Cara Berpikir Orang-orang Kaya yang Menjadikan Mereka Kaya (Bagian 1)


Naviri Magazine - Secara umum, ada tiga cara menjadi kaya-raya. Ada yang menjadi kaya karena warisan, karena menikah dengan orang kaya, dan karena hasil usaha sendiri. Dari tiga cara menjadi kaya tersebut, hanya yang terakhir (hasil usaha sendiri) yang tampaknya bisa diandalkan. 

Menjadi kaya karena warisan tidak bisa diandalkan, karena belum tentu orang tua kita sangat kaya sehingga bisa mewariskan kekayaan. Bahkan umpama orang tua kita benar-benar kaya pun, tidak ada jaminan kekayaan itu akan sampai ke tangan kita, karena bisa jadi ada hal-hal tertentu yang membuat kekayaan orang tua berkurang atau hilang.

Yang kedua, menikah dengan orang kaya, memang bisa saja benar-benar terjadi. Seorang wanita menikah dengan lelaki kaya-raya, kemudian ikut menikmati kekayaan. Atau lelaki yang menikah dengan wanita kaya-raya, hingga bisa ikut mengecap kekayaan. 

Tapi hal-hal semacam itu juga tidak bisa diharapkan apalagi dipastikan. Banyak orang yang bahkan tidak/belum tahu siapa jodoh atau pasangannya kelak.

Satu-satunya cara menjadi kaya yang bisa diharapkan tampaknya yang terakhir, yaitu menjadi kaya dengan usaha sendiri. Cara ini meletakkan pilihan dan tanggung jawab pada diri kita sendiri. Artinya, kita bisa menjadi kaya sebagaimana yang kita harapkan, jika kita memang mau berusaha menjadi kaya. 

Dalam hal ini, bisa dibilang kita tidak mengandalkan faktor luar selain diri sendiri. Kita tidak mengandalkan warisan, tidak mengandalkan undian, dan tidak berharap menikah dengan orang kaya.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara menjadi kaya?

Berdasarkan realitas, kita tentu menyaksikan dan menyadari bahwa jauh lebih banyak orang miskin daripada orang kaya. Jumlah orang kaya selalu jauh lebih sedikit, sementara orang miskin selalu jauh lebih banyak. 

Jika menjadi kaya harus ditempuh dengan bekerja, bukankah orang-orang miskin juga bekerja? Jika menjadi kaya harus dilakukan dengan rajin menabung, orang-orang miskin dan kalangan menengah juga menabung. Bahkan, jika menjadi kaya harus membuka suatu usaha/bisnis, kalangan menengah juga banyak yang melakukan hal itu, dan kenyataannya mereka tidak juga kaya.

Jadi, bagaimana sebenarnya cara menjadi kaya?

Pertanyaan itu juga menjadi bahan pikiran Steve Siebold, seorang pakar manajemen yang juga aktif berbicara di depan publik. Steve Siebold melakukan studi dengan mewawancarai para miliuner di dunia, untuk tahu bagaimana mereka bisa menjadi sangat kaya. 

Dia melakukan risetnya hingga tiga puluh tahun, sampai kemudian menemukan kesimpulan bahwa yang menjadikan para miliuner bisa menjadi sangat kaya bukan semata soal uang... melainkan lebih pada mental. 

Dalam riset yang dilakukannya, Steve Siebold menemukan bahwa para miliuner memiliki pola pikir berbeda dengan orang kebanyakan, dan pola pikir atau mental itulah yang membantu menjadikan mereka sangat kaya, sementara sebagian yang lain tidak juga menjadi kaya. 

Steve Siebold bahkan menyebut para miliuner atau orang-orang super kaya sebagai “golongan 1%”, sementara golongan lainnya—yang jumlahnya jauh lebih banyak—sebagai “golongan 99%”.

Penggolongan itu tidak dimaksudkan untuk meninggikan atau merendahkan, melainkan untuk menunjukkan bahwa sangat sedikit orang yang bermental kaya, sementara sebagian besar lain tidak memiliki mental yang sama. 

Padahal, menurut studi Steve Siebold, mental atau pola pikir jauh lebih penting daripada sekadar kepemilikan uang, tabungan, atau usaha/bisnis. Dengan kata lain, yang menjadikan para miliuner sangat kaya tidak semata karena punya uang atau tabungan, juga bukan karena bisnis atau usaha semata, melainkan lebih pada mental atau pola pikir mereka.

Karenanya, jika ingin menjadi kaya, kita bisa mencontoh pola pikir mereka. Tentu saja kita harus tetap bekerja keras, menabung, atau membuka usaha/bisnis agar bisa menjadi kaya. Tetapi, di atas semua itu, kita juga perlu memiliki mental atau pola pikir seperti yang dimiliki orang-orang super kaya. 

Berdasarkan studi yang dilakukan Steve Siebold, berikut ini adalah 100 perbedaan pola pikir antara para miliuner dan orang-orang kebanyakan. Seperti yang dinyatakan di atas, Steve Siebold menyebutnya “golongan 1%” dan “golongan 99%”. 

Golongan 1% merujuk pada para miliuner, yaitu mereka yang berada di puncak piramida finansial. Sementara golongan 99% merujuk pada kalangan biasa, yang ada di tengah dan bawah piramida finansial.

Melalui uraian berikut ini, kita bisa melihat, sekaligus melakukan introspeksi, apakah kita telah memiliki pola pikir orang kaya ataukah belum. Melalui uraian ini pula, kita bisa mulai belajar menanamkan pola pikir baru, yang akan mendukung harapan kita menjadi kaya:

Golongan 99% fokus untuk menabung. Golongan 1% fokus untuk mendapatkan hasil.

Golongan 99% melihat uang sebagai sesuatu yang linear (tetap). Golongan 1% melihat uang sebagai sesuatu yang non-linear (bisa berubah).

Golongan 99% percaya bahwa kerja keras akan membuat mereka kaya. Golongan 1% percaya bahwa kerja keras hanya satu faktor di antara banyak faktor lain yang dapat membuat mereka kaya.

Golongan 99% percaya bahwa kekayaan adalah akar segala kejahatan. Golongan 1% percaya bahwa kemiskinan adalah akar segala kejahatan.

Golongan 99% percaya bahwa menjadi kaya adalah hak istimewa. Golongan 1% percaya bahwa menjadi kaya adalah hak mereka.

Golongan 99% melihat uang sebagai sesuatu yang rumit. Golongan 1% melihat uang sebagai sesuatu yang sederhana.

Golongan 99% melihat orang kaya adalah penjahat. Golongan 1% melihat orang kaya adalah orang yang punya semangat.

Golongan 99% percaya membangun kekayaan adalah dari kerja seorang diri. Golongan 1% percaya membangun kekayaan adalah usaha bersama.

Baca lanjutannya: Cara Berpikir Orang-orang Kaya yang Menjadikan Mereka Kaya (Bagian 2)

Related

Business 5124419298147369598

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item