Kominfo Jawab Kritik Deddy Corbuzier Soal Publishers Rights


Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong menjamin rancangan perpres publishers rights atau jurnalisme berkualitas tidak ada kaitannya dengan konten yang diproduksi oleh influencer. 

"Perpres ini bersinggungan dengan produk jurnalistik bernama berita. Jadi misalnya kalau ada influencer membuat status memprotes Perpres ini, tidak ada kaitannya dengan konten influencer," ujar Usman Kansong dalam tayangan diskusi di akun YouTube MNC Trijaya.

Usman menjelaskan, Perpres ini tidak mengatur konten kreator, karena hanya meregulasi karya jurnalistik. Sebab ada aturan lain yang mengatur konten yang diproduksi oleh para influencer contohnya Undang-Undang ITE.

"Jadi bukan pada tempatnya kalau dia ngomel-ngomel," kata Usman.

Sebelumnya, Deddy Corbuzier mengkritik keras soal rencana pemerintah soal Perpres tentang jurnalisme berkualitas. Dia secara gamblang menolak rencana pengesahan Perpres Jurnalisme Berkualitas karena dapat mematikan konten kreator dalam berkarya di Indonesia.

"Tau berita ini? Kalau aturan pemerintah ini jadi menurut saya intinya akan mematikan semua konten kreator di Indonesia," cuitnya di Twitter @corbuzier, Jumat (28/7/2023).

Menurut Deddy, dengan matinya konten kreator di Indonesia, maka media hanya dikuasai segelintir kelompok saja mirip seperti oligarki.

"Balik lagi ke media konvensional.. Oligaaaaar.. gokil kan.." katanya.

Dalam postingannya, Deddy Corbuzier juga menautkan pernyataan dari Google yang berisi kritikan keras atas draft Perpres Jurnalisme Berkualitas.

Google berpandangan Perpres tentang Jurnalisme Berkualitas dapat berdampak keragaman sumber berita yang terbatas, hanya menguntungkan pihak tertentu dan lebih jauh dapat mematikan eksistensi media.

"Peraturan ini dapat membatasi keberagaman sumber berita bagi publik," jelas Google dalam blog resminya.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, Google menyampaikan dengan disahkannya Perpres ini maka kewenangan untuk menentukan konten apa yang boleh muncul dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan akan diberikan kepada sebuah lembaga non-pemerintah.

Imbasnya bagi Google, mereka tak bisa lagi menyediakan sumber informasi yang kredibel dan beragam di Indonesia. Dan ini menimbulkan keresahan bahwa sejumlah programnya untuk mendukung industri media di Indonesia akan sia-sia jika rancangan regulasi baru itu disahkan.

"Kami akan terpaksa harus mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan serta bagaimana kami mengoperasikan produk berita di negara ini," terang Google.

Lebih lanjut, Google yang mengaku sudah terlibat dalam pembahasan regulasi itu sejak pertama kali diusulkan pada 2021 lalu, membeberkan ada beberapa dampak negatif jika rancangan perpres tersebut disahkan.

Pertama, berita media online akan dibatasi karena hanya segelintir penerbit atau media yang akan diuntungkan. Google tak bisa menampilkan ragam informasi, termasuk media-media kecil dari daerah yang tergabung dalam Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).

"Masyarakat Indonesia yang ingin tahu berbagai sudut pandang pun akan dirugikan, karena mereka akan menemukan informasi yang mungkin kurang netral dan kurang relevan di internet," terang Google.

Kedua, mengancam media dan kreator berita yang dinilai sebagai sumber informasi online utama masyarakat. Ancaman ini muncul dari pembentukan lembaga non-pemerintah yang dibentuk dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers dan yang hanya akan menguntungkan media tradisional.

"Kami tidak percaya rancangan Perpres di atas akan memberikan kerangka kerja yang ajek untuk industri berita yang tangguh dan ekosistem kreator yang subur di Indonesia," simpul Google.

Related

News 146278026676015665

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item