Memahami Dampak Negatif dari Kebiasaan Mengonsumsi Daging


Naviri Magazine - Para pakar ketabiban semenjak Mesir Kuno atau masa Kekaisaran Romawi sudah menyatakan dan meyakini bahwa sesungguhnya secara dasariah manusia bukanlah pemakan daging hewan, namun pemakan tumbuh-tumbuhan. 

Dari bentuk gigi-geligi, organ pencernaan hingga bahkan air liurnya, manusia lebih menyerupai hewan pemakan buah, sayur dan biji-bijian dibandingkan dengan hewan pemangsa semacam burung nasar!

Kalau kemudian pada perkembangan selanjutnya manusia mulai mengenal daging hewan dan mengkonsumsinya, itu disebabkan karena kondisi alam dan cuaca yang tidak memungkinkan (untuk tidak melakukannya). Pada cuaca yang sangat dingin, manusia butuh menghangatkan diri—dan suhu makanan yang tinggi pada umumnya terdapat pada protein hewani. 

Dari situlah kemudian manusia mulai mengenal dan mengkonsumsi daging hewan—namun hal itu lalu menjadi kebiasaan sehari-hari sehingga daging hewan kemudian menjadi menu makanan keseharian sebagaimana juga manusia mengkonsumsi sayur, kacang-kacangan dan biji-bijian.

Kembali lagi pada pertanyaan, lalu apa salahnya memakan daging? Bukankah setiap orang punya hak untuk menjadi vegetarian ataupun tidak menjadi vegetarian?

Tentu saja tidak ada salahnya memakan daging, apalagi dunia medis pun mengakui bahwa daging adalah penyedia protein yang tinggi. Lebih dari itu, menjalani hidup sebagai vegetarian juga hanya sekedar pilihan dan bukannya suatu keharusan. Namun, orang-orang yang menjalani gaya hidup vegetarian juga bukannya tanpa alasan. 

Meskipun mungkin tidak dilatarbelakangi dengan pengetahuan kedokteran ataupun gizi, orang-orang pelaku gaya hidup vegetarian ini percaya bahwa gaya hidup tanpa daging ini jauh lebih sehat bagi tubuh, psikis, dan terutama spiritual. Dua hal terakhir itulah yang tidak mampu diberikan oleh bahan makanan yang berasal dari daging hewan.

Nah, daging juga ‘dicurigai’ sebagai biang keladi dari begitu banyaknya penyakit-penyakit berbahaya yang biasa menyerang manusia. Jadi, meskipun mungkin memakan daging bukanlah suatu kesalahan, namun ada baiknya kalau kita juga melihat fakta-fakta yang cukup berbahaya di balik daging hewan ini, bahwa di balik kelezatannya ternyata daging juga menyimpan ancaman-ancaman yang cukup ‘mengerikan’. Berikut ini di antaranya:

Perubahan biokimia

Daging yang berasal dari hewan yang disembelih mengalami perubahan biokimia. Hewan mengalami ketakutan karena akan disembelih, dan ketakutan itu kemudian mengakibatkan perubahan emosi yang sangat besar—sebagaimana yang juga terjadi pada manusia umumnya. 

Karena merasa terancam atau berada dalam keadaan bahaya, maka susunan biokimia di dalam tubuh hewan pun mengalami perubahan; kadar hormon adrenalin meningkat tajam, dan sejumlah besar hormon itu kemudian melekat pada daging si hewan dan terbawa hingga dagingnya disantap oleh manusia.

Daging yang telah tercemar tersebut bersifat membahayakan bagi manusia yang mengkonsumsinya, baik secara fisik maupun secara psikis. Sebuah lembaga gizi di Amerika bahkan menyebutkan bahwa makanan (daging) semacam itu digolongkan sebagai racun.

Menumpuknya polusi

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, manusia semakin akrab dengan bahan-bahan yang bersifat kimiawi, dan teknologi pertanian pun kemudian ikut akrab dengan bahan-bahan kimia ini. Dalam jumlah tertentu, bahan-bahan kimia ini memang cukup membantu. Namun jika melebihi dosis yang telah ditentukan, maka bahan-bahan kimia ini pun menjadi berbahaya.

Nah, tumbuh-tumbuhan yang telah tercemar oleh bahan-bahan kimia ini menjadi makanan bagi hewan, dan jika hewan ini kemudian menjadi makanan bagi manusia, maka secara otomatis bahan-bahan kimia yang menumpuk di dalam tubuh manusia pun menjadi lebih banyak dibanding dengan makhluk hidup lainnya. 

Karenanya, salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif dari bahan kimia ini adalah dengan cara memangkas atau memotong rantai makanan. Artinya, manusia hanya memakan tumbuh-tumbuhan sehingga kandungan polusi yang masuk ke dalam tubuhnya lebih sedikit.

Enzim yang membusuk

Ketika seekor hewan mati, maka enzim yang terdapat di dalam tubuhnya (bernama enzim ptomaines) akan segera menyebar untuk membusukkannya. Nah, hewan yang mati disembelih (untuk konsumsi manusia) adalah hewan yang mati dengan cepat. Karena hewan ini mati dengan cepat (bukan mati karena proses alami), maka enzim yang terlanjur menyebar ini kemudian mengurai dan ikut membusuk. Kenyataan semacam itu tentu saja tidak terjadi pada tumbuhan.

Apabila daging hewan tadi tidak segera diolah, melainkan melalui proses pengawetan di pabrik, maka enzim ptomaines tadi akan semakin membusuk dan rusak. Ketika kemudian dikonsumsi oleh manusia, enzim rusak ini turut terserap dan diproses di dalam usus dan lambung. 

Selain membahayakan, perlawanan alami yang dilakukan oleh tubuh terhadap enzim rusak tersebut akan menghabiskan energi dan kalori yang lebih banyak—dan ini sama saja dengan ‘memubazirkan’ energi tubuh.

Tak mudah diuraikan

Apabila mengkonsumsi daging hewan tanpa memperhatikan kebersihan dan takarannya, maka penyakit berbahaya semacam kanker, asam urat dan jantung koroner akan segera mampir ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. 

Lemak binatang tidak mudah diuraikan oleh tubuh, namun ketika konsumsi daging hewan ini masuk ke dalam tubuh, maka mau tak mau bahan-bahan itu pun harus disebar ke seluruh tubuh untuk diproses oleh tubuh melalui pembuluh-pembuluh darah.

Karena tidak mudah diuraikan, maka lama-lama lemak binatang ini melapisi pembuluh-pembuluh darah di dalam tubuh. Akibatnya sudah jelas; pembuluh darah menjadi menyempit, dan tekanan darah menjadi meningkat akibat penyempitan itu. Seperti yang telah disinggung di atas, inilah asal mula penyakit jantung koroner.

Related

Health 7403160113927937219

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item