Mengungkap Taktik Tiga Capres untuk Meraih Suara Pemilih (Bagian 1)


Mulai dari selepetan sarung, julukan gemoy, hingga salam tiga jari, masing-masing capres memiliki cara unik untuk berkampanye di media sosial.

Sejumlah pendukung capres menggelontorkan dana hingga miliaran rupiah untuk beriklan di media sosial. Pengamat menilai konten media sosial digunakan untuk menutup mata para pemilih muda agar tidak memperhatikan sisi buruk atau substansi dari masing-masing calon presiden - calon wakil presiden.

Peneliti Pusat Riset Politik BRIN bidang Komunikasi Politik, Nina Andriana, mengatakan semenjak masa kampanye resmi dimulai, para timses dari masing-masing calon pasangan pilpres kini berlomba-lomba untuk membentuk citra lewat konten media sosial.

“TPN hanya memperlihatkan yang gemoy-gemoy dari Prabowo, kemudian Anies hanya yang intelektual saja, kemudian rekam jejak Ganjar sebagai gubernur Jawa Tengah nggak kelihatan, hanya kulit-kulitnya saja yang diterima oleh anak muda.

“Sehingga anak muda hanya memilih berdasarkan emosi, tidak lagi memilih secara rasional,” kata Nina pada Jumat (1/12).

Ia mengimbau agar para timses jangan hanya menyajikan sisi-sisi ringan dan lucu saja demi menarik bagi generasi muda, tapi mereka juga punya tanggung jawab untuk mengedepankan edukasi politik.

Meski begitu, perwakilan dari masing-masing capres mengatakan bahwa mereka justru menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memperkenalkan substansi dari para capres dan meningkatkan kesadaran berpolitik para pemilih muda.

Beriklan miliaran rupiah melalui Meta

Menurut Meta Ad Library report, dalam tiga bulan terakhir, akun Facebook resmi Prabowo Subianto dan akun-akun relawannya sudah menghabiskan dana hingga Rp2,27 miliar untuk beriklan lewat Meta.

Sementara, akun-akun pendukung Anies Baswedan menggelontorkan Rp1,05 miliar dan relawan-relawan pendukung Ganjar Pranowo mengeluarkan dana Rp847 juta.

Pakar Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, memperkirakan bahwa tujuh dari 10 unggahan media sosial yang muncul di radar masyarakat umum mengandung unsur politik.

“Karena dananya kuat dan produktifitas membuat kontennya tinggi, dia menggelontor terus jagat media sosial. Kalau itu terjadi, bagi pemilih pemula ini, persepsi akan terbentuk berdasarkan jumlah konten yang terbanyak,” ujar Firman.

Ia khawatir para pemilih muda, terutama para Gen Z yang sudah terbiasa menyerap informasi dari media sosial, akan termakan oleh ‘tsunami konten’ yang mereka hadapi di media sosial.

Salah satu pendiri Bijak Memilih, Andhyta Firselly Utami, menulis dalam cuitan bahwa banyak pemilih muda yang sebelumnya hanya mengenal para capres berdasarkan ‘gimik’ yang ada di media sosial.

“Kaget beberapa pengguna @bijakmemilihid terutama yang muda banget (first time voters) banyak yang lapor baru tahu beberapa ‘kontroversi’ capres, karena yang selama ini mereka terpapar cuma gimik-gimik aja,” katanya.

Bagaimana tim dari masing-masing calon memanfaatkan media sosial untuk menarik minat masyarakat, khususnya para Gen Z?

Julukan ‘gemoy’ pada Prabowo Subianto

Dalam beberapa hari terakhir, papan iklan yang memperlihatkan sosok capres Prabowo Subianto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka dengan wujud ilustrasi pipi gembul terlihat di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Gambar itu biasa dibarengi dengan slogan ‘Presidenku Gemoy’, sebuah julukan yang melekat pada sang Menteri Pertahanan RI. Di media sosial TikTok, gambar tersebut ikut disebarluaskan dan sudah menjadi ciri khas dalam kampanye Prabowo-Gibran.

Padahal, pengamat BRIN mengatakan citra ‘gemoy’ tersebut bertolak belakang dengan citra Prabowo pada Pemilu 2014 dan 2019 yang terkesan galak, tegas dan ketus dalam pembawaannya. Kini, ia sering terlihat berjoged-joged di panggung dan tersenyum santai.

“Karena kita melihat bagaimana dia di 2014, 2019, yang keras seperti itu. Saya lihat branding Pak Prabowo yang gemoy, lucu, approahable sedang dibangun teman-teman TPN,” ujar peneliti Nina Andriana dari BRIN.

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (Fanta) Prabowo-Gibran, Dedek Prayudi, mengaku sebutan ‘gemoy’ pada Prabowo muncul dengan sendirinya di tengah para pendukung di media sosial.

“Saat itu ada video Pak Prabowo yang sedang berjoged, kemudian dikomentari salah seorang netizen di TikTok, yang lebih dimainkan teman-teman Generasi Z. Komennya saat itu adalah gemoy, ‘Pak Prabowo Gemoy’, dan itu menjadi viral,” kata Dedek Prayudi.

Dalam sebuah video yang diproduksi oleh Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (Fanta) Prabowo-Gibran, yang khusus tertuju pada pemilih muda, mereka menggunakan foto ilustrasi 'gemoy' tersebut diiringi lagu suporter sepak bola dengan lirik diubah untuk mendukung Prabowo.

Meski begitu, dari ketiga calon presiden yang ada, Prabowo merupakan satu-satunya yang tidak memiliki akun TikTok. Prabowo memiliki akun Instagram, di mana ia sering mengunggah video gambar sketsa bernuansa nasionalisme.

Dedek Prayudi menjelaskan bahwa timnya hanya mengamplifikasi sebutan itu, sekaligus mengikuti arah yang diinginkan para pendukung di akar rumput.

Ia juga tidak menampik bahwa selama masa kampanye, TKN Prabowo-Gibran memang memfokuskan upaya mereka pada memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk menjangkau para pemilih muda.

“Salah satu strategi kami, yaitu mengangkat melalui seluruh platform dan format media untuk menyebarluaskan sisi-sisi baik dari Pak Prabowo juga Mas Gibran,” ujarnya.

Baca lanjutannya: Mengungkap Taktik Tiga Capres untuk Meraih Suara Pemilih (Bagian 2)

Related

News 6798749481242033017

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item