Larangan Keluarga Jenazah Menyajikan Makanan untuk Tamu Pelayat


Ada larangan dalam Islam bagi keluarga mayit atau keluarga yang sedang berduka untuk menyajikan makanan bagi para pelayat atau tamu dari acara takziah. Apa sebabnya?

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, dalam buku Ensiklopedi Muslim, berpendapat, menyiapkan jamuan makan tersebut adalah salah satu perkara makruh yang harus ditinggalkan dan dijauhi. Menurutnya, salafush shalih tidak pernah mencontohkan demikian.

"Keluarga mayit yang membuat makanan untuk para tamu ini makruh yang tidak pantas dikerjakan karena itu menambah musibah mereka," jelas Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.

Bahkan, mereka bertakziah kepada sebagian yang lain di kuburan atau tempat lainnya yang tidak disengaja. Tidak ada acara khusus berkumpul di rumah-rumah.

Meski demikian, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi mengatakan, tidak menjadi masalah bila seorang muslim pergi ke rumah keluarga yang sedang berduka, bila tidak dapat bertemu mereka di kuburan atau jalan. Sebab, menurutnya, perkara yang dilarang adalah pertemuan khusus yang dipersiapkan di rumah, bukan takziahnya yang bertujuan untuk menghibur keluarga mayit.

Dikutip dari Abu Utsman Kharisman, dalam buku Islam Rahmatan Lil'alamin, para sahabat nabi juga memandang bahwa berkumpul untuk makan-makan di rumah keluarga yang berduka termasuk perbuatan meratapi kematian. Hal ini disandarkan dari hadits bersanad shahih oleh An Nawawi dalam Al Majmu' Syahrul Muahdzdzab.

Artinya: Dari Jarir bin Abdillah al-Bajaliy RA, beliau berkata, "Kami (para Sahabat Nabi) memandang berkumpulnya orang-orang pada keluarga mayit, dan keluarga mayit membuatkan makanan untuk mereka setelah dikuburkan, adalah termasuk niyahah (meratap)." (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Lebih lanjut, perbuatan meratap ini adalah kebiasaan di masa Jahiliyah yang termasuk dalam dosa besar. Disebutkan dalam salah satu hadits sebagai berikut, "Wanita yang melakukan 'niyahah' (meratap) jika tidak bertobat sebelum meninggal, pada hari kiamat akan diberdirikan (di hadapan para makhluk) dengan memakai pakaian dari ter (cairan timah panas) dan pakaian kudis." (HR Muslim)

Larangan ini berlaku utamanya keluarga mayit menyediakan makanan untuk para tamu dengan tujuan al Fakhr atau berbangga diri supaya para tamu menyebut keluarga mereka dermawan. Namun, masih ada kebolehan bagi kelurga mayit menyediakan makanan bagi tamu takziah dengan tujuan membaca Al-Qur'an dan menghormati para tamu atau ikram adl Dlayf.

Anjuran Memberi Makanan untuk Keluarga Mayit

Sebaliknya, menyiapkan dan memasakkan makanan justru sunnahnya adalah tugas tetangga, kerabat, dan teman-teman mayit untuk keluarga yang sedang berduka. Hal ini bahkan sudah pernah diperintahkan Rasulullah SAW ketika ia mendengar berita kematian anak pamannya, Ja'far bin Abi Thalib RA dalam perang Mu'tah.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang dinyatakan hasan oleh Ibnu Katsir dan Syekh Albani, "Masakkan makanan untuk keluarga Ja'far, sungguh telah datang kepada mereka sesuatu yang menyibukkannya." (HR Tirmidzi)

Praktik demikian juga dipedomani oleh salah seorang imam besar mazhab Imam Syafi'i. Dalam Kitab Al Umm, ia mengatakan, tetangga atau kerabat sebaiknya memasakkan makanan yang mengenyangkan untuk keluarga mayit pada hari wafatnya mayit dan juga pada malam harinya.

"Karena hal itu termasuk sunnah dan menjadi kenangan yang baik serta termasuk perbuatan orang dermawan sebelum dan sesudah kami," jelas Imam Syafi'i.

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni juga berpendapat, anjuran membuatkan makanan untuk keluarga yang berduka merupakan bentuk bantuan dan hiburan bagi mereka. Utamanya keluarga yang berduka terkadang tidak sempat membuat makanan untuk dirinya, karena disibukkan dengan kesedihan di hati serta kedatangan para tamu yang menyampaikan belasungkawa.

Related

Moslem World 6365727704492182870

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item