Mengenal Man-Child, Pria Dewasa yang Bertingkah seperti Bayi


Banyak laki-laki yang cuma terima beres. Lelaki seperti ini kerap dijuluki ‘man-child’, atau ‘bayi gede’, karena mereka sudah dewasa, tapi masih harus dilayani layaknya anak kecil. Dalam urusan rumah, mereka menyerahkan seluruh tanggung jawab kepada perempuan untuk menyelesaikannya. Contoh yang paling sering ditemukan di sekeliling kita yaitu makan dan minum mesti diambilkan, dan malas mencuci piring bekas makannya sendiri. Mereka terkadang juga tak becus menjaga anak.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Archives of Sexual Behaviour menemukan, ketidakmampuan laki-laki membantu pasangannya di rumah dapat menurunkan libido perempuan.

Para peneliti dari Kanada dan Australia berusaha menyelidiki apakah penurunan gairah seks pada perempuan yang sudah berkeluarga berkaitan dengan pembagian tugas rumah yang tidak adil. Tepat seperti dugaan peneliti, perempuan jadi malas berhubungan intim dengan pasangan, karena mereka menganggapnya sebagai anak-anak. 

Studi terdahulu bahkan menjadikan tingkah laku bayi gede salah satu alasan utama perempuan lebih sering mengajukan cerai. (Menurut laporan terbaru, perempuan mengerjakan 60 persen lebih banyak tanpa dibayar daripada laki-laki.)

Sejauh ini, belum ada penelitian yang mempelajari hubungan ketimpangan dinamika relasi heteronormatif dengan kepuasan atau hasrat seksual perempuan. Peneliti Emily Harris mengungkapkan alasannya karena penurunan libido selalu diasumsikan sebagai masalah pribadi perempuan, seperti stres dan hormon, atau sebatas kurang puas. “Asumsi-asumsi ini tidak memperhitungkan konteks ketidakadilan gender yang lebih luas.”

Sari van Anders menambahkan, kebanyakan orang cenderung langsung berasumsi tanpa memikirkan masalahnya lebih dalam. “Lebih gampang menjaga keseimbangan hormon, atau mengurangi stres, daripada mengatasi ketidaksetaraan struktural,” ujarnya.

Lelaki yang bersifat kekanak-kanakan umumnya berjanji akan berubah setelah mendengar keluhan pasangan, tapi kemudian mereka kembali ke kebiasaan lama, terutama jika mereka merasa tak mampu melakukan tugas rumah dengan benar.

Jordan Dixon, psikoterapis yang berbasis di London, menjelaskan, kebiasaan ini dapat terbentuk karena “banyak orang tidak mampu menjaga dirinya sendiri, baik secara emosional maupun fisik. Kesulitan ini utamanya terjadi pada diri sendiri, yang kemudian mempengaruhi hubungan intim dengan orang lain.” Pola asuh orang tua, serta kebiasaan yang kita pelajari di awal menjalin hubungan, bisa menjadi faktor.

Dixon menegaskan, bukan hanya laki-laki yang manja dan kurang bisa diandalkan. Namun, dia mengamati dinamika yang tidak seimbang ini acap kali berasal dari ekspektasi gender heteronormatif. Menurut Dixon, kaum adam menanggung lebih banyak tekanan sosial untuk berperilaku sesuai peran gender, yang tidak pernah melibatkan urusan rumah tangga.

Pada saat yang sama, berbagai penelitian telah menunjukkan, peran pengasuh cenderung dilekatkan pada perempuan. Hal ini dikarenakan telah tertanam dalam pikiran mereka, perempuan ada “untuk orang lain” ketimbang “untuk diri sendiri” – seperti yang dikemukakan Simone de Beauvoir dalam The Second Sex. 

Dixon menerangkan, keharusan memenuhi ekspektasi sangat melelahkan secara mental dan fisik, yang kemudian dapat memicu kebencian terhadap pasangan.

Pada kenyataannya, laki-laki jauh lebih diuntungkan oleh ekspektasi sosial yang menempatkan perempuan sebagai pengurus keluarga, sehingga tak heran jika mereka enggan mengubah status quo ini. “Orang-orang yang merasakan manfaat dari norma ini cenderung malas menantangnya, dan sering kali aktif mendukungnya,” tandas van Anders.

Dixon menyarankan untuk mempertimbangkan kembali apakah dinamika hubungan ini bisa terjadi karena kamu terlalu memanjakan pasangan, sehingga akhirnya mereka jadi terlena dan ogah-ogahan membantumu di rumah. Kalau memang kejadiannya seperti ini, kamu bisa mengevaluasi ulang semua aspek hubungan kalian berdua selama ini. 

Dixon mengatakan, tidak ada salahnya berkonsultasi ke terapis untuk mencari jalan keluar terbaik. Kamu bisa merenungkan hubungan pantas dipertahankan atau tidak jika ternyata sifat bayi gede sudah menjadi bawaan pasangan, tapi mereka tidak mau berubah.

Sementara itu, bagi para man-child, masih ada harapan untuk menyelamatkan hubungan. Langkah penting yang bisa mereka lakukan yaitu bersungguh-sungguh menyingkirkan kebiasaan manja dan tulus membantu pasangan di rumah. 

“Laki-laki harus bisa berlaku adil dalam urusan rumah tangga,” Harris menganjurkan. “Mereka mesti berpikir kritis bagaimana mereka mengandalkan pasangan, termasuk dalam hal mengatur acara sosial dan memberikan dukungan emosional, baik untuk pasangan maupun anak-anak mereka.”

Van Anders menambahkan, kaum adam bisa saling memotivasi sesamanya untuk menghilangkan sifat man-child. “Cara ini menciptakan hubungan yang lebih setara, yang pada akhirnya mencerminkan nilai-nilai yang harus kita perjuangkan bersama,” dia memberi tahu. “Nilai plusnya, mereka dapat memiliki aktivitas ranjang yang lebih memuaskan bersama pasangan.”

Selain menyebalkan, perilaku man-child bisa merugikan kehidupan seks. “Siapa saja pasti malas bercinta jika banyak yang harus dibereskan di rumah, tapi pasangan tidak mau membantu sama sekali,” pungkas Katie. “Foreplay bukan cuma soal merangsang sensasi tubuh, tetapi juga mempersiapkan pikiran. Tak ada yang lebih seksi selain pasangan yang menghargai kita dan aktif membantu dalam hidup kita.”

Related

Male 1578981815896873401

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item