Fakta di Balik Para Fotomodel Bertubuh Sintal yang Kini Mencuri Perhatian Dunia


Naviri Magazine - Apa yang terlintas dalam benak Anda, ketika mendengar istilah “model”? Kemungkinan besar, yang akan langsung terbayang dalam benak Anda adalah sosok-sosok wanita bertubuh kurus atau langsing, dengan postur yang sempurna untuk membawakan busana. Biasanya pula, mereka juga wanita-wanita cantik. Itu memang stereotipe yang biasa melekat pada sosok yang disebut model.

Namun, sekarang, stereotipe itu tampaknya akan mulai berubah atau setidaknya bergeser. Jika sebelumnya hanya para wanita kurus yang menjadi model, kini telah muncul wanita-wanita bertubuh sintal atau montok yang juga menjadi model. Tentu saja, mereka membawakan busana atau baju-baju yang sesuai bentuk tubuhnya.

Video iklan Misguided, lini pakaian dalam asal Inggris, misalnya, menampilkan seorang wanita bernama Tina yang memiliki tubuh sintal. Ia bukan model profesional, namun dipilih untuk menjadi model bagi produk pakaian dalam Misguided.

Dalam video itu, ia berkata bahwa tak seorang pun bisa menentukan apa yang pantas atau tidak pantas ia kenakan. Kamera menyorot lekuk tubuh Tina dengan selulit di beberapa bagian. Hal ini tidak membuatnya malu. Tayangan tersebut ditutup dengan tulisan #makeyourmark, judul kampanye yang diadakan Misguided. Proyek ini bertujuan mengingatkan kembali tentang perlunya menghargai diri apa adanya. 

Kampanye tersebut melengkapi sejumlah kampanye tentang tubuh wanita yang beberapa tahun ke belakang mulai disuarakan. Dua tahun lalu, Lane Bryant, lini pakaian dalam pertama yang awalnya fokus memproduksi pakaian dalam bagi wanita berisi, menciptakan kampanye #ImNoAngel. 

Dalam kampanye tersebut, ditunjukkan beberapa wanita berbadan sintal menggunakan pakaian dalam yang mengucapkan opini mereka tentang tubuh. 

Salah satu pelopornya ialah Tess Holliday. Ia adalah model yang biasa menggunakan pakaian berukuran 22 (XXL). Setelah menandatangani kontrak dengan sebuah agensi model di Amerika Serikat, ia menjadi sampul majalah People, dengan kisah tentang dirinya sebagai model berukuran 22 pertama di Amerika Serikat. 

Namun, Tess tak berhenti di situ. Ia tidak ingin membatasi kepopulerannya hanya dengan menjadi sampul majalah. Ia pun memulai kampanye #effyourbeautystandards.

Melalui akun media sosial, Tess menyampaikan pesan kepada para perempuan dengan ukuran tubuh seperti dirinya untuk menolak aturan-aturan yang membatasi diri mereka. 

Kini, #effyourbeautystandards telah memiliki jutaan pengikut di Instagram dan tagarnya telah tersemat pada jutaan unggahan, rata-rata foto selfie dan foto busana yang dikenakan seseorang. Umumnya, unggahan itu dilengkapi caption yang berbunyi motivatif.

Majalah Time menyebut Tess sebagai salah satu orang berpengaruh di internet. Meski demikian, Tess masih mengingat reaksi orang saat mendengar ia berkata bahwa dirinya seorang model. 

“Mereka seperti baru mendengar kabar kalau saya baru saja membunuh seseorang,” kata Tess kepada Telegraph. Tess ialah ibu seorang anak yang selalu punya mimpi menjadi seorang model. Sebelum mimpi itu terwujud, ia sempat bekerja sebagai penata rias. 

Kampanye berikutnya seputar ukuran tubuh digagas oleh model Stefania Ferrario. Ia menggagas gerakan #droptheplus. Gerakan ini dibuat untuk melawan perisakan yang kerap dialami model berukuran tubuh lebih berisi. Stefania menganggap ‘plus size’ bukan kata positif. Oleh karena itu, ia mengajak publik, terutama mereka yang bergerak di industri mode, untuk mengganti kata tersebut dengan ‘curve’.

Hal yang menjadi perhatian utama #droptheplus ialah dampak dari penggunaan kata plus size di ranah publik. Dalam situs resmi kampanye ini, tertulis bahwa bila seorang wanita muda melihat foto seorang perempuan yang sangat sehat dengan caption ‘plus size model’ di bawahnya, hal tersebut berpotensi membuat tubuh mereka dianggap lebih besar dari yang seharusnya. Pendeknya, istilah plus size mengasumsikan ukuran badan yang lebih besar dari ukuran "normal" atau di luar kenormalan. 

Hal ini bisa mempengaruhi seseorang dalam memandang dirinya dan bisa berdampak pada kesehatan mental serta fisik mereka. Di samping itu, gerakan ini juga hendak memperbarui regulasi perekrutan model. Para model yang direkrut harus memenuhi indeks massa tubuh ideal. Regulasi itu telah berlaku di sejumlah negara seperti Italia, Spanyol, Israel, dan Swedia. 

Virgie Trovar, seorang aktivis dan dosen, berkata bahwa ada masa dalam hidupnya di mana ia menghabiskan hari dengan berdiet. Pada masa itu, selain mengontrol makan, ia pun melakukan beragam olahraga. Namun, Virgie mengaku setiap hal yang dilakukannya tidak pernah membuatnya merasa puas. 

Lantas ia mencoba mengganti pola pikir dengan menanamkan pemikiran tentang menjaga diri dan mencintai diri. Dua sudut pandang itu ia anggap sesuai untuk memandang tubuhnya sendiri. Virgie memutuskan untuk membentuk gerakan #losehatenotweight. Akun Instagram Virgie kini memiliki 34.000 pengikut, dan #losehatenotweight memiliki 62.000 unggahan. 

Situs i-D menuliskan, bahwa satu klik yang dilakukan di media sosial sanggup membawa perubahan. Apakah hal tersebut berupa tanda like pada status seseorang, meneruskan unggahan Twitter, atau menandatangani petisi. 

“Hal yang dibutuhkan ialah keberadaan seseorang untuk menantang narasi dominan dari tubuh perempuan. Selebihnya, brand besar akan mulai mendengarkan hal tersebut,” tulis i-D.

Keuntungan di Balik Kampanye

Namun, tentu saja, di atas semua kampanye sikap positif terhadap tubuh, ada keuntungan yang hendak diraup. Brand Lane Bryant pernah mencoba merekrut wanita yang bukan seorang model profesional untuk menjadi penampil pada berbagai platform marketing mereka, termasuk media sosial. 

Memakai model yang bukan model betulan ternyata membuat lini ini yakin mampu meningkatkan penjualan mereka menjadi $50 juta. 

Logikanya sederhana. Sebuah baju bisa saja tampak bagus hanya karena dikenakan oleh supermodel berbadan kurus, tapi belum tentu cocok dipakai oleh orang berbadan montok. Namun, jika baju dalam iklan dikenakan oleh "perempuan pada umumnya", pemirsa iklan lebih mungkin merasa terhubung, dan menganggap pakaian itu juga akan pantas dipakai olehnya.    

Sebuah video kampanye yang dilansir oleh label busana Refinery 29, misalnya, memperlihatkan perkataan seorang wanita yang mengungkap bahwa tayangan yang ada di televisi tidak pernah membuat dirinya merasa terhubung dengan apa yang ditampilkan. Anggapan serupa terjadi pula dalam ranah produk lingerie. 

Berbagai kampanye tentang ukuran tubuh terlihat berjalan beriringan dengan pembaruan konsep dari iklan produk pakaian dalam wanita. Victoria Secret tidak lagi jadi patokan utama. Muncul iklan-iklan yang menampilkan tubuh model apa adanya, dan hal tersebut justru meningkatkan penjualan produk. Adore Me, lini produk lingerie asal New York, merasakan hal ini. 

“Pembeli lebih suka melihat figur yang realistis dan berlekuk di dalam iklan,” tulis The Independent. 

Related

International 3988780213136244922

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item