15.000 Ilmuwan Dunia Sepakat, Kondisi Bumi Sudah Sangat Gawat


Naviri Magazine - James Edward Hansen, ilmuwan Columbia University, Amerika Serikat, yang disebut berperan besar dalam memunculkan kesadaran akan potensi perubahan iklim lewat testimoninya pada kongres perubahan iklim tahun 1998, bersama 15.000 lebih ilmuwan lain dari berbagai negara dengan berbagai latar belakang ilmu pengetahuan, sepakat bahwa peradaban masyarakat bumi di masa depan kian terancam.

Lewat jurnal BioScience berjudul "World Scientists Warning to Humanity: A Second Notice", para ilmuwan menyepakati berbagai peristiwa yang berlangsung sepanjang tahun-tahun belakangan merupakan pertanda buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia di bumi.

Pertumbuhan populasi manusia yang tak terkendali disebut akan memicu gelombang migrasi ke kota-kota besar dunia dalam jumlah teramat banyak. Selain itu, kesehatan manusia disebut-sebut akan mengalami berbagai risiko serius, akibat perubahan iklim. 

Belum lagi aksi penggundulan hutan dan berbagai perilaku sembarangan yang menyebabkan kepunahan spesies dalam jumlah besar, serta hilangnya akses air bagi jutaan manusia.

Jurnal itu ditandatangani oleh 15.372 ilmuwan, dan merupakan pembaruan dari jurnal serupa berjudul "Worlds Scientists: Warning to Humanity" yang ditandatangani oleh 1.700 ilmuwan, termasuk para peraih Nobel di sejumlah bidang ilmu pengetahuan.

Isi jurnal pertama dan jurnal kedua tak jauh berbeda. Para ilmuwan, lewat dua seri jurnal itu, sepakat menyatakan sikap mereka akan ancaman nyata yang dapat timbul dari berbagai perilaku sembarang masyarakat terhadap lingkungan hidup dalam beberapa tahun terakhir. 

Para ilmuwan bahkan merinci sejumlah perilaku sembarangan masyarakat yang begitu mengkhawatirkan, hingga berujung pada ancaman terhadap peradaban manusia.

“Kami melakukan pembaruan data dari surat tersebut, karena kami ingin memberi tahu masyarakat tentang keadaan termutakhir,” ujar William Ripple, ekolog di Oregon State University, yang menjadi salah satu penulis jurnal, sebagaimana dilansir Motherboard.

“Sejak 1992, emisi CO2 (karbon dioksida) melonjak 62 persen, sementara suhu global meningkat 29 persen. Di sisi lain, populasi hewan vertebrata liar merosot 29 persen,” sambung Ripple.

Berikut sebagian temuan yang dirinci para ilmuwan dalam 25 tahun belakangan, yang mereka sebut mengkhawatirkan:

1. Terjadi penurunan 26 persen air bersih yang tersedia per kapita
2. Peningkatan 75 persen zona laut mati
3. Menghilangnya lebih dari 300 juta hektar tanah/hutan

Mengabaikan pertanda alam

Para ilmuwan melihat masih besarnya kecenderungan masyarakat bumi yang kerap mengabaikan pertanda-pertanda alam. Bahkan, saat jurnal seri pertama yang disebut sebagai penerjemah berbagai pertanda alam itu dirilis, banyak media massa yang acuh, ketika para ilmuwan mengirim salinan jurnal ke meja redaksi mereka. 

Tak terkecuali The New York Times dan Washington Post, yang kala itu masih memandang sebelah mata isu perubahan iklim.

Untuk itu, Ripple berharap jurnal yang mereka rilis dapat menarik perhatian masyarakat dunia soal isu lingkungan hidup dan perubahan iklim. "Kami berharap makalah kita dapat memantik perdebatan publik di mana-mana, soal lingkungan hidup dan iklim global,” ujar Ripple.

Lebih lanjut, Ripple mengatakan, manusia harus perlahan kembali menyelaraskan kehidupan mereka dengan berbagai fasilitas dan pelayanan alam, dengan mewujudkan simbiosis mutualisme antara manusia, hewan, tumbuhan, dan seluruh elemen lain dalam tatanan alam raya. 

Seperti pohon yang memproduksi oksigen bagi manusia, atau ikan yang membersihkan perairan, atau burung-burung yang membantu proses penyerbukan tanaman.

“Itu semua (sikap acuh), tren yang mengkhawatirkan. Kita harus menjaganya. Kita perlu fasilitas pemberian alam untuk kelangsungan hidup spesies manusia di masa mendatang,” kata Ripple.

Ripple mengungkapkan, salah satu hal paling mendesak yang harus segera ditinggalkan manusia adalah penggunaan bahan bakar fosil. Terkait itu, Ripple mendorong penggunaan energi alternatif terbarukan. 

Dalam konferensi iklim PBB di Bonn, Jerman, beberapa waktu lalu, para ilmuwan telah mengingatkan potensi peningkatan emisi CO2 pada tahun-tahun ke depan.

Sejatinya, dalam tiga tahun belakangan, emisi CO2 bisa ditekan hingga level stabil. Namun, melihat tren yang terjadi dalam kehidupan manusia termutakhir, para ilmuwan pesimis. 

“Perubahan iklim nyata dan sangat berbahaya. Dan keadaan akan jauh lebih parah,” ujar Johan Rockström, Direktur Eksekutif Stockholm Resilience Centre.

Ripple sepakat, mengurangi emisi CO2 adalah target penting. Terkait hal itu, Ripple mengungkapkan bahwa jurnal mereka telah merinci sejumlah langkah yang dapat ditempuh untuk putar balik dari tren berkehidupan yang semakin meresahkan.

Misalnya dengan membangun lebih banyak taman, cagar alam, membatasi perdagangan satwa liar, menggalakkan program pengendalian penduduk dan pendidikan bagi kaum perempuan, memproduksi sebanyak mungkin energi alternatif terbarukan, hingga beralih ke pola makan berbasis tumbuhan.

Related

Science 2493057972821626786

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item