Kasus Penculikan dan Tragedi ’98 yang Belum Selesai (Bagian 1)


21 Desember 2023. Dua acara diskusi bertema “1998” berlangsung di Jakarta dengan menghadirkan para keluarga korban penghilangan paksa dan aktivis 98. Satu digelar oleh Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi), satu lagi oleh Pemuda Aras HAM (Paham). 

Keduanya menyoroti kasus penculikan dan penghilangan paksa pada 1997-1998—periode genting Indonesia ketika krisis moneter melanda, kerusuhan massa merebak, dan Soeharto di ambang kejatuhan.

Isu pelanggaran hak asasi manusia tersebut secara spesifik selalu menghantui Prabowo Subianto tiap kali ia maju kontestasi pilpres. Itu pula sebabnya Tim Kampanye Prabowo-Gibran mengumpulkan para aktivis 98 di kubu mereka untuk berkonsolidasi menjelang debat.

“Setiap debat pilpres, isu demokrasi dan HAM selalu dikaitkan dengan problem masa lalu yang sudah terkubur dan sudah selesai dengan baik atas berbagai tokoh, salah satunya Pak Prabowo,” kata Sekretaris TKN Nusron Wahid, sehari sebelum debat berlangsung.

Prabowo yang pada 1997–1998 itu menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus kerap disebut terlibat dalam aksi Tim Mawar menculiki para aktivis 98. Tim Mawar adalah unit kecil bentukan Grup 4 Kopassus/Sandi Yudha. Sementara Grup 4 ialah pasukan rahasia dengan keahlian bekerja senyap dalam operasi klandestin dan pengumpulan data intelijen.

Adalah mantan Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayjen (Purn) Syamsu Djalal yang menyebut perintah menculik aktivis datang dari Prabowo Subianto, meski hal tersebut kemudian dibantah Danpuspom TNI berikutnya, Mayjen (Purn) Djasri Marin.

Pun begitu, Dewan Kehormatan Perwira yang memeriksa Prabowo dalam surat keputusannya menyebut Prabowo “Memerintahkan anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati, melalui Kolonel Inf Chairawan (Komandan Grup 4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono (Komandan Tim Mawar) untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang ia ketahui bukan menjadi wewenangnya yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nezar Patria, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Jati, Faisol Riza, Pius Lustrilanang, dan Desmond J Mahesa menjadi korban” dan memutuskan Prabowo “diberhentikan dari dinas keprajuritan”.

Satu dekade setelah diberhentikan dari militer, Prabowo mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan sejumlah korban penculikan (Haryanto, Pius, Desmond) bergabung dengannya. Pius berpendapat, aktor utama penculikan aktivis 98 adalah Soeharto—yang dulu adalah bapak mertua Prabowo. Sebagai prajurit, menurut Pius, Prabowo hanya menjalankan perintah dalam rantai komando.

Bagaimanapun, bagi keluarga korban, masa lalu suram itu belum selesai dan tak semestinya dikubur. Terlebih, sampai saat ini, pemerintah belum melaksanakan rekomendasi DPR periode 2009–2014 untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc terkait kasus penghilangan orang secara paksa.

“Dalam kontestasi politik, capres menyampaikan janji-janji terbaik. Kami akan tagih itu lewat kontrak politik sehingga ada komitmennya. [...] Anak-anak muda sekarang bisa menikmati alam demokrasi karena pengorbanan mereka yang belum jelas di mana lokasi atau kuburnya, yang jadi korban kebengisan Orde Baru yang menculik dan menghilangkan orang bersuara kritis,” kata Wahyu Susilo, adik Wiji Thukul, salah satu aktivis yang hilang.

***

12 Desember 2023. Prabowo Subianto berdiri di mimbar KPU. Ia mengelap wajah dengan sapu tangan kala Ganjar Pranowo bertanya soal sejumlah kasus HAM yang belum tuntas.

“Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat… mulai dari peristiwa 65, penembakan misterius, Talangsari, penghilangan paksa, sampai Wamena… Kalau Bapak ada di situ, apakah akan membuat Pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Kedua, di luar sana menunggu banyak ibu, apakah Bapak bisa membantu menemukan di mana kuburnya [orang] yang hilang agar mereka bisa berziarah?” tanya Ganjar.

Prabowo menyebut pertanyaan itu tendensius karena ia sudah berkali-kali menjawabnya. Prabowo pun meminta Ganjar untuk menanyakannya saja kepada cawapresnya, Mahfud MD yang masih menjabat Menko Polhukam.

“Masalah ini justru ditangani oleh calon wakil presiden Anda. Jadi apa lagi yang mau ditanyakan kepada saya?” ujar Prabowo, yang menyebut bahwa ia selalu diserang isu ini tiap maju sebagai capres atau cawapres.

“Tiap polling saya naik, ditanya lagi soal itu… Come on, Mas Ganjar… saya sangat keras membela HAM. Nyatanya, orang-orang yang dulu ditahan, yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya membela saya,” kata Prabowo.

Dari tribune, Budiman Sudjatmiko dan Andi Arief berdiri. Keduanya adalah aktivis 98 yang dianggap subversif oleh Orde Baru.

Budiman dahulu Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang ditangkap aparat atas tuduhan menjadi dalang kerusuhan pada 27 Juli 1996 yang bermula dari penyerbuan ke kantor PDI dan berbuntut aksi pembakaran di Jakarta. Sementara Andi Arief diculik karena aktivitasnya sebagai Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), salah satu organisasi onderbouw PRD.

Keduanya kini berada di kubu Prabowo. Budiman—yang pada Agustus 2023 dipecat dari PDIP karena mendukung Prabowo—merupakan Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Budiman menegaskan, Prabowo bukan kriminal. Ia memandang situasi berseberangan antara dirinya dan Prabowo pada 1998 sebagai bagian dari sejarah yang tak terelakkan. Menurutnya, ketika itu ia dan Prabowo sama-sama menjalankan tugas.

“Saya menjalankan tugas sejarah [agar Indonesia lebih demokratis], Pak Prabowo menjalankan tugas negara. Keduanya untuk menjaga Indonesia. Tahun ‘98, dua tugas ini berhadapan karena waktu itu negara otoriter, menolak untuk melakukan perubahan dengan cara baik-baik sehingga terpaksa kami (PRD) melakukan terobosan dan perlawanan,” kata Budiman pada 11 Desember, sehari sebelum debat capres perdana.

Namun kini, lanjut Budiman, “Setelah 25 tahun, kami ingin tugas negara dan tugas sejarah tidak berhadapan. Ada ancaman dan situasi yang mengharuskan kami bersatu.”

Keluarga Korban Kembali Bersuara

Keluarga korban penghilangan paksa mengkritik istilah “musiman” yang disematkan ke kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Wahyu Susilo, adik Wiji Thukul yang hilang pada 27 Juli 1998, menegaskan bahwa perjuangan untuk mengetahui dan memperjelas nasib keluarga mereka berlangsung setiap pekan melalui Aksi Kamisan di depan Istana Negara.

Aksi Kamisan pertama kali digelar pada Januari 2007, dan sampai saat ini telah digelar 798 kali. Secercah harapan sempat menghampiri ketika Wahyu bertemu Jokowi. Sang Presiden ketika itu menyatakan niatnya untuk mencari Wiji Thukul dan menyebut Sipon, istri Wiji, sebagai “teman baik saya”.

“Pada beberapa kali pertemuan, bahkan secara resmi seperti peringatan hari HAM di Yogya, dia (Jokowi) menyatakan itu (niat menuntaskan kasus HAM)... juga menyatakan penyesalan,” kata Wahyu di Cikini, Jakarta Pusat.

Nyatanya, ujar Wahyu, sampai saat ini penuntasan kasus-kasus HAM belum teralisasi. 

Baca lanjutannya: Kasus Penculikan dan Tragedi ’98 yang Belum Selesai (Bagian 2)

Related

Indonesia 7170066406835435827

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item