Berdasarkan Penelitian, Kerja Lembur itu Tidak Baik (Bagian 1)

Berdasarkan Penelitian, Kerja Lembur itu Tidak Baik

Naviri Magazine - Kerja lembur, atau bekerja tanpa henti dari pagi sampai larut malam, kini telah banyak dilakukan orang di mana pun. Bukan hanya karena tuntutan pekerjaan yang semakin meningkat atau makin banyak, tapi juga karena sistem kerja saat ini seperti mewajibkan siapa pun untuk terus bekerja tanpa henti dari pagi sampai pagi lagi.

Di masa lalu, orang bisa bekerja dan beristirahat dengan waktu yang jelas. Dalam contoh sederhana, orang berangkat kerja pagi hari, istirahat makan siang hari, lalu pulang ke rumah sore hari. Sesampai di rumah, mereka terbebas dari pekerjaan hingga bisa menikmati waktu bersama keluarga, atau menikmati hidup dengan cara mereka sendiri, dan baru bekerja lagi keesokan hari.

Tetapi, kini, rutinitas semacam itu sudah sulit diperoleh. Pasalnya, dengan adanya ponsel, e-mail, dan berbagai sarana komunikasi lain, pihak perusahaan bisa menghubungi para pekerjanya kapan pun dan di mana pun, dan para pekerja harus siap mengurusi pekerjaan meski mereka tidak sedang di kantor.

Yang menjadi masalah, bekerja terus-terusan meningkatkan risiko kecelakaan, meningkatkan stres, bahkan menyebabkan rasa sakit fisik. Tapi masalahnya, banyak orang tidak bisa tidak melakukannya.

Menurut statistik terbaru dari Organisasi Buruh Internasional, lebih dari 400 juta pekerja di seluruh dunia bekerja 49 jam atau lebih per minggu, proporsi yang cukup besar dari hampir 1,8 miliar total tenaga kerja di seluruh dunia.

Dalam wawancara baru-baru ini dengan surat kabar New York Times, bahkan pengusaha Elon Musk merasa tergerak untuk menceritakan bahwa ia melalui ulang tahunnya yang ke-47 dengan mengunci diri di pabriknya, bekerja sepanjang malam. "Tanpa teman, tanpa apa-apa," tuturnya.

Bagi Musk, itu mungkin sama saja dengan hari-hari lain dalam pekerjaannya, yang mencapai 120 jam seminggu. "(Pekerjaan) ini benar-benar membuat saya mengorbankan waktu untuk bertemu anak-anak saya. Dan teman-teman," imbuhnya.

Bagi beberapa penggemarnya, ini hanyalah harga untuk menjadi manusia-setengah-dewa di Silicon Valley saat ini, sang pelopor yang secara bersamaan berusaha mewujudkan kolonisasi Mars dan menciptakan mobil listrik yang terjangkau dan diproduksi secara massal.

Tapi memperlakukan kelelahan sebagai lencana kehormatan, menetapkan preseden yang berbahaya. Berjibaku selama berjam-jam dan selama akhir pekan telah menjadi kebiasaan pokok dalam budaya start-up di Silicon Valley—dan karenanya, juga telah merembes ke berbagai belahan dunia.

Masalahnya, budaya 'lembur' ini cenderung kontraproduktif dalam mencapai tujuan menyelesaikan lebih banyak hal, atau setidaknya menetapkan harga yang sangat besar untuk melakukannya.

Ada banyak bukti bahwa kerja lembur mengurangi produktivitas Anda, serta membuat Anda merasa, dan benar-benar menjadi, kurang sehat. Lembur juga membuat Anda lebih rawan terhadap berbagai macam penyakit.

Tetap saja, jutaan pekerja tampaknya tidak mampu berhenti melakukannya, dari petugas kesehatan sampai pekerja 'gig economy' dan pekerja lepas. Lalu apa yang terjadi? Dan, apa yang bisa kita—yang tidak dapat menahan diri untuk bekerja pada Sabtu malam—lakukan terkait hal itu?

Bagaikan mabuk

Sekilas, tampaknya sudah jelas: orang yang terlalu banyak bekerja akan lelah; maka lebih mungkin untuk mengalami kecelakaan di tempat kerja. Tetapi membuktikan ini ternyata sangat sulit.

Mungkin hal tersebut dikarenakan pekerjaan berisiko juga memiliki jam kerja yang lebih menuntut, atau orang yang bekerja lebih lama menghabiskan lebih banyak waktu dalam risiko, bahkan jika mereka tidak lembur.

Tapi sebuah studi yang menganalisis 13 tahun catatan pekerjaan di AS menemukan bahwa "pekerjaan dengan jadwal lembur terkait dengan tingkat bahaya cedera 61% lebih tinggi, dibandingkan dengan pekerjaan tanpa lembur".

Studi tersebut tidak menyebutkan bahwa kelelahan adalah penyebab utama peningkatan risiko ini, tetapi ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa itu mungkin terjadi.

Misalnya, jika Anda bangun pada jam 8 pagi dan masih bangun pada jam 1 pagi hari berikutnya (berarti Anda sudah bangun selama 17 jam penuh), kinerja fisik Anda kemungkinan akan lebih buruk daripada jika Anda memiliki konsentrasi alkohol dalam darah sebesar 0,05%.

Ini adalah level yang rata-rata didapatkan oleh seorang pria dengan berat badan 73 kg jika dia minum dua kaleng bir 355 ml. Ya, Anda bagaikan mabuk saat kerja lembur.

Jika Anda tetap terjaga sampai jam 5 pagi, kerusakannya akan sama dengan memiliki konsentrasi alkohol dalam darah 0,1%—lebih dari 0,08% yang dianggap sebagai batasan yang diizinkan untuk mengemudi oleh hukum di sebagian besar negara di dunia.

Jadi, begadang akan membuat kinerja fisik Anda (seperti waktu reaksi atau koordinasi) Anda terganggu, seolah-olah Anda terlalu mabuk untuk mengemudi. Dan jika Anda tidak dapat mengemudi, dapatkah Anda bekerja dengan aman dan kompeten?

Mungkin mengetik di komputer tidak terlalu berisiko, tetapi ini adalah sesuatu yang pasti layak dipertimbangkan ketika melakukan pekerjaan manual atau fisik, atau jika pekerjaan Anda menuntut perhatian terhadap detail.

'Cambuk' algoritmik

Tetap saja, banyak orang merasa terjebak dalam siklus—mereka bergantung pada kerja lembur untuk memenuhi kebutuhan, dan membayar tagihan mereka. Mereka terjebak dalam sistem yang memberi insentif kepada mereka untuk bekerja selama berjam-jam, atau untuk bekerja sepanjang malam jika klien mereka tinggal di zona waktu lain.

Contohnya, ini sering terjadi pada pekerja 'gig economy' di Asia Tenggara dan Afrika, yang disewa oleh perusahaan atau pengusaha di AS, Inggris, atau Eropa, melalui platform freelancer untuk melakukan hal-hal seperti coding, menulis blog, membuat situs web, atau mengelola media sosial.

Penelitian baru-baru ini, yang dipimpin oleh Alex J Wood dari Oxford Internet Institute, mengungkap bahwa algoritma yang memberikan tugas kepada para pekerja adalah pendorong kuat untuk kerja lembur yang terus-terusan.

Pada dasarnya, semakin tinggi peringkat Anda di platform ini, semakin besar peluang Anda untuk dipekerjakan. Akan tetapi, untuk mendapatkan ulasan yang bagus, para pekerja harus mengakomodasi semua yang diinginkan klien mereka, dengan sedikit ruang untuk negosiasi demi mendapatkan kondisi yang lebih baik.

"Mereka harus tersedia untuk berkomunikasi kapan pun mereka diinginkan. Jika klien memberi tenggat yang sangat singkat, mereka harus menerimanya. Jika tidak, mereka akan diberi peringkat buruk," kata Wood dalam sebuah wawancara.

Baca lanjutannya: Berdasarkan Penelitian, Kerja Lembur itu Tidak Baik (Bagian 2)

Related

Science 7432616696187625577

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item