Karena Perubahan Iklim, Jumlah Hari Hujan di Indonesia Kian Berkurang (Bagian 2)

Karena Perubahan Iklim, Jumlah Hari Hujan di Indonesia Kian Berkurang

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Karena Perubahan Iklim, Jumlah Hari Hujan di Indonesia Kian Berkurang - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Eropa, Teluk Meksiko dan Asia tercatat mengalami periode Januari-September terpanas dalam sejarah. Di Eropa, suhu tahunan mencapai 2,12 derajat Celcius. Ini merupakan pertama kalinya suhu Januari-September di Eropa melebihi angka 2,0 derajat Celcius. Asia juga mencatatkan rekor baru, suhu Januari-September 2020 meningkat 2,30 derajat. 

Angka ini 0,30 derajat lebih tinggi dari suhu periode Januari-September pada 2016 yang merupakan tahun terpanas. Rekor suhu terhangat Januari-September juga diamati terjadi di Kawasan Asia tepatnya, sebagian besar Asia Utara di mana suhu tercatat mencapai 3 derajat Celcius di atas normal. Sementara di Teluk Meksiko, suhu pada periode itu dilaporkan meningkat 0,93 derajat Celcius.

Menurut Pusat Data Oseanografi Nasional NOAA, angka-angka tersebut memungkinkan 2020 berakhir sebagai tahun terpanas dalam catatan dengan tingkat persentase kemungkinan yang cukup tinggi yakni 65 persen. Jika pun prediksi ini meleset, dapat dipastikan 2020 akan menggeser 2019 sebagai tahun terpanas kedua sejak 1880.

BPS dalam “Statistik Lingkungan Hidup 2019” menjelaskan, pemanasan global dapat mengakibatkan kerusakan lapisan ozon karena semakin sedikitnya panas yang mampu dilepaskan ke luar troposfer, akibatnya lapisan stratosfer akan semakin dingin. 

Kerusakan lapisan ozon inilah yang kemudian mempengaruhi kondisi iklim dan memicu perubahan pola cuaca terlebih di wilayah dengan garis lintang bumi yang lebih tinggi. 

Di negara tropis seperti Indonesia, berkurangnya jumlah hari hujan terutama di musim kemarau turut berkonstribusi terhadap terjadinya kekeringan yang parah selama kemarau berkepanjangan di beberapa wilayah Indonesia.

Sepanjang 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, terjadinya 1.529 kejadian bencana kekeringan yang menimpa 13 provinsi di Indonesia yakni kepulauan Jawa kecuali DKI Jakarta, Nusa Tenggara, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Aceh, Maluku, Bali, dan Kalimantan Selatan. 

Jumlah ini hampir dua kali lipat dari seluruh kejadian bencana kekeringan pada tahun sebelumnya dengan 834 kasus kekeringan dan merupakan tahun dengan bencana kekeringan terbanyak selama satu dekade terakhir.

Data Informasi Bencana Indonesia BNPB memperlihatkan, mayoritas bencana kekeringan yang menimpa Indonesia terpusat di Jawa Tengah, setidaknya sejak 2017. Tahun ini saja, Jawa Tengah dilaporkan telah dilanda 35 dari 38 kejadian bencana kekeringan yang menimpa Indonesia. 

Jumlah ini bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan akumulasi bencana kekeringan yang menimpa Jawa Tengah pada 2019 yang mencapai 1.208 kasus, empat kali lipat lebih besar dari akumulasi bencana kekeringan yang menimpa 12 provinsi lainnya pada tahun yang sama. 

Sebagian besar wilayah tengah Jawa juga diprediksi masih akan ditimpa bencana kekeringan dikemudian hari dengan tingkat kekeringan yang tinggi, seperti yang dikemukakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam “Statistik Lingkungan Hidup 2019”. Selain jawa, risiko kekeringan yang tinggi juga ditemukan di sebagian Sumatra dan Nusa Tenggara.

Pada saat yang bersamaan, Jawa, Sumatra dan Nusa Tenggara juga dihadapkan dengan risiko berkurangnya ketersediaan air bersih yang cukup tinggi pada periode 2025-2030. 

Bappenas memprakirakan, risiko penurunan ketersediaan air bersih akan menimpa 75 persen kawasan Jawa-Bali, terutama di bagian utara Jawa Barat, bagian tengah dan selatan Jawa tengah dan Jawa Timur. Di Pulau Sumatra dan Nusa Tenggara, risiko berkurangnya ketersediaan air besih terjadi di sebagian kecil wilayah utara, barat dan selatan Sumatra dan beberapa bagian kawasan Pulau Lombok.

Proyeksi Perubahan Iklim 2020-2049 BMKG

Ke depannya, suhu rata-rata tahunan Indonesia pada 2020-2049 diproyeksikan mengalami perubahan lebih dari 0,9 derajat Celcius. BMKG dalam artikel “Proyeksi Perubahan Iklim” yang dipublikasi pada laman resminya mengemukakan, perubahan suhu rata-rata tahunan di sebagian besar wilayah Indonesia diperkirakan mencapai 1,2 hingga lebih dari 1,3 derajat Celcius. 

Suhu minimum dan maksimum tahunan pada periode tersebut juga dipastikan turut berubah melebihi angka 2 derajat Celcius untuk suhu minimum dan 2,4 derajat Celcius untuk suhu maksimum.

Perubahan rata-rata suhu tahunan ini juga berimbas pada jumlah hari hujan tahunan yang juga diprakirakan BMKG akan semakin berkurang pada periode yang sama. Persentase hari hujan di sebagian besar wilayah selatan Indonesia diprediksi akan berkurang 5 hingga 20 persen pada setiap September-November 2020-2049. 

Adapun wilayah yang berisiko mengalami penurunan jumlah hari hujan paling tinggi mencakup bagian selatan Pulau Jawa, sebagian besar Nusa Tenggara, bagian selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, juga sebagian kecil selatan Lampung dan Bengkulu.

Gawatnya lagi, wilayah tersebut juga diprediksi akan mengalami pertambahan hari kering selama periode Juni hingga Agustus 2020-2049. Sebagian besar Pulau Jawa, dan Nusa Tenggara digadang-gadang akan mengalami pertambahan hari kering dengan risiko yang cenderung rendah dengan persentase yang bervariasi mulai dari 1 hingga 15 persen. 

Sementara risiko peningkatan yang lebih ekstrem diproyeksikan menimpa Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Timur, Sumatra Selatan, Maluku, Papua Barat dan sebagian Papua dengan pertambahan hari kering yang berkisar 15 sampai melebihi 25 persen.

Related

Science 5341139213624648093

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item