Kisah dan Sejarah Lahirnya Harian Kompas, Koran Terbesar di Indonesia (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kisah dan Sejarah Lahirnya Harian Kompas, Koran Terbesar di Indonesia - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Tiga bulan setelah Kompas terbit, pada dini hari 1 Oktober 1965, Yani, sang penggagas, menjadi korban penculikan kelompok G30S dan terbunuh. Dua hari setelah kematian Yani, pada 3 Oktober 1965, Harian Rakjat tak cetak lagi. 

Setelah itu, kolega Yani, yakni Letnan Jenderal Soeharto, naik jadi orang nomor satu di Angkatan Darat dan kemudian menjadi orang nomor satu di Indonesia. PKI pun tak bisa hidup lagi.

Waktu itu Kompas menjadi salah satu koran penting selain Sinar Harapan (yang terkait golongan protestan) dan tentu bersama koran tentara Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata. 

Dalam Jurnalisme dan Politik di Indonesia (2011: 126), David Hill menyebut Kompas sebagai koran bergengsi setelah Orde Baru dimulai, seperti halnya Sinar Harapan yang dipimpin Aristides Katoppo dan kawan-kawan. Menurut Hill, kedua koran ini punya sirkulasi yang tinggi di zaman orde baru. “Koran-koran Kristen ini berhati-hati secara politis,” tulis David T. Hill.

Diberedel Pemerintah

Meski dikenal berhati-hati, ada kalanya Kompas dan Sinar Harapan bikin jengah pihak yang berkuasa. Sinar Harapan diberedel pada 1986 setelah memberitakan devaluasi nilai rupiah dan menyoroti rencana pemerintah mencabut izin dari 44 monopoli impor. Orang-orang Sinar Harapan lalu membangun koran baru, Suara Pembaruan.

Kompas sendiri pernah nyaris diberedel. “Tanggal 19 dan 20 Januari 1978 , Kompas menulis tajuk tentang gerakan mahasiswa itu dan tanggal 21 Januari Kompas dibredel,” tulis Helen Ishwara dalam P.K. Ojong: Hidup Sederhana, Berpikir Mulia (2001: 243).

St. Sularto dalam biografi Jacob Oetama menyebut Kompas berhenti beredar selama dua minggu, sejak tanggal 21 januari 1978. Beruntungnya, pemerintah kala itu menawarkan “pengampunan”. 

Pada 5 Februari, pemerintah menawarkan penandatanganan permintaan maaf dan kesetiaan dengan kop surat tertanggal 28 Januari 1978. Kompas pun kemudian terbit lagi dan selalu berhati-hati agar pemberitaannya tidak memancing amarah penguasa.

“Dibandingkan dengan koran-koran lain yang sukses di pasaran, bendera Kompas-lah yang paling lama berkibar sepanjang perjalanan sejarah,” tulis David Hill dalam Pers Orde Baru (2011: 101).

Hill menyebut Kompas punya pembaca setia yang cukup banyak. Bahkan di antara pelanggannya juga membaca koran pesaing Kompas. Tak hanya aman, pendapatan koran Kompas dari iklan sangat besar. Sayap usaha media Kompas kemudian berkembang dan menguasai pasar.

Kompas, bersama Intisari dan media lainnya di bawah komando Jakob Oetama, berkembang lewat imperium media bernama Kelompok Kompas Gramedia. Kelompok media ini, menurut Hill, “terus menerus menjaga agar tulisan-tulisan mereka tidak melampaui batas”. Dari sinilah kelak muncul istilah "jurnalisme kepiting".

Sejak itulah Kompas tampil menjadi media moderat yang berpengaruh di Indonesia hingga hari ini.

Related

Indonesia 5003035501376683631

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item