Sejarah Lengkap Pers Indonesia dari Masa ke Masa (Bagian 11)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Sejarah Lengkap Pers Indonesia dari Masa ke Masa - Bagian 10). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Tahun 1998, dua surat kabar internasional milik perusahaan Amerika, masing-masing The Asian Wall Street Journal dan The International Herald Tribune,  memperoleh izin cetak di Jakarta, dari Departemen Penerangan. Tetapi, tahun berikutnya, tiga wartawan asing, masing-masing mewakili Time, The Guardian dan The New York Times, dimasukkan ke dalam daftar hitam aparat pemerintah. 

Redaksi SCTV dan majalah Jakarta-Jakarta mendapat peringatan. Di Aceh, dua wartawan terbunuh, masing-masing Mukmin Fanani dan Supriadi. Pemimpin redaksi Serambi, Sjamsul Kahar, dan korespondennya, Basri Daham, terpaksa mengungsi ke luar daerah karena menjadi sasaran teror. 

Wartawan Waspada di Banda Aceh mendapat ancaman melalui telepon, dan distribusi koran di Aceh terganggu karena aksi penghadangan dan pembakaran oleh orang-orang bersenjata. Di Pontianak, seorang wartawan korban penikaman terpaksa dirawat di rumah sakit. Di Surabaya, wartawan Surya mendapat perlakuan kasar dari gubernur. 

Bulan Juni, wartawan Kompas, Suara Bangsa, dan RCTI, dilarang memasuki kantor Kejaksaan Agung. Pemimpin redaksi AnTeve, Azkarmin Zaini, dan seorang reporternya, diperiksa polisi karena menyiarkan hasil wawancara dengan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Di Jakarta, belasan wartawan sempat menjadi korban perlakukan kasar aparat keamanan, sewaktu meliput unjuk rasa mahasiswa. Di Ujung Pandang, kantor biro Kompas menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa. Serangkaian unjuk rasa massa tidak dikenal juga dilakukan  terhadap beberapa harian di ibu kota.

Tahun 2000, terjadi sejumlah aksi kekerasan dan unjuk rasa terhadap pers. Satu studio radio di Maluku Tengah menjadi korban aksi pembakaran. Unjuk rasa massa terjadi terhadap Pos Kita di Solo, Irja Pos di Jayapura, sementara RRI Fakfak dan RRI Merauke dirusak demonstran, serta wartawan Kediri Pos diciduk petugas intel polisi. 

Wartawan Radar Pos dan juru kamera RCTI mendapat perlakuan kasar satgas partai PBB di Malang. Di Samarinda, wartawan tabloid Menara, Hoesin KH, dikeroyok orang-orang tidak dikenal, sementara gubernur setempat kemudian menuntutnya ke pengadilan. Kantor Jawa Pos didemo sejumlah orang. Berbagai aksi kekerasan oleh massa juga menimpa pers di sejumlah kota lainnya.  

Langkah awal menegakkan kebebasan pers

Mendahului kasus-kasus suram yang menghantui kebebasan pers di masa awal orde reformasi sejak Soeharto lengser, kalangan pers secara agresif menggulirkan kampanye publik untuk menegakkan kebebasan pers. 

Bahkan, beberapa hari menjelang pergantian presiden, pada 18 Mei 1998, sejumlah wartawan dari beberapa kota yang sedang berkumpul di Solo mencetuskan Deklarasi Wartawan Indonesia Tentang Kemerdekaan Pers, mengacu pada Pasal 28 UUD 1945. 

Pada 15 Oktober, diskusi wartawan dan akademisi di Jakarta menghasilkan pernyataan, bahwa kebebasan pers adalah kebebasan dari ancaman, paksaan, tekanan, dalam bentuk apa pun dan dari pihak mana pun, untuk menyampaikan informasi.

Secara konkrit, MPR didesak mengeluarkan ketetapan yang menjamin kebebasan pers. 

Pada 13 November 1998, MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang mencantumkan pasal-pasal mengenai hak kemerdekaan menyatakan pikiran; kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; serta hak atas kebebasan informasi, termasuk hak “mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. 

Pasal 42 Tap MPR tersebut menegaskan, hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi tersebut “dijamin dan dilindungi”, serta perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah “tanggung jawab Pemerintah”. 

Berikutnya, tanggal 23 November, sekumpulan wartawan dan penyokong kebebasan pers, antara lain Rosihan Anwar, Atmakusumah, S.L. Batubara, hakim Benjamin Mangkudilaga, dan aktivis LSM, membentuk Komite Kebebasan Pers dengan misi memperjuangkan jaminan dan perlindungan atas kebebasan pers.

Dalam upaya menegakkan kebebasan pers di awal masa reformasi, patut dicatat peran positif Presiden Habibie (terlepas kasus pembredelan Tempo dan somasi terhadap The Jakarta Post sebelumnya, serta usulnya kemudian untuk menerapkan sistem lisensi bagi profesi wartawan). 

Juga perlu diingat dukungan bulat menteri penerangan, Mohamad Yunus, seorang mantan komandan pasukan tempur. Yunus sempat mendapat pujian dari lembaga Committee To Protect Journalist yang berpusat di Amerika, atas keputusannya mengundang pengurus Article 19, lembaga antisensor non-pemerintah di Inggris, dan Unesco untuk membantu upaya menyempurnakan perundang-undangan pers.

Komitmen Yunus untuk menciptakan sistem pers merdeka diakui kalangan internasional. Dan memang, di masa Yunus inilah, atas persetujuan DPR dan  dukungan masyarakat pers dan penyiaran, pemerintah mengeluarkan Undang-undang RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, 23 September 1999, yang mencabut UU Pers 1966 dan 1982. 

Dengan UU baru tersebut, sistem lisensi atau izin penerbitan pers dihapus, dan Dewan Pers sepenuhnya bebas dari dominasi dan intervensi pemerintah. 

Pembentukan Dewan Pers baru, beranggotakan 9 orang, disahkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keppres Nomor 96/M Tahun 2000. Dewan diketuai Atmakusumah Astraatmadja, dengan wakil ketua R.H. Siregar, dan direktur eksekutif Lukas Luwarso. Masa kerjanya berlangsung sampai tahun 2003.

Presiden Abdurrahman Wahid, yang terpilih dalam Sidang Umum MPR pada 20 Oktober 1999, bersama Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri, bertekad untuk melanjutkan kebebasan pers. 

Keputusan Gus Dur untuk menghapus Departemen Penerangan, menutup sejarah sebuah lembaga eksekutif yang awalnya merupakan pendukung pers nasional, namun dari era Sukarno sampai Soeharto berbalik menjadi pemasung kemerdekaan pers.

Euforia demokrasi dan kebebasan di awal masa reformasi membawa dampak positif  tetapi juga negatif. Dalam dunia politik kepartaian, puluhan partai baru bermunculan dengan cepat dan mudah. Partai-partai tersebut umumnya tergolong ‘gurem’. Hanya sekitar selusin partai mampu memperoleh dukungan suara berarti secara nasional dalam pemilu 1999. 

Di bidang media massa, ratusan penerbitan pers baru bermunculan, umumnya tabloid.  Sebagian besar tidak profesional, cenderung sensasional, mengabaikan standar jurnalistik yang universal, dan terbit tidak teratur. Rekrutmen personil terjadi tanpa strategi atau konsep kerja dan usaha yang jelas. 

Sejumlah perusahaan penerbitan pers yang terpaksa gulung tikar otomatis menyebabkan puluhan wartawan dan karyawan menganggur. Pemberitaan yang melanggar nilai-nilai dasar jurnalistik memicu protes anggota masyarakat yang dirugikan.

Menjelang akhir November 2000, satu stasiun televisi baru pimpinan Surya Paloh, bernama Metro, memulai siaran percobaan, sementara empat stasiun baru lainnya—Pasaraya, Global, Trans, dan Duta—direncanakan beroperasi tahun 2001. Mereka menampung banyak tenaga pemula, tetapi juga memicu eksodus wartawan berpengalaman, baik dari media siaran maupun penerbitan pers yang ada.

Tumbuhnya media komunikasi dan informasi baru—Internet—terjadi tepat saat reformasi digulirkan. Sampai Desember 2000, tercatat lebih 390 situs, sekitar 90 merupakan majalah web, 30 tergolong portal berita atau informasi. Surat kabar online mencapai 40 lebih. Sebagian besar bertujuan  bisnis murni. 

Tidak pelak lagi, proses kristalisasi atau eliminasi alamiah telah dan akan terus berlangsung. Secara global, media “dot com” mengalami pasang-surut dan  diperkirakan sebagian besar akhirnya terpaksa gulung tikar. Begitu pun, potensi dan prospeknya secara umum dianggap bagus, mengingat perluasan pesat jaringan telepon dan pertumbuhan komputerisasi di kantor-kantor maupun rumah-rumah.

Baca lanjutannya: Sejarah Lengkap Pers Indonesia dari Masa ke Masa (Bagian 12)

Related

Indonesia 2343787706222670151

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item