Penjelasan Singkat tentang Modern Monetary Theory (MMT)


MMT atau teori moneter modern merupakan sebuah pendekatan dalam mengelola perekonomian. Teori ini dikembangkan sejak era 90-an oleh seorang pakar ekonomi, Profesor Bill Mitchell, dan beberapa orang akademisi asal Amerika Serikat seperti Profesor Randall Wray dan Stephanie Kelton, serta seorang bankir, Warren Mosler. 

Masih belum dapat dipastikan apakah banyak masyarakat dan pemerintahan setuju dengan teori moneter modern ini. Namun, yang jelas teori yang mencetuskan ide untuk mencetak uang baru sebanyak-banyaknya guna menangani resesi global telah menimbulkan polemik di antara para ekonom dunia. 

Landasan Modern Monetary Theory

Landasan MMT sebenarnya adalah teori ekonomi yang dicetuskan oleh seorang ekonom asal Inggris, John Maynard Keynes, di era 1930 hingga 1940-an. Mereka yang mengembangkan teori ini mengklaim diri mereka sebagai penerus teori ekonomi post-Keynessian yang kini dikenal sebagai teori moneter modern.

Dalam modern monetary theory banyak dikupas mengenai pentingnya tindakan ekonomi baru yang tentunya sangat bertentangan dengan ekonomi konvensional yang berjalan di dunia saat ini. 

Gagasan utama MMT adalah bahwa pemerintah tidak perlu ragu atau takut akan munculnya defisit pada anggaran negara yang tinggi, inflasi, goyahnya nilai tukar mata uang, hingga pengeluaran yang terlalu besar untuk pemulihan ekonomi. Para pakar ekonomi pro-MMT menilai pemerintah dapat berperan besar dalam pengendalian masalah ekonomi, termasuk inflasi. 

Dalam asumsi MMT, pemerintah dapat mencetak uang baru sebanyak yang dibutuhkan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, UMKM, mengurangi beban utang luar negeri, serta tersedianya lebih banyak lapangan kerja. Sederhananya: dalam kondisi mendesak seperti resesi ekonomi, pilihan mencetak uang baru dinilai jauh lebih baik dibandingkan dengan kembali berutang pada bank dunia yang akan menambah beban utang negara yang sudah ada.  

Teori Ekonomi Konvensional di Mata Para Pendukung MMT

Mengenai MMT (modern monetary theory), para ekonom yang mendukung teori moneter modern berpendapat bahwa pencetakan uang baru tidak akan langsung menimbulkan inflasi dan mendevaluasi mata uang negara. Menurut mereka, teori ekonomi konvensional justru telah gagal memulihkan perekonomian dunia. Dampaknya, dunia investasi goyah, utang-utang semakin menumpuk, tingkat pengangguran kian tinggi, dan ekonomi secara keseluruhan kian memburuk. 

Berdasarkan penilaian para penggiat MMT, kegagalan itu terjadi karena masih banyak negara yang tetap menganut konsep stabilitas keuangan, takut menghadapi inflasi/hiperinflasi, serta takut mengatasi nilai tukar mata uang yang anjlok.

Namun, perlu diketahui bahwa risiko mencetak uang secara berlebihan juga bukan sekadar sebuah ancaman. Di tahun 2008 lalu, Zimbabwe pernah mengalami inflasi secara langsung akibat pencetakan uang baru secara berlebihan. Tidak tanggung-tanggung, inflasi yang dialami salah satu negara di benua Afrika itu pernah menembus angka 231 juta % pada saat itu.

Akibat kesewenang-wenangan Presiden Robert Mugabe yang saat itu mencetak uang baru demi mendanai kampanye politik pribadinya, inflasi tinggi pun terjadi dan tingkat pengangguran mencapai 94%. Pabrik-pabrik tutup bersamaan dengan suplai makanan yang semakin menipis. Harga-harga melambung tinggi karena stok berbagai produk di toko mana pun jadi sangat langka. Kelaparan terjadi di mana-mana dan rakyat semakin miskin. 

Lebih jauh lagi, negara itu terpaksa menyederhanakan nilai nominal mata uang dengan menghilangkan 10 angka nol. Misalnya, 10 miliar Dollar Zimbabwe nilainya menyusut menjadi hanya 1 Dollar Zimbabwe.

Kesimpulan

Gagasan modern monetary theory memang cukup menggiurkan, terutama di kalangan milenial. Kaum muda Amerika Serikat dan Jepang sudah mulai melirik teori ini karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dengan produktivitas tinggi di masa kini.

Di Indonesia sendiri, ide pencetakan uang baru ini juga telah banyak disuarakan. Bahkan, Badan Anggaran DPR telah menganjurkan kepada pemerintah untuk segera mencetak uang baru sampai sejumlah Rp 600 triliun, guna mengatasi masalah perekonomian yang produktif. Beberapa mantan menteri pun mengusulkan Bank Indonesia untuk mencetak uang baru hingga Rp 4.000 triliun.

Related

Money 5769398586157464173

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item