Mengapa Orang Indonesia Tampaknya Lekat dengan Kesan Santai?


Naviri Magazine - Mari kita berhitung, ada berapa istilah dalam bahasa slang Indonesia yang menggambarkan nuansa atau perasaan santai? Banyak banget.

Mulai dari santai, sans, lelet, lambat, selow, woles, kalem, zen, rileks, skoy, skut, ngaso, dan segudang istilah lain yang punya arti sama saja. Kita bahkan bisa memilih istilah sesuai dengan konteks santainya. Misal "santai kayak di pantai", "woles nanti juga kelar", "skoy dulu sambil sebat", "lelet amat lau kalau jalan!" atau "kalem bro! Gitu aja ngambek!"

Semua problematika bisa digambarkan lewat berbagai ragam kata, yang intinya serupa: santai aja, sih.

Bukan cuma dalam istilah, lagu-lagu pun kreatif mengeksploitasi tema-tema berbau "santai" atau "enjoy menghadapi hidup". Raja dangdut Rhoma Irama merilis lagu "Santai". Ada musisi 90-an seperti rapper Iwa K yang punya lagu "Bebas". Jangan lupakan pula Oppie Andaresta yang punya lagu "Santai di Pantai". 

Belum lagi segudang musisi reggae yang punya lagu bernuansa pantai dan santai. Jangan lupa, yang paling baru ada Young Lex, yang punya lagu "Slow".

Secara umum, bahasa memang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang ada di pikiran. Cuma, kalau ternyata istilah "bahasa menunjukkan bangsa" itu benar adanya, dan macam-macam jenis kata merepresentasikan kata "santai" yang punya artian suka menunda, lamban, dan tidak berusaha keras dan cerdas, bisa-bisa jadi celakalah kita!

Sebagai contoh, BBC sempat menjuluki orang-orang Australia santai banget (laid-back). Santai, karena hampir semua kalangan bersikap kasual, egaliter. Bahkan mantan pemain cricket Australia, Dennis Lillee, berani menyapa Ratu Elizabeth pakai bahasa gaul semacam, "g'day how ya goin?"

Australia santai bukan karena lelet, tapi sejarah narapidana kulit putih yang menempati dataran tersebut yang membuat mereka menganggap satu sama lain setara.

Perancis juga disebut sebagai negara santai. Negara ini menjadi salah satu negara yang ternyata penduduknya paling santai dalam bekerja. 

Business Insider merilis peta negara-negara anggota OECD yang paling keras bekerja, hingga yang paling santai dalam menekuni profesi masing-masing. Peta ini dibuat oleh Seth Kardish dari Visual Statistix Tumblr, memperhitungkan angka jumlah waktu bekerja dalam setahun dan rata-rata usia pensiun. 

Dalam riset tersebut, negara maju di Eropa Barat, yang sistem kerjanya sudah efisien, menganut falsafah hidup santai dalam bekerja.

Bagaimana dengan Indonesia? Kalau mengacu beberapa standar di atas, santai di negara kita ternyata beda banget, ya. Katakanlah kalian sepakat definisi santai adalah tidak perlu terburu-buru. Tahu apa saja yang masuk kategori santai di Indonesia? Akses internet, dan kecepatan laju kendaraan di perkotaan! 

Dalam laporan riset OpenSignal, yang meneliti kecepatan jaringan internet di 87 negara, Indonesia menempati urutan 8 kecepatan internet tersantai di dunia. 

Mark Zuckerberg sempat-sempatnya datang ke Indonesia dan berkomentar soal "wolesnya" jaringan internet di Indonesia. Begitu juga dengan laju kendaraan. Rata-rata orang Indonesia, terutama yang di perkotaan, menghabiskan 47 jam dalam setahun berjibaku dengan kemacetan, kondisi memuakkan dan perlu 'diwolesin'.

Apalagi, baru-baru ini Jakarta ada di posisi 19 dari daftar kota paling bikin stres di dunia, versi perusahaan asal Inggris, Zipjet. Riset ini berusaha menunjukan hal-hal paling berpengaruh terhadap tingkat stres dan kualitas hidup masyarakat perkotaan, berdasarkan beberapa indikator seperti kemacetan, polusi udara, polusi suara, kepadatan penduduk, transportasi publik, tingkat pengangguran, kesehatan mental, hingga kesetaraan gender.

Dilihat dari kondisi di atas, kalian pikir orang Indonesia beneran bisa santai?

Sosiolog Universitas Padjadjaran, Yusar Muljadji, berpendapat, banyaknya istilah slang yang digunakan merujuk pada kata "santai" tidak serta-merta membenarkan orang Indonesia keseharian hidupnya benar-benar santai. Menurut Yusar, berkaca pada kajian akademik, fenomena ini lebih disetir budaya anak muda, bukan mentalitas manusia dewasa.

Ia merujuk riset babon sosiologi yang disusun Abercrombie dan Warde, termuat dalam buku Contemporary British Society. Berdasarkan penelitian tersebut, ada tiga ciri umum anak muda, yaitu pertemanannya bersifat sebaya alias peer. "Ada kepedulian terhadap gaya, dan adanya perilaku santai yang tidak bekerja," kata Yusar.

Penciptaan banyaknya istilah merujuk pada ciri kedua, yakni gaya bahasa. Anak muda punya kecenderungan menciptakan bahasa slang. Mike Brake, dalam buku Comparative Youth Culture, pun mengemukakan bahwa kaum muda mengembangkan kosakata yang berbeda dengan generasi di atasnya dan generasi di bawahnya. 

Sementara itu, bagaimana dengan ciri anak muda berikutnya yang "santai tidak bekerja"?

Menurut Yusar, kaum muda di seluruh dunia memang punya kecenderungan lebih santai. Kecenderungan tersebut berlaku umum. 

"Ketika orang lain mengejar waktu, kaum muda itu menanggapi demikian dengan tindakan yang santai, termasuk dengan menciptakan istilah yang merujuk pada kata santai tersebut," kata Yusar. "Bukan berarti santai negatif ya, di sisi lain mereka menciptakan kreasi yang tidak dimiliki generasi di atasnya dan di bawahnya."

Related

Indonesia 1882608346292153462

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item