Serangan Buaya di Indonesia Ternyata Paling Tinggi di Dunia


Apa yang dialami Sariah dan Eka hanyalah sekelumit dari ratusan konflik buaya muara dan manusia yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Crocodile Attack Database atau CrocBITE - basis data online yang mencatat serangan buaya ke manusia di dunia - menempatkan Babel di urutan empat besar serangan buara muara terbanyak di Indonesia dengan 86 serangan. Sebanyak 35 orang dilaporkan meninggal dunia.

Jika ditarik ke skala nasional, spesialis buaya dari CrocBITE dan IUCN Crocodile Specialist Group, Brandon Sideleau, mengatakan serangan buaya muara ke manusia di Indonesia adalah yang terparah di dunia.

"Indonesia adalah lokasi dengan jumlah serangan buaya air asin [muara] tertinggi [di dunia] yang pernah tercatat," ujar Brandon.

CrocBITE mendata, terjadi 980 serangan buaya muara di Indonesia dari tahun 2014 hingga Agustus 2023. Dari jumlah itu, sekitar 455 orang meregang nyawa akibat serangan buaya.

Spesialis buaya dari CrocBITE dan IUCN Crocodile Specialist Group, Brandon Sideleau mengatakan serangan buaya muara ke manusia di Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

Tahun lalu saja, tercatat ada 70 kematian akibat serangan buaya muara di Indonesia, dan satu kematian akibat serangan buaya senyulong, buaya dengan nama latin Tomistoma schlegelii.

Sementara di negara-negara lain, merujuk data CrocBITE dari 2013 hingga 2022, angka serangan buaya terhadap manusia jauh di bawah Indonesia. Di Malaysia terjadi 173 serangan yang menewaskan 117 orang, lalu diikuti Kepulauan Solomon dengan 121 serangan, dan India sebanyak 106 serangan yang menewaskan 53 jiwa.

Beberapa penyebab konflik manusia dan buaya:

1. Perilaku manusia di habitat buaya, karena faktor kemiskinan, kekurangan sumber daya, hingga ketidaktahuan akan perilaku dan biologi buaya;

2. Perilaku manusia yang dipicu oleh alkohol, obat-obatan, dan provokasi yang disengaja terhadap buaya;

3. Pembunuhan atau penangkapan buaya untuk keuntungan komersial atau non-komersial;

4. Perusakan dan perambahan habitat buaya, seperti konstruksi, tambang, kegiatan, dan lain-lain;

5. Polusi air yang berbahaya secara ekologis.

Dari total 26 spesies buaya di dunia, buaya muara adalah jenis yang paling besar dan diklaim sering menyerang manusia.

Buaya muara masuk dalam kategori risiko rendah (least concern) oleh Daftar Merah Spesies Terancam Punah IUCN, dengan populasi sekitar 500.000 individu dewasa di seluruh dunia. Ukuran normal reptil terbesar di bumi itu sepanjang lima meter, namun beberapa satwa ditemukan mencapai lebih dari tujuh meter.

Habitat buaya yang kulitnya menjadi primadona dalam industri fesyen ini tersebar dari Sri Langka, Asia Tenggara, Papua, hingga Australia bagian utara, dengan habitat di sungai, rawa, dan sekitar garis pantai.

Mati di tangan warga atau di kandang buaya

Buaya bertahan di habitat yang telah rusak dan berpotensi mengancam manusia. Buaya ditangkap lalu mati dibunuh warga. Terakhir, buaya dievakuasi dan hidup selamanya di kandang rehabilitasi yang telah kelebihan populasi. Itulah segelintir pilihan bagi buaya muara yang terperangkap dalam konflik di Bangka Belitung.

Di tengah siang yang terik awal Agustus lalu, permukaan air di kolam rehabilitasi buaya berukuran 30x40 meter terlihat tenang. Padahal di dalamnya, terdapat sekitar 34 ekor buaya muara.

Dari yang berukuran kecil hingga mencapai lebih dari empat meter, belasan buaya mulai bermunculan ke permukaan air. Mereka tampak seperti batu yang mengambang. Buaya-buaya itu lalu berlomba menuju tepian kolam untuk berebut potongan daging sapi yang dilempar petugas.

Kolam ini berada di Alobi (Animal Lovers of Bangka Island), satu-satunya pusat penyelamatan satwa (PPS) di Pulau Bangka yang telah melepasliarkan hampir 8.000 hewan ke alam liar.

Sembari menunjuk beberapa buaya, Direktur Operasional Alobi Endi Riadi menceritakan, mayoritas predator mematikan itu adalah satwa hasil evakuasi yang terjebak konflik dengan manusia di Babel.

Upaya penyelamatan dilakukan karena buaya muara adalah binatang yang dilindungi. Demikian halnya buaya irian, buaya siam, dan buaya sinyulong. Terlebih lagi, adanya kearifan lokal di masyarakat Babel bahwa "buaya yang telah menyerang manusia harus dibunuh," kata Endi.

"Contoh, seekor buaya di Desa Bukit Layang yang menyerang manusia ditangkap warga pakai pancing yang tajam. Buaya itu pasti menelannya sehingga merusak organ tubuh. Ketika dievakuasi, dia mati," tambah Endi.

Buaya sepanjang tiga meter itu ditangkap karena diduga menerkam warga bernama Ribuan, hingga meninggal dunia. Upaya evakuasi ternyata tidak menyelesaikan persoalan, namun justru sebaliknya, memunculkan masalah baru.

Kini, kolam rehabilitasi buaya semata wayang di Babel itu telah kelebihan populasi. Dengan luas yang terbatas, buaya kerap saling menyerang, khususnya saat musim kawin. Ditambah lagi, Alobi memiliki keterbatasan biaya untuk memberikan pakan bagi buaya-buaya hasil evakuasi yang semakin hari terus bertambah.

"Konflik buaya terus terjadi. Semakin banyak buaya masuk, pakan juga semakin besar. Kita tidak tahu mau sampai kapan kita bisa menampung buaya konflik ini," tutur Endi.

Yang membuat semakin miris, buaya yang dievakuasi ternyata akan tinggal selamanya di kolam itu. Hingga kini, tidak ada zona pelepasliaran di Babel bagi hewan purba yang sedikit mengalami evolusi sejak zaman dinosaurus itu, kata Endi.

Penyebabnya, kata Kepala Resort Wilayah 17 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah Sumatra Selatan (yang juga mengelola kawasan suaka alam di Pulau Bangka) Ahmad Fadli Gundana, karena belum ada kajian mengenai lokasi pelepasliaran buaya di Babel.

"Jadi tahun 2022 kami sempat melepas buaya muara hasil interaksi negatif di Bangka ke Suaka Margasatwa Padang Sugihan [di Sumatra Selatan]. Kalau di Bangka [dan Belitung] kami belum pernah lepas," kata Fadli.

Related

Indonesia 8696555719860262452

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item