Ternyata, Kita Bisa Benar-benar Sakit Kalau Berpikir Akan Sakit


Naviri Magazine - Apa yang kita rasakan, sebagian besar dipengaruhi oleh apa yang kita harap akan rasakan, dan pada dasarnya beginilah cara kita belajar: jika sebuah pengalaman baru menegaskan ekspektasi dan kepercayaan yang kita pegang sebelumnya, orang akan lekas percaya daripada pengalaman yang merongrong apa saja yang kita percaya.

“Ini disebut bias konfirmasi. Kita cenderung memilih informasi yang konsisten dengan apa yang kita percaya, dan mengesampingkan informasi yang berlawanan dengan kepercayaan kita,” jelas Marieke Jepma, psikolog kognitif dari University of Amsterdam.

Pada prakteknya, bias konfirmasi bisa menguntungkan, seperti pada efek placebo, atau merugikan apalagi jika bersinggungan dengan rasa sakit. 

Dalam sebuah penelitian yang dimuat di Nature Human Behavior, Jepma dan sejumah peneliti lain mengamati sejauh mana ekspektasi memengaruhi persepsi kita akan rasa sakit, baik lewat laporan subyektif atau brain imaging.

Dalam penelitian mereka, para partisipan diajarkan untuk mengasosiasikan petunjuk visual dengan panas bertemperatur tinggi atau rendah. Jadi, saat melihat input visual tertentu, mereka akan mengekspektasikan rasa sakit tingkat rendah atau sebaliknya. 

Setelah itu, petunjuk visual kembali diperlihatkan pada para peserta. Bedanya, kali ini tak dikaitkan dengan tinggi atau rendahnya panas. Para periset meminta subyek untuk memberitahu seintens apa rasa sakit yang mereka harapkan dari tiap petunjuk gambar, dan seintens apa rasa sakit yang benar-benar mereka rasakan.

Para peneliti menemukan, rasa sakit yang dialami oleh subyek berbanding lurus dengan ekspektasi mereka. Saat para peneliti memeriksa aktivitas otak subyek, mereka menemukan panas dengan intensitas yang sama bisa memicu aktivitas yang lebih kuat dalam “jaringan rasa sakit” otak, saat mereka mengharapkan rasa sakit yang intensitasnya tinggi daripada sebaliknya.

“Temuan kami bahwa ekspektasi memengaruhi jaringan dalam otak yang memproses rasa sakit menunjukkan bahwa ekspektasi punya efek ‘yang mendalam’ dan sangat memengaruhi proses penciptaan rasa sakit dalam otak,” terang Jepma. 

“Sejumlah penelitian sebelumnya sudah membuktikan, ekspektasi akan rasa sakit bahkan bisa memengaruhi aktivitas yang dipicu rasa sakit di tulang belakang. Jadi, bisa disimpulkan, subyek penelitian kami tak ‘mengarang’ apa yang mereka rasakan.”

Temuan ini juga memiliki implikasi tertentu bagi penderita rasa sakit kronis, atau mereka yang berisiko menderita rasa sakit kronis, ujar Jepma. Sayang, penelitian yang dilakukan Jepma pada subyek yang tak memiliki rasa sakit kronis. Jadi, perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan ini.

“Saat seseorang memiliki kepercayaan negatif tentang rasa sakit, efeknya akan menganggu proses penyembuhan,” katanya. “Di sisi lain, sebaliknya bisa juga terjadi: ekspektasi positif bisa mengurangi rasa sakit yang dialami seseorang, dan mempercepat penyembuhan sehingga lebih bisa bertahan dari rasa sakit kronis.”

Related

Science 7972241360545148231

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item