Apakah Sah Puasa Tanpa Sahur dan Niat? Simak Pandangan Empat Madzhab (Bagian 1)


Naviri Magazine - Puasa Ramadhan telah dimulai, ada yang belum terbiasa bangun untuk sahur dan terkadang lupa niat berpuasa. Sebetulnya, apakah sah puasa tanpa sahur dan niat puasa?

Dikutip dari Fikih Empat Madzhab Jilid 2 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi puasa Ramadhan termasuk puasa fardhu, baik secara ada'an atau diqadha, di samping puasa kafarat dan puasa nadzar.

Puasa fardhu menurut madzhab Hanafi dan Hambali hanya memiliki satu rukun saja, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan. Sementara niat dan orang yang berpuasa merupakan syarat sahnya puasa, bila tidak ada, maka tidak sah. Meskipun bukan rukun, tetapi keduanya tetap harus ada.

Sementara dalam madzhab Maliki ada dua pendapat yang berbeda, sebagian berpendapat bahwa puasa itu ada dua rukun, yaitu menahan diri, dan niat. Oleh karena itu puasa tidak akan tercapai kecuali dengan memenuhi kedua rukun tersebut.

Sedangkan pendapat yang diunggulkan dalam madzhab Maliki adalah pendapat yang kedua, yaitu bahwa niat bukanlah termasuk rukun puasa, melainkan syarat sahnya. Oleh karena itu, puasa dapat tercapai maknanya dengan hanya menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya saja.

Adapun menurut madzhab Asy-Syafi'i, rukun puasa itu ada tiga. Pertama, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan. Kedua, niat. Ketiga, orang yang berpuasa. Oleh karena itu menurut madzhab ini puasa tidak akan tercapai maknanya kecuali tiga rukun ini terpenuhi.

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat tidak termasuk syarat sah berpuasa fardhu, karena sudah termasuk dalam rukun puasa, bukan sekadar syarat sah atau syarat wajib saja.

Sementara bersantap sahur adalah hal yang dianjurkan ketika beribadah puasa, meskipun hanya sedikit, walau hanya segelas air.

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam Fikih Empat Madzhab Jilid 2 mengutip hadits riwayat Al-Bukhari tentang keberkahan pada makan sahur meskipun tidak diwajibkan, Nabi SAW bersabda, "Bersahurlah kalian, karena di dalam sahur itu terdapat barokah."

Dikutip dari Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i oleh Syaikh Dr. Alauddin Za'tari, berdasarkan hadits Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Minta tolonglah kamu dengan makan sahur untuk puasa di siang hari, dan dengan tidur siang untuk menjalankan shalat malam."

Adapun waktu sahur adalah setelah tengah malam, namun semakin mendekati waktu imsak maka semakin afdhal, selama tidak di waktu yang diragukan dengan waktu imsak dengan pedoman sabda Nabi yang diriwayatkan At-Tirmidzi, dikutip dari Fikih Empat Madzhab Jilid 2:

"Tinggalkanlah sesuatu yang membuatmu ragu dan pilihlah sesuatu yang tidak membuatmu ragu."

Apakah sah puasa tanpa sahur dan niat? Berikut selengkapnya menurut empat madzhab:

1. Niat puasa menurut madzhab Asy-Syafi'i

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat merupakan rukun puasa, bukan sekadar syarat sah atau syarat wajib saja. Sementara sahur tidak masuk rukun dan syarat sah puasa.

Niat puasa menurut madzhab Asy-Syafi'i harus selalu diperbaharui pada setiap hari puasa. Dan harus juga diinapkan, yakni dilakukan di malam hari sebelum tiba waktu fajar, meskipun sedari waktu maghrib, dan meskipun di malam tersebut ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa karena puasa hanya dihitung saat siang hari saja.

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat puasa itu ditanamkan di dalam hati dengan mengucapkan, "Saya berniat untuk berpuasa Ramadhan esok hari.." atau "Saya berniat untuk berpuasa nadzar esok hari.."

Sementara niat pada puasa sunnah menurut madzhab Asy-Syafi'i boleh dilakukan kapan saja, bahkan ketika hari sudah siang sekalipun, dengan syarat sebelum matahari tergelincir yakni sebelum waktu zuhur, dan dengan syarat belum melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa, misalnya sudah makan atau minum sesuatu.

Selain ditanamkan di dalam hati, niat juga harus dilafalkan secara lisan karena pelafalan dengan lisan dapat membantu dan mempertegas niat tersebut, misalnya dengan melafalkan, "Saya berniat untuk berpuasa Ramadhan esok hari di bulan Ramadhan karena Allah subhanahu wa ta'ala."

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat puasa juga tidak dapat terwakilkan dengan hanya memakan sesuatu di waktu sahur saja, pada puasa apapun, kecuali jika saat makan itu terbetik di dalam pikirannya akan berpuasa di esok hari dan meniatkannya dengan niat puasa.

Begitu juga jika waktunya sudah sangat mendesak dan hampir mendekati waktu menyingsingnya fajar, yakni waktu imsak atau waktu subuh, sedangkan ia belum makan sahur, makan dengan sahurnya itu sudah dianggap sebagai niat berpuasa.

2. Niat puasa menurut madzhab Hanafi

Menurut madzhab Hanafi, niat puasa Ramadhan adalah syarat sah puasa, di samping suci dari haid dan nifas. Sementara, sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Karena itu, menurut madzhab Hanafi, tidak sah hukumnya puasa yang dilakukan tanpa berniat terlebih dahulu, sebab untuk membedakan antara puasa yang masuk dalam wilayah ibadah dengan puasa yang hanya menjadi kebiasaan atau semacamnya, misalnya untuk diet atau pengobatan.

Niat puasa menurut madzhab Hanafi sudah dianggap cukup apabila seseorang sudah menanamkan di dalam hati bahwa ia akan berpuasa Ramadhan, misalnya. Namun disunnahkan baginya untuk melafalkan niat tersebut.

Baca lanjutannya: Apakah Sah Puasa Tanpa Sahur dan Niat? Simak Pandangan Empat Madzhab (Bagian 2)

Related

Moslem World 3665392083682602174

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item