Apakah Sah Puasa Tanpa Sahur dan Niat? Simak Pandangan Empat Madzhab (Bagian 2)

Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Apakah Sah Puasa Tanpa Sahur dan Niat? Simak Pandangan Empat Madzhab - Bagia...


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Apakah Sah Puasa Tanpa Sahur dan Niat? Simak Pandangan Empat Madzhab - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Sedangkan waktu berniat dapat dilakukan kapan saja sejak matahari telah terbenam hingga tengah hari di keesokan harinya. Waktu siang menurut syariat adalah sejak tersebar cahaya di ufuk timur ketika fajar menyingsing hingga matahari terbenam.

Karena itu, jika waktu waktu tersebut dibagi menjadi dua, maka waktu terakhir untuk berniat adalah saat matahari hendak tergelincir, sekitar pukul 11.00 siang.

Apa bila seseorang tidak menginapkan niatnya pada malam harinya, menurut madzhab Hanafi, maka ia boleh berniat hingga waktu tersebut.

Menurut madzhab Hanafi, niat puasa Ramadhan harus terus dilakukan setiap hari, namun niat tersebut sudah terwakilkan apabila seseorang melakukan makan sahur, kecuali jika orang itu saat makan pada waktu sahur berniat bukan untuk berpuasa.

Apabila seseorang telah berniat pada awal malam, misalnya setelah salat Isya, lalu ia membatalkan niatnya sebelum tiba waktu subuh, maka pembatalan itu dianggap sah menurut madzhab Hanafi, untuk puasa apapun.

Menurut madzhab Hanafi, diperbolehkan berniat puasa saja tanpa menyebutkan jenis puasanya. Namun, lebih afdhal jika niat tersebut mencakup jenis puasa yang dilakukan dan menginapkannya di malam hari.

3. Niat puasa menurut madzhab Maliki

Menurut pendapat yang diunggulkan dalam madzhab Maliki, niat bukanlah termasuk rukun puasa, melainkan masuk syarat sahnya. Dengan kata lain, menurut madzhab Maliki, tidak sah puasa tanpa berniat, baik itu puasa wajib maupun puasa sunnah. Sementara sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Niat yang dimaksud dalam madzhab Maliki adalah niat untuk berpuasa, sementara niat untuk mendekatkan diri kepada Allah hanyalah niat yang dianjurkan.

Di dalam berniat menurut madzhab Maliki juga diwajibkan untuk menentukan puasa yang akan dilakukan. Apabila seseorang telah meniatkan puasa secara khusus, setelah itu dia ragu apakah saat itu ia berniat melakukan puasa sunnah atau puasa nadzar, atau puasa qadha, maka puasa tersebut dianggap puasa sunnah saja.

Waktu untuk berniat puasa menurut madzhab Maliki terbentang sejak terbenamnya matahari hingga fajar menyingsing. Apabila seseorang berniat di bagian akhir sekali, seperti satu detik sebelum waktu subuh, niatnya masih dianggap sah.

Namun sebaiknya niat berpuasa dilakukan lebih awal agar lebih aman dari ketergesaan, sebab makan, minum, tidur, dan berhubungan intim setelah berniat puasa tidak memengaruhi niat tersebut.

Lain halnya bila terjadi hilang akal karena jatuh pingsan atau menjadi tidak waras setelah berniat, makan niat puasa itu menjadi tidak sah dan harus diperbaharui lagi jika masih dalam waktunya.

Sementara jika niat puasa dilakukan pada siang hari, menurut madzhab Maliki, makan niat itu tidak sah, untuk puasa apapun, meskipun puasa sunnah.

Menurut mahdzab Maliki, niat berpuasa cukup dilakukan satu kali jika waktu berpuasanya dilakukan setiap hari seperti puasa Ramadhan atau puasa kafarah, selama puassaanya terus berkesinambungan.

Jika puasa terputus, misalnya karena sakit atau bepergian atau semacamnya, makan niat berpuasa harus diinapkan pada setiap malamnya selama masih dalam kondisi seperti itu. Setelah pulih sama sekali atau tidak bepergian lagi, maka satu kali niat sudah cukup untuk puasa-puasa selanjutnya.

Bila puasa Ramadhan diqadha, atau untuk berpuasa yang tidak dilakukan setiap hari, menurut madzhab Maliki, niat puasa harus dilakukan setiap malam, tidak cukup hanya diniatkan satu kali pada malam pertama saja.

Menurut madzhab Maliki, niat puasa juga cukup terwakilkan dengan niat secara hukum, yaitu dengan makan sahur, meskipun tidak terlintas sama sekali niat berpuasa di benaknya ketika makan sahur, karena tentu saja dapat dipastikan apabila seseorang sudah memakan sahur makan berarti berniat untuk berpuasa.

Apabila seseorang bertanya untuk apa makan pada jam seperti itu (jam sahur), lalu dijawab "aku sedang bersahur untuk melakukan puasa di esok hari," itu sudah cukup sebagai niat puasa.

4. Niat puasa menurut madzhab Hambali

Menurut madzhab Hambali, niat puasa adalah syarat sah puasa, di samping bersih dari darah haid dan nifas. Sahur tidak masuk syarat sah puasa.

Waktu berniat puasa boleh dilakukan kapan saja sejak terbenamnya matahari hingga fajar menyingsing untuk puasa wajib, sementara untuk puasa sunnah maka niatnya boleh dilakukan meskipun sudah lewat tengah hari, asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan atau minum sebelum dia berniat.

Dalam berniat puasa, menurut madzhab Hambali, harus tentukan puasa yang akan dilakukan, misalnya hendak puasa Ramadhan atau puasa lainnya, namun tidak harus menyertakan kefardhuannya.

Niat puasa juga harus dilakukan setiap kali hendak berpuasa setiap harinya, baik puasa Ramadhan atau puasa yang lain.

Related

Moslem World 1998976486646253703

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item