Ulasan Lengkap: Hukum Merokok Dalam Pandangan Islam (Bagian 2)

 
Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ulasan Lengkap: Hukum Merokok Dalam Pandangan Islam - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat dipahami makruh hukumnya. Senada dengan sepotong paparan di atas, diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut: 

“Tentang tembakau… sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwa tembakau tidak memabukkan, dan hakikatnya bukan benda yang memabukkan, di samping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. 

“Pada dasarnya, semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lain menghukumi haram atau makruh, karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.” 

Demikian pula yang dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy, di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167), sebagai berikut: 

“Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. 

“Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy, terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha, mengatakan: Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.”

Ulasan 'Illah (reason of law) 

Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. 

Benang ruwet itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian. 

Pertama; sebagian besar ulama terdahulu berpandangan, merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. 

Barangkali dalam gambaran kita sekarang, kemudaratan merokok dapat pula dinyatakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. 

Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok setiap hari, belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang setiap hari makan durian, kemungkinan besar akan terjangkit penyakit berat. 

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. 

Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. 

Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh. Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi, khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. 

Tidak banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya. 

Ketiga; hukum merokok bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya, mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. 

Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi, merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya, atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil. 

Keempat; kalau merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. 

Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja, sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan, dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. 

Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya, karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya. 

Related

Moslem World 3197557481850377018

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item