Mengapa Perbedaan Kamera Menghasilkan Foto yang Juga Berbeda? Ini Penjelasannya (Bagian 1)

Naviri Magazine - Kamera Canon dipandang merek paling top di dunia kamera karena menghasilkan foto dengan kualitas warna yang relatif lebih...


Naviri Magazine - Kamera Canon dipandang merek paling top di dunia kamera karena menghasilkan foto dengan kualitas warna yang relatif lebih unggul dibandingkan yang lain. Akurasi warna yang dihasilkan juga tak berbeda jauh dengan objek yang dipotret. 

Usman Dawood, yang membandingkan jepretan Canon dan Sony untuk PetaPixel, menyebut foto-foto yang dihasilkan kamera Sony menghasilkan warna kulit (skin tones) yang lebih kejingga-jinggaan dibandingkan aslinya, sementara foto yang dihasilkan Canon "lebih alamiah". 

Ketika memotret objek berwarna ungu, Sony menampilkan warna yang "lebih condong mendekati warna biru, sementara Canon tidak". Tatkala Sony dan Canon memotret pisang cavendis, "foto yang dihasilkan Canon terlihat lebih hidup, sedangkan Sony lebih condong ke warna hijau dan tampaknya tidak dapat mewakili rona kuning secara efektif".

Secara umum, meskipun objek yang difoto sama, ada kesan "berbeda" dari foto yang dihasilkan Canon, Nikon, Sony, Fujifilm, Leica, atau berbagai kamera ponsel. Fujifilm, misalnya, dianggap menghasilkan foto dengan warna yang lebih "hangat", sementara Leica dianggap menghasilkan "masterpiece", dan Hasselblad diyakini menghasilkan foto yang "sebenar-benarnya". 

Di sisi lain, Samsung Galaxy S21 Ultra diklaim menghasilkan foto yang "tajam", sementara iPhone 11 Pro Max menghasilkan gambar dengan kualitas "warna yang lebih seimbang dan rentang dinamis yang lebih baik". 

Tak ketinggalan, berbagai ponsel bikinan perusahaan Cina acap kali dituduh menghasilkan foto yang "berlebihan", membuat wajah yang biasa-biasa saja jadi lebih ganteng atau cantik.

Tentu, ada alasan di balik penilaian subjektif pada foto yang dihasilkan berbagai merek kamera. Secara mendasar, sebuah foto bisa "hangat", "tajam", "warnanya seimbang", "alamiah", dan "masterpice" karena mata manusia juga subjektif menilai warna.

Dengan penilaian subjektif inilah kamera diciptakan manusia.

Color Science

"Penglihatan, atau persepsi visual, merupakan kemampuan untuk mendeteksi cahaya dan menafsirkannya," tulis Mukul Sarkar dalam bukunya, berjudul A Biologically Inspired CMOS Image Sensor. 

Sementara itu, Kassia St Clair, dalam The Secret Lives of Colour, menyatakan warna sebagai pondasi utama dari cara "manusia dan makhluk hidup lainnya merasakan dunia". Cahaya dan warna merupakan satu kesatuan, karena melalui cahaya, warna tercipta. Melalui warna, makhluk hidup (terutama manusia) akhirnya dapat menafsirkan apa yang mereka saksikan dengan mata kepala.

Namun, apa itu warna sesungguhnya?

Segala objek yang terlihat oleh mata merupakan buah dari pantulan cahaya dari permukaan objek yang mengenainya. Masalahnya, setiap objek memproses cahaya dengan berbeda rupa. Demikian juga cahaya yang memiliki spektrum berbeda-beda. Terungkapnya perbedaan spektrum cahaya ini kali pertama digaungkan oleh Isaac Newton.

Merujuk buku berjudul The Science of Color karangan Steven K. Shevell, Newton menemukan "phaenomena of color". Kala itu, pada abad ke-17, Newton bereksperimen dengan menembakkan cahaya matahari pada prisma kaca segitiga. Tatkala cahaya matahari mengenai prisma, Newton lantas menembakkan cahaya tersebut ke prisma kedua, dan membuat cahaya matahari tersebut sangat membias. 

Dari pembiasan yang luar biasa itu, sebagaimana terangkum dalam karyanya, berjudul Opticks, Newton menemukan fakta bahwa cahaya memiliki spektrum warna (visible light)—yang timbul dari satu panjang tertentu gelombang elektromagnetik. 

Bukan hanya satu—putih seperti yang diyakini kalangan ilmuwan sebelum dirinya, tetapi cahaya menghasilkan tujuh spektrum warna, yakni merah, jingga, kuning, hijau, biru, indigo, dan violet (terkadang, violet dianggap sebagai "biru" merujuk pada pantun lawas Eropa: "Roses are red, violet are blue"). 

Dari ketujuh warna tersebut, merah, hijau, dan biru (RGB) merupakan warna dasar (primary color) dan warna-warna lainnya adalah "warna tambahan". Warna dasar merupakan warna yang tidak dapat dihasilkan dari mencampuradukkan spektrum cahaya. Warna tambahan tercipta atas percampuran spektrum warna dasar. Jingga, misalnya, adalah campuran merah dan kuning.

Menurut The Secret Lives of Colour, ketika cahaya (dan berbagai spektrum warna yang dibawanya) menimpa objek, objek memperlakukannya secara berbeda. Di satu sisi, sebuah objek menyerap salah satu atau sebagian spektrum warna yang mengenainya, dan memantulkan satu atau sebagian spektrum lain. 

Di sisi lain, sebuah objek hanya menyerap secuil spektrum warna yang mengenainya, dan memantulkan secuil lainnya. Tomat, misalnya, menyerap spektrum berwarna biru, ungu, hijau, kuning, dan jingga (panjang gelombang spektrum warna ini berukuran pendek dan menengah), dan memilih memantulkan spektrum berwarna merah (spektrum yang memiliki ukuran gelombang terpanjang). 

Maka, dari spektrum yang dipantulkan tomat ini, manusia menafsirkan bahwa tomat berwarna merah—dengan menihilkan intensitas cahaya yang menerpa objek (misalnya, tomat dilihat dalam ruangan terang atau redup).

Tentu, suatu objek ditafsirkan manusia berwarna merah, kuning, atau hijau tidak semata berkat hukum-hukum fisika. Kembali merujuk buku yang ditulis Clair, tatkala cahaya masuk ke dalam bola mata manusia, cahaya diproses sensor peka cahaya bernama "rod" (sel batang), yang berfungsi membedakan terang dan gelap, dan "cone" (reseptor), yang sangat peka warna. 

Baca lanjutannya: Mengapa Perbedaan Kamera Menghasilkan Foto yang Juga Berbeda? Ini Penjelasannya (Bagian 2)

Related

Technology 4714166803595076291

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item