Dampak Buruk Resesi Seks di Negara-negara Maju dan Asal Usul Penyebabnya

Naviri Magazine - Dunia tengah dihantui fenomena resesi seks dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena terjadi justru di negara-negara maju s...


Naviri Magazine - Dunia tengah dihantui fenomena resesi seks dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena terjadi justru di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, serta Tiongkok.
 
Resesi bermakna kemerosotan. Dengan demikian resesi seks sendiri bisa diartikan sebagai fenomena menurunnya hasrat pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah, dan punya anak.
 
Tak hanya itu, resesi seks berdampak pada penurunan jumlah populasi secara drastis. Lalu apa saja penyebab munculnya fenomena resesi seks ini?

Mengutip beberapa jurnal ilmiah, beberapa faktor yang melatarbelakangi fenomena resesi seks antara lain pandemi Covid-19, climate change, hingga ketergantungan pada Smartphone dan gadget.
 
Keterbukaan informasi membuat beragam gagasan sangat mudah diakses. Seseorang juga dengan mudah dapat terkontaminasi dan terpengaruh pada teori-teori dan gagasan baru hanya karena ketertarikan dan rasa ingin tahu. Pada akhirnya, hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. 
 
Selain itu, di beberapa negara seperti Tiongkok dan Singapura misalnya, pasangan muda yang telah menikah pun memilih untuk menunda atau tidak memiliki anak karena alasan tingginya biaya merawat anak. 
 
Gagasan ini semakin meluas karena faktor pandemi yang memang memukul perekonomian. Di sisi lain pandemi Covid-19 juga menjadi faktor yang menggagalkan rencana banyak pasangan muda untuk menikah. 

Lain halnya di Korea Selatan, berkembang komunitas feminis yang beranggotakan wanita-wanita muda. Mereka bahkan telah bersumpah untuk tidak menikah. Mereka juga berjanji tak mau punya anak bahkan enggan berkencan dan berhubungan seksual. 
 
Kelompok ini berkomitmen dengan aturan hidup no dating, no sex, no marriage, and no child-rearing, yang artinya adalah tidak berkencan, tidak berhubungan seks, tidak menikah, dan tidak mengasuh anak. 
 
Meski komunitas tersebut tumbuh di Korea Selatan, namun tidak bisa dipungkiri gagasan dan idealisme mereka juga mendapat dukungan dari masyarakat-masyarakat negara maju dan negara berkembang lainnya. 
 
Fenomena resesi seks dan penurunan tingkat kelahiran bahkan membuat pemerintah Tiongkok mencabut kebijakan dua anak cukup. Kini mereka telah memperbolehkan pasangan suami istri punya hingga tiga anak.
 
Dikutip dari BBC, berdasarkan data sensus penduduk dalam satu dekade terakhir, angka kelahiran di Tiongkok turun ke tingkat terendah sejak tahun 1960-an. Disebutkan, hanya ada 12 juta bayi lahir pada tahun lalu, ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2016, yakni 18 juta kelahiran.
 
Sontak saja, permasalahan ini menghadirkan kekhawatiran pemerintah Tiongkok soal ancaman penurunan populasi akibat resesi seks. 

Related

News 6054728469845143149

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item