Emma Goldman, Wanita Anarkis Paling Berbahaya (Bagian 1)


“Jika memilih dapat mengubah sesuatu, mereka akan membuatnya ilegal.” – Emma Goldman

Emma Goldman tampil lebih sebagai aktivis ketimbang pemikir. Namun ia telah memberikan kontribusi yang abadi bagi teori anarkis. Ia menegaskan dimensi feminis yang sebelumnya hanya tersirat pada pemikiran Godwin dan Bakunin. Goldman tidak hanya menekankan aspek psikologis dari subordinasi perempuan, namun juga membuat sintesis yang kreatif dari individualisme personal dan komunisme ekonomi. 

Sebagai orator anarkisme, agitator bagi kebebasan berbicara, pelopor dalam masalah kontrol kelahiran, kritikus bagi Bolshevik, dan seorang pembela Revolusi Spanyol, Goldman dianggap sebagai salah satu perempuan yang paling berbahaya pada masanya. Bahkan setelah kematiannya, reputasinya tidak pernah dilupakan orang.

Lahir pada 1869 di pemukiman miskin Yahudi di Rusia, Goldman adalah anak yang tidak diharapkan dari perkawinan yang kedua dari ayahnya. Dia tumbuh di desa terpencil di Popelan di mana orang tuanya memiliki sebuah penginapan kecil. Belakangan dia mengingat kembali bahwa dirinya merasa seperti selalu memberontak. Gadis kecil ini, secara naluriah, merasa jijik melihat perbudakan dan terkejut dengan kenyataan bahwa percintaan antara Yahudi dan Gentile (non-Yahudi) dianggap sebagai dosa. 

Ketika berusia tiga belas tahun, Emma dan keluarganya pindah ke kawasan pemukiman Yahudi di St. Petersburg pada 1882. Mereka datang ketika Alexander II baru saja dibunuh, saat itu adalah masa-masa represi politis sedang galak-galaknya hingga komunitas Yahudi di Rusia sangat menderita akibat gelombang pembantaian terorganisir (pogrom) untuk menghancurkan mereka. 

Pada masa itu juga, krisis ekonomi sedang menyebar dengan sangat parah. Karena kemiskinan keluarganya, Goldman harus meninggalkan bangku sekolah yang baru dijalaninya selama enam bulan di St. Petersburg dan ia pun terpaksa mencari kerja di pabrik.

Bergabung dengan para pelajar radikal, Goldman berkenalan dengan tulisan Turgenev yang berjudul Fathers and Sons (1862). Ia tergugah dengan definisi nihilis sebagai “seseorang yang menolak patuh pada otoritas apa pun dan yang tidak mengimani prinsip apa pun, tidak peduli seberapa dihormatinya prinsip tersebut”. 

Hal yang lebih penting lagi dari perkembangan dirinya selanjutnya adalah ketika dia menyimpan satu kopi dari karya Nikolai Chernyshevsky berjudul What is to be Done? (1863). Karya ini menceritakan bahwa tokohnya, seorang perempuan pemberani bernama Vera, menjadi seorang nihilis dan menghidupi sebuah dunia di mana persahabatan antar individu yang berbeda jenis kelamin lebih mudah. Ia juga menikmati kebebasan bertanya dan bertukar informasi serta kerja-kerja kooperatif yang bebas. 

Buku tersebut tidak hanya menawarkan sketsa embrionik tentang anarkismenya di kemudian hari, tetapi juga memperkuat determinasinya untuk menjalani hidup sesuai dengan apa yang dia inginkan.

Celakanya, ayah Goldman tidak mendukung hasrat puterinya. Seorang yang tipikal patriark ini menjadi mimpi buruk Goldman di masa kecilnya. Sang ayah tidak hanya mencambuknya dengan tujuan mematahkan semangat puterinya, namun juga berusaha menikahkannya pada usia lima belas tahun. 

Ketika Goldman menolak dan memohon agar bisa tetap meneruskan sekolahnya, sang ayah menjawab, “Anak perempuan tidak perlu terlalu banyak belajar! Semua anak perempuan Yahudi hanya perlu tahu bagaimana caranya menyiapkan ikan gefüllte, memotong mie dengan rapi, dan melahirkan banyak anak untuk seorang lelaki”. 

Pada akhirnya muncul kesepakatan keluarga bahwa anak gadis tak tahu diuntung ini sebaiknya hijrah saja ke Amerika. Emma berangkat bersama adik perempuannya dari ibu yang berbeda, mereka bergabung dengan seorang saudara lainnya yang telah menetap di Rochester.

Sebagai seorang Yahudi Rusia yang tidak punya relasi keluarga langsung, Goldman segera sadar bahwa surga Amerika —setidaknya bagi kaum miskin— adalah neraka di dunia. Dia menimba pendidikan yang sesungguhnya di pojok-pojok kawasan kumuh dan pabrik-pabrik, dan menyambung hidupnya dengan bekerja sebagai seorang penjahit. Kesulitan-kesulitan pada masa mudanya itulah yang mengasah kepekaannya terhadap situasi ketidakadilan dan mengilhami hasrat cintanya pada  kebebasan.

Gelombang protes yang marak akibat tragedi Haymarket Square pada 1886 di Chicago, kian mendekatkan Goldman kepada anarkisme di Amerika. Itulah saat empat orang anarkis akhirnya digantung, gara-gara sebuah bom dilemparkan oleh seseorang dari kerumunan massa ke tengah polisi dalam sebuah demonstrasi buruh yang menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. 

Berdasarkan bukti-bukti yang tidak jelas, hakim dalam pengadilan para anarkis itu secara terbuka menyatakan: “Kalian tidak dihukum sebagai pelempar bom dalam kasus Haymarket, tapi karena kalian adalah anarkis”. 

Peristiwa tersebut tidak hanya mempertajam kesadaran radikal sebuah generasi pada masa itu, namun juga menyulut perubahan amat besar pada diri Goldman. Pada hari penggantungan, Goldman memutuskan untuk menjadi seorang revolusioner dan berupaya mendalami apa yang sebetulnya mengilhami tujuan-tujuan para martir tersebut.

Pada usianya yang kedua puluh, Goldman menceraikan seorang imigran Rusia yang dinikahinya karena kesepian, dan lantas ia pergi ke New York. Di kota ini ia bertemu Johann Most, seorang editor yang bersemangat untuk koran anarkis berbahasa Jerman, Freiheit, dan darinya Goldman menyerap pandangan komunisme yang garang. 

Dalam waktu singkat Goldman menggelar kelompok-kelompok belajar sendiri tentang anarkisme. Lantaran rasa penolakannya yang semakin besar terhadap kemarahan Most yang destruktif, ketertarikan Goldman beralih ke jurnal anarkis Jerman, Die Autonomie. Terbitan ini memperkenalkannya kepada tulisan-tulisan Kropotkin yang segera dia terima sebagai pemikir anarkis yang paling jernih.

Goldman tidak hanya berhenti pada tataran teoritis. Berdasarkan pandangannya tentang cinta bebas, dia menjadi kekasih seorang anarkis, Alexander Berkman, yang ia panggil dengan intim sebagai “Sasha” dalam otobiografinya. Inilah sebuah awal untuk relasi yang ia bina sampai seumur hidupnya. 

Mereka hidup dalam sebuah ménage à trois bersama seorang seniman sahabat mereka, Modest Stein, yang biasa dipanggil Fedya, dan menganggap bahwa kecemburuan adalah bentuk ketinggalan zaman dari rasa saling menghargai dan memiliki.

Keterlibatan penuhnya untuk mengungkap aksi radikal guna memajukan perjuangan buruh, mengantarnya bersama Berkman pada sebuah rencana pembunuhan terhadap Henry Clay Frick dalam sebuah pemogokan buruh besi di Homestead pada tahun 1892. Bahkan Goldman juga berusaha, walaupun gagal, bekerja sebagai pelacur di Fourteenth Street guna mengumpulkan uang untuk membeli pistol–pada akhirnya pistol itu sukses dia beli dengan uang pinjaman dari saudaranya.

Berkman berhasil menyusup ke kantor Frick dan menembaknya. Namun manajer itu hanya terluka. Kendati Berkman menerima tuntutan dua puluh tahun penjara, Goldman secara terbuka memaparkan dan mengajukan alasan atas usaha pembunuhan tersebut. 

Sejak itu pengadilan tidak hanya memutuskan reputasi anarkisme sebagai melulu kekerasan, namun juga menempatkan Goldman sebagai perempuan yang harus diawasi. Menyusul kemudian pemerintah mulai secara teratur menggerebek setiap kuliah-kuliah terbukanya. 

Meskipun demikian, ada sebuah peristiwa yang terjadi: dalam satu kesempatan Most menyalahkan aksi Berkman, Goldman sangat marah hingga dia mengambil sebuah cambuk kuda dan mencambuk Most agar dia bisa mengerti.

Pada 1893, Goldman ditangkap karena diduga mendorong para pengangguran menjarah roti, dan dia dihukum selama setahun penjara di pulau Blackwell. Dalam pengadilannya, dia ditanyai tentang keyakinannya:

“Apakah engkau percaya Tuhan, Nona Goldman?”

“Tidak, Tuan, saya tidak percaya.”

“Adakah pemerintahan di dunia ini dimana hukum-hukumnya engkau taati?”

“Tidak, Tuan. Semua pemerintahan bertentangan dengan rakyatnya.”

“Mengapa engkau tidak meninggalkan negeri ini apabila engkau tidak menyukai hukum yang berlaku di dalamnya?”

“Ke mana saya harus pergi? Di mana pun di dunia ini hukum selalu berlawanan dengan kaum miskin. Lalu mereka katakan pada saya bahwa saya tidak dapat masuk ke surga, padahal saya memang tidak ingin ke sana.” 

Baca lanjutannya: Emma Goldman, Wanita Anarkis Paling Berbahaya (Bagian 2)

Related

Figures 1511004419963903943

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item