Kasus Obat Batuk Beracun: Benarkah BPOM Terlibat? (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kasus Obat Batuk Beracun: Benarkah BPOM Terlibat? - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Seperti apa kelanjutan kasus hukum gagal ginjal akut?

Perkara gagal ginjal akut yang merenggut nyawa 204 anak dan berdampak pada ratusan anak lainnya mulai menunjukkan titik terang. Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengatakan tengah mendalami adanya dugaan keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipiter) Bareskrim Polri, Nunung Saifuddin, berkata penanganan kasus ini telah masuk ke tahap penyidikan yang artinya, kata dia, ditemukan unsur pidana yang diduga dilanggar.

Namun demikian, Kasubdit I Dittipidter Bareskrim Polri, Indra Lutrianto Amstono, belum mau mengungkapkan pihak yang disebut melanggar tersebut. Tapi yang pasti, terkait dengan penerbitan izin edar yang tidak sesuai standar.

"Betul akan ada tersangka dari proses penyidikan, akan mengurucut pada pihak-pihak yang dapat dimintai pertanggungjawabannya. Itu yang kita tentukan sebagai tersangka," kata Indra.

"Namun untuk keterlibatan atau siapa pihak yang bertanggung jawab untuk itu, sedang kami dalami," katanya.

Sejauh ini, sambungnya, polisi telah memeriksa sejumlah saksi, mulai dari industri farmasi, distributor bahan baku farmasi, petugas BPOM Serang, petugas BPO Surabaya, dan petugas BPOM pusat. Termasuk lima saksi ahli.

Selanjutnya, polisi akan memanggil tiga saksi ahli tambahan, dan setelahnya melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka. Tersangka baru ini, kata dia, akan dijerat dengan pasal 56 KUHP yakni mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam melakukan kejahatan. Kemudian pasal 196 UU Kesehatan dan pasal 62 UU Perlindungan Konsumen.

Dia juga menambahkan penanganan perkara ini merupakan tindak lanjut dari putusan empat petinggi perusahaan produsen obat batuk sirop di Pengadilan Negeri Kediri.

Sejauh mana keterlibatan BPOM?

Pengacara keluarga korban gagal ginjal akut, Awan Puryadi, mengatakan perkembangan tindak pidana gagal ginjal akut yang sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri merupakan angin segar bagi keluarga korban.

Sebab dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kediri, klaimnya, jelas ditemukan fakta pelanggaran pidana yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dia menduga, hal itu tidak terlepas dari apa yang disebutnya sebagai "tidak cermatnya" BPOM mengawasi bahan baku obat.

Selain itu, lanjutnya, BPOM dianggap lalai karena meloloskan uji ulang obat yang dilakukan beberapa produsen berdasarkan Farmakope Indonesia edisi V. Padahal pengujian metode analisa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada bahan baku tambahan propylene glicol harus merujuk pada Farmakope edisi VI.

Untuk diketahui, Farmakope Indonesia merupakan acuan resmi pengawasan mutu obat.

"Jadi produsen obat itu wajib melakukan pengujian metode analisa etilen glikol dan dietilen glikol pada bahan baku tambahan obat, tapi apa yang terjadi? PT Afi Farma tidak melakukan pengujian sama sekali. Atas dasar itulah PT Afi Farma bersalah melakukan kejahatan. Tapi anehnya, kok BPOM meloloskan begitu saja dan mengeluarkan nomor izin edar?"

Di sinilah, menurut kuasa hukum korban gagal ginjal akut, Tegar Putu Hena, kesalahan BPOM yang patut dimintai pertanggungjawabannya. Seluruh pejabat BPOM, kata dia, harus diperiksa. Termasuk mantan Kepala BPOM Penny Lukito.

"BPOM layak diduga menjadi aktor dalam proses tersebarnya obat beracun ini, karena tidak melakukan pengawasan sebagaimana mestinya."

Di sisi lain, Tegar juga mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim PN Kediri yang menjatuhkan vonis ringan kepada empat terdakwa yang merupakan petinggi perusahaan farmasi. Padahal jaksa menuntut hukuman penjara selama tujuh hingga sembilan tahun. Ia menilai vonis dua tahun masih jauh dari rasa keadilan yang dialami ratusan korban.

"Maka kami harap banding jaksa supaya diterima pengadilan tinggi dan divonis seberat-beratnya. Karena dua tahun tidak cukup, belum dipotong ini dan itu. Bayangkan produksi obat yang membuat ratusan anak meninggal cuma segitu, tidak ada efek jera."

Itu mengapa dia berharap Bareskrim Polri betul-betul menjerat tersangka baru perkara gagal ginjal akut dengan pasal berlapis. Jangan sampai ada proses penyidikan yang menyimpang.

Sebab informasi yang diperolehnya dalam kasus di Pengadilan Negeri Kediri, ada keterlibatan oknum polisi dalam "memediasi" antara pihak perusahaan dengan keluarga korban dengan memberikan uang santunan. Belum ada klarifikasi dari otoritas terkait atas tuduhan yang diungkapkan Tegar.

Bagaimanapun, "Kami harap ke polisi fokus pada pengungkapan kasus sejujur-jujurnya, jangan belok-belok," tandas Tegar.

Bagaimana tanggapan BPOM dan Kemenkes?

Hingga Kamis (20/12) malam, plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia tidak menjawab telepon dan pesan singkat yang dikirim media. Adapun Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, berkata menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada kepolisian.

Ia juga tak mau mengomentari pelaksanaan pengawasan yang selama ini dilakukan BPOM. "Kami sudah ada tugas pokok dan fungsi masing-masing."

Sedangkan terkait janji pemberian uang santunan kepada keluarga korban gagal ginjal akut, kata Nadia, telah menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial sepenuhnya.

Related

News 5819584357177900385

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item