Hikayat Dalit, Kasta Terendah yang Terdiskriminasi di India


Naviri Magazine - Di India masih ada sistem kasta, khususnya di kalangan orang-orang yang menganut kepercayaan Hindu. Meski begitu, sistem kasta di India tidak hanya sebatas di kalangan Hindu, namun juga pada kalangan lain di luar Hindu. Di antara kasta-kasta yang ada di India, Dalit dianggap sebagai kasta yang paling rendah, dan kasta ini kerap mengalami diskriminasi di sana.

Menurut Biro Sensus India, yang dilansir India Express, pada tahun 2011 ada 16,6 persen warga kasta Dalit dari seluruh populasi di India. Hampir setengahnya tinggal di negara bagian Uttar Pradesh (21 persen), West Bengal (11 persen), Bihar (8 persen), dan Tamil Nadu (7 persen). Negara bagian dengan penduduk kasta Dalit terbanyak adalah Punjab (31,94 persen), sementara yang paling sedikit adalah Mizoram (hampir 0 persen). 
 
Dalit adalah kasta terendah di India yang bahkan tak dimasukkan dalam empat tingkatan sistem varna (Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra) sehingga digolongkan sebagai varna kelima (panchama). Nama “dalit” berarti “yang tertindas” dalam Bahasa Sanskerta, atau “yang terpecah/tercerai berai” dalam Bahasa Hindi. 

Istilah “dalit” digunakan dalam klasifikasi sensus British Raj (pemerintah kolonial Inggris di India) untuk merujuk kelas tertindas sebelum tahun 1935. Ekonom dan pembaharu, BR Ambedkar (1891-1956), yang juga seorang Dalit dan menjadi tokoh paling penting bagi kaum tersebut, mempopulerkannya pada tahun 1970. Istilahnya kian akrab di telinga rakyat India setelah diadopsi oleh kelompok aktivis bernama Dalit Panthers. 

Komisi Nasional untuk Kasta yang Terdaftar India menganggap penggunaan istilah “dalit” sebagai tindakan yang "tidak konstitusional" karena undang-undang modern lebih memilih istilah “Kasta yang Terdaftar”. Namun sejumlah sumber menilai “dalit” lebih representatif untuk menunjuk kelompok-kelompok di India yang tertindas dibanding “Kasta yang Terdaftar”. 

Menurut James G. Lochtefeld, dalam buku “The Illustrated Encyclopedia of Hinduism: N-Z”, warga Dalit dianggap “mencemari” masyarakat Hindu sehingga dijatah pekerjaan paling kotor dan gaji terendah. Sejak lama orang-orang Dalit menjadi korban pengucilan; orang yang menyentuh fisik si Dalit bisa dianggap tercemar. 

Lembaga riset kebijakan ekonomi tertua India National Council of Applied Economic Research (NCAER), bersama Universitas Maryland, pernah mengadakan survey seputar sikap kelompok-kelompok sosial di India terhadap orang Dalit. 

Hasil survey yang dilaporkan harian India Express pada 2014 menemukan bahwa 27 persen responden masih menghindari kontak fisik dengan orang-orang kasta Dalit, atau yang disebut praktik “untouchability”. 

Riset juga menunjukkan bahwa sepertiga dari penganut Hindu yang menjadi responden (30 persen) masih melakukannya. Lebih spesifik lagi, mereka melarang warga Dalit memasuki dapur atau menggunakan peralatan masak-makan. 
 
Tak hanya warga Hindu, praktik “untouchability” juga dilakoni para responden Sikh sebesar 23 persen, Muslim sebanyak 18 persen, dan Kristen dengan 5 persen. Dengan kata lain, diskriminasi yang terjadi hingga saat ini meluas tidak hanya dilakukan oleh warga empat kasta teratas, tapi juga penganut ajaran non-Hindu di India. 

Dr. Vinod Sonkar pernah berbagi pengalaman sebagai korban, kepada BBC. Sonkar punya gelar PhD di bidang hukum, dan mengajar di sebuah kampus di Delhi. Suatu hari ia memesan teh di sebuah warung di daerah Rajastan. Si pemilik menyerahkan secangkir teh sambil bertanya apa kasta Sonkar. 
 
“Aku seorang Dalit,” jawab Sonkar. 

“Kalau begitu, cuci sendiri gelasmu jika sudah selesai,” kata si pemilik warung. 

Harga diri Sonkar terasa diinjak-injak betul. Gelas yang dipegangnya ia lempar, melayang menyeberangi ruangan, dan pecah menghantam tembok. Pelanggan lain sampai menghentikan aktivitas minum tehnya. 

Sonkar tak ragu menyebut India sebagai negara penganut apartheid. Apartheid pernah dilaksanakan di Afrika Selatan selama dijajah oleh minoritas kulit putih yang membuat aturan pemisahan dari warga kulit hitam di ruang publik. 

Sonkar meneliti India dengan cara membandingkan sistem sosial masyarakatnya dengan negara bekas penganut aparteid lain, termasuk Amerika Serikat yang dulu menganut kebijakan perbudakan dan segregasi serupa. 

India memang telah melarang praktik “untouchability” sejak tahun 1956. Aturan tentang kesetaraan juga terpampang jelas di konstitusi dan UU Penyalahgunaan Kekerasan yang disahkan tanggal 31 Maret 1995. Namun Sonkar berargumen, terlepas dari aturan hitam di atas putih, 15 persen dari populasi Dalit masih dipinggirkan oleh masyarakat India lain. 

Menurut laporan eksklusifnya, Human Rights Watch punya kesimpulan serupa: ada aturan formal terkait pelarangan diskriminasi di berbagai bidang kehidupan maupun persekusi terhadap warga kasta Dalit, namun penegakannya di lapangan kerap nihil. 

Otoritas lokal terkadang menerima laporan warga Dalit yang jadi korban kekerasan massal (dulu juga sering ada praktik pembunuhan di luar hukum) dan tindak melawan HAM lain. Namun penegakan hukumnya kerap berakhir nihil. 
 
Amit adalah salah seorang wargha Dalit dari desa Haryana. Kepada BBC, ia menyepakati kesimpulan HRW melalui kisah-kisahnya yang pedih. Warga Dalit, paparnya, masih sering dilarang memasuki rumah atau kuil ibadah oleh orang-orang dari kasta yang lebih tinggi. Dalam perubahan sosial yang diharapkan namun berjalan lambat, Amit menyaksikan seorang Dalit diikat di sebuah pohon dan dipukuli orang dari kasta yang lebih tinggi. 
 
“Polisi tak berbuat apa-apa sebab tak ada di antara mereka yang berasal dari kasta Dalit,” katanya. 

Diskriminasi melahirkan kemiskinan. Warga Dalit di berbagai pelosok di India rata-rata menghuni kelas sosial terbawah, alias berkubang di bawah garis kemiskinan. Beberapa ada yang bisa memperbaiki kondisi hidup lewat pendidikan tinggi, namun nasib ini belum merata ke seluruh warga Dalit.
 
Dalam aturan klasik, yang masih banyak ditemukan hingga kini, warga Dalit menggantungkan hidupnya dari profesi “kotor”, dan otomatis bergaji paling rendah. 

“Ini seperti kau lahir dengan stempel di dahi, dan kau tak akan pernah bisa menghapusnya,” kata Amit mengilustrasikan bahwa diskriminasi yang dihadapi kaumnya adalah sesuatu yang terberi sejak lahir. 

Kondisi yang sama sekali tidak adil, tapi mengubahnya pun tak semudah membalik telapak tangan. 

Related

International 1596270378212303006

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item