu.

“Warung terpal saya karena ditutup sejak PSBB itu jadi rusak, kayunya dan terpalnya ngga layak lagi. Jadi ya berjualannya nitip ke warung-warung yang masih  buka dulu,” tambahnya.

Suparmi berharap wabah pandemi ini segera berakhir. Supaya bisa melihat kembali anak-anaknya pergi sekolah seperti biasa, bermain lagi dengan anak-anak lainnya dan dapat berjualan kecil-kecilan.

“Iya Kak, sama, pengennya cepet selesai aja coronanya, biar bisa sekolah lagi. Karena lebih nyaman ke sekolah, kangen juga sama temen-temen,” ujar Wili yang juga diamini oleh si bungsu.

Kisah Wili dan Widi merupakan sedikit gambaran mengenai realitas peserta didik dalam menjalani proses pembelajaran jarak jauh saat ini. Di luar sana masih banyak anak lain yang bernasib serupa dan bahkan lebih memilukan. 

Related

News 8680881556891865651

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item