Ini Penyebab Produk UMKM Lokal Sulit Bersaing di Marketplace (Bagian 2)


Naviri Magazine - Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Ini Penyebab Produk UMKM Lokal Sulit Bersaing di Marketplace - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia, Zakir Machmud, menjelaskan, ada kendala yang membuat produk UMKM sulit bersaing dengan produk serupa yang didatangkan dari luar negeri alias impor. Yang pertama dan paling utama adalah UMKM Indonesia saat ini cenderung kurang melek digital. 

Upaya mendigitalisasi proses bisnis pelaku UMKM, terutama yang masih asing dengan perkembangan teknologi, masih sulit karena terbentur pola pikir pelakunya sendiri. 

"Jadi walaupun kita bicara digitalisasi, kita tetap harus melakukan pendampingan. Pendampingan itu macam-macam bentuknya, bisa melalui training, coaching, gathering, dan konsultasi. Intinya UMKM harus mempersiapkan diri ke arah digitalisasi”, ungkap Zakir dalam keterangan tertulis. 

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, ada pula faktor lain yang membuat barang produksi UMKM kurang kompetitif. Utamanya adalah dari sisi harga yang cenderung lebih mahal ketimbang produk impor sejenis. 

Untuk urusan ini, kata dia, ada banyak hal yang jadi pemicunya. Pertama adalah efisiensi biaya logistik yang terbilang rendah. Maklum, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan porsi biaya logistik terhadap PDB-nya tergolong tinggi. 

“Jadi memang mereka [Cina] ini biaya logistiknya lebih efisien, dibandingkan Indonesia. Jadi dalam 10 tahun terakhir itu gak berubah, kita gak mengalami pengurangan biaya logistik yang signifikan, jadi masih 23,5 persen dari GDP lah ya,” kata Bhima. 

Faktor kedua adalah penataan lokasi UMKM. Belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk menyatukan UMKM dengan jenis produk yang sama di satu lokasi. Belajar dari Cina, kata dia, idealnya pelaku industri UMKM dari mulai penyedia bahan baku, produsen produk olahan produk setengah jadi, hingga produsen produk jadinya, disatukan di satu lokasi yang saling berdekatan. 

Dengan demikian, kata Bhima, biaya angkut barang dari satu lini produksi ke lini produksi lainnya bisa ditekan dan lebih efisien karena lokasinya saling berdekatan. 

“Masalah kita tuh sebenarnya fragmentasinya gini. Industrinya di mana? Bahan bakunya ada dimana? Dia [Cina] punya pusat industri yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Itu yang kita kalah,” kata dia. 

Belum lagi jenis UMKM RI adalah mikro, yang terbatas pada volume produksi, SDM, sampai pengecekan kualitas dan mutu produk. 

“Kan UMKM kita mikro ya, belum berupa home industry, itu juga jadi problem. Jadi harga penting, kualitas juga penting. Ada lagi soal barang-barang yang dibeli impor, itu kadang modelnya gak ada di Indonesia. Jadi kita telat updating model yang dibutuhkan konsumen itu seperti apa,” papar dia. 

Meski terlihat pelik, kata Bhima, namun bukan berarti Indonesia tak punya jalan keluar. Solusi dari permasalahan ini adalah pemerintah perlu mendorong integrasi yang matang untuk memperkuat UMKM di dalam negeri. Selain membantu menyaring pasar, perlu juga pengusaha lokal dibantu ketersediaan bahan baku. 

“Nah ini kelemahan dasar dari UMKM kita itu kualitas, jadi kualitasnya itu standarisasinya sering berubah-ubah. Kemudian kontrol kualitasnya enggak dilakukan secara kontinyu, dan itu yang akhirnya yang bikin malas beli barang dari pelaku usaha UMKM,” tandas dia.

Related

Internet 4321128451174294108

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item