Pemilu Amerika: Apa yang Terjadi jika Trump Menolak Keluar dari Gedung Putih? (Bagian 1)

Pemilu Amerika: Apa yang Terjadi jika Trump Menolak Keluar dari Gedung Putih?
 
Naviri Magazine - Sepanjang 244 tahun sejarah berdirinya Amerika Serikat, belum pernah ada presiden yang menolak hengkang dari Gedung Putih setelah kalah pada pemilihan umum. Peralihan kekuasaan secara tertib, sah, dan damai adalah salah satu keunggulan dalam demokrasi Amerika.

Karenanya, ketika Donald Trump menyatakan dirinya menolak menerima kekalahan dari Joe Biden, tercipta situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya sekaligus meresahkan masyarakat Amerika Serikat.

Para analis kemudian ditantang untuk menyusun sejumlah skenario yang sebelumnya tidak terpikir bakal terjadi. Sesaat kemudian tim kampanye Trump merilis pernyataan yang menegaskan bahwa "pemilu jauh dari usai".

"Kita semua tahu Joe Biden terburu-buru tampil sebagai pemenang secara keliru, dan mengapa sekutu-sekutunya di media berupaya sangat keras membantunya: mereka tidak mau kebenaran diungkap," katanya dalam pernyataan.

"Fakta sederhananya adalah pemilu jauh dari usai," lanjut pernyataan tersebut, seraya mengindikasikan Trump akan terus menentang hasil pemilu melalui berbagai gugatan hukum dengan menuding terdapat kecurangan.

Konstitusi AS secara jelas menyatakan bahwa masa jabatan presiden berakhir "pada tengah hari, 20 Januari".

Joe Biden diproyeksikan menang di sejumlah negara bagian yang membuatnya dapat meraih 270 suara dalam sistem Electoral College. Dengan demikian, dia punya hak untuk menjabat presiden selama empat tahun mendatang.

Adapun Donald Trump masih memiliki kewenangan sah yang dapat dia gunakan untuk menggugat hasil pemilu.

Namun, jika tidak ada peristiwa dramatis di pengadilan dalam waktu dekat dan bukti kejanggalan dalam pemilu yang dia sebut-sebut ternyata nihil, presiden baru akan mulai menjabat pada 20 Januari dan Trump harus lengser.

Apa yang terjadi jika Trump menolak hengkang dari Gedung Putih?

Usir dari Gedung Putih

Selama berkampanye, Trump sudah blak-blakan memperingatkan bahwa dirinya tidak akan menerima kekalahan. Dia berulang kali mengatakan dirinya sudah bertekad akan tetap berkuasa, terlepas dari apapun yang dikatakan para pejabat komisi pemilu umum.

Dia bahkan mengindikasikan satu-satunya cara dia bisa kalah adalah jika terdapat kecurangan. Sejak itu berbagai kalangan di AS mulai mendiskusikan apa yang bakal terjadi jika Trump mewujudkan ancamannya dan mencoba mempertahankan kekuasaan.

Hipotesis ini bahkan dikemukakan Joe Biden saat berkampanye. Dalam wawancara yang disiarkan televisi pada 11 Juni, komedian Trevor Noah bertanya kepada Biden apakah dia sudah berpikir mengenai kemungkinan Trump menolak hengkang dari Gedung Putih jika kalah pemilu.

"Ya, saya sudah memikirkannya," jawab Biden, dengan menambahkan bahwa dirinya yakin dalam situasi tersebut militer bakal berwenang mengusir Trump dari Gedung Putih.

Keyakinan Biden bahwa para pemilih, bukan kandidat, yang menentukan hasil pemilu ditegaskan oleh tim kampanyenya, "Rakyat Amerika akan menentukan pemilu ini, dan pemerintah Amerika Serikat sangat mampu mengawal penerobos keluar dari Gedung Putih."

Boleh jadi Marshal AS atau Dinas Pengamanan Presiden yang bertugas mengawal Trump keluar dari kediaman presiden.

Dinas Pengamanan Presiden atau Secret Service adalah sebuah institusi yang tak hanya bertanggung jawab atas keamanan presiden, tapi juga punya kewajiban dalam hukum untuk melindungi semua mantan presiden. Institusi tersebut akan terus melindungi Trump setelah 20 Januari.

Sejak proyeksi kemenangan Biden dalam pemilu AS semakin jelas dan kemenangannya bakal diumumkan, Secret Service telah meningkatkan pengamanan terhadap sang presiden terpilih.

Bahkan, pengamanan terhadap Biden sudah mencapai taraf "pengamanan presiden", walau Trump berkeras Partai Demokrat telah kalah.

Skenario yang tidak terpikirkan?

Jika situasi paling ekstrem terjadi, dan Trump tetap menolak hengkang dari Gedung Putih, mungkin perlu mengevaluasi loyalitas pasukan pengamanan terhadap presiden.

BBC bertanya kepada sejumlah pakar apakah mungkin Trump mencoba menggunakan pasukan keamanan negara untuk mempertahankan kekuasaan secara ilegal.

"Akan sulit dan akan menghancurkan norma-norma penting bagi seorang presiden untuk menyalahgunakan kekuasaan demi mempertahankan jabatan setelah tampak kalah dalam pemilu.

"Namun, bukannya itu tidak terbayangkan," kata Professor Dakota Rudesill, pakar kebijakan keamanan nasional dan legislasi yang berafiliasi dengan Ohio State University di AS.

Baca lanjutannya: Pemilu Amerika: Apa yang Terjadi jika Trump Menolak Keluar dari Gedung Putih? (Bagian 2)

Related

News 8440728879726186926

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item