Kasus Penculikan dan Tragedi ’98 yang Belum Selesai (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Kasus Penculikan dan Tragedi ’98 yang Belum Selesai - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Kekecewaan juga dirasakan Paian Siahaan, ayah Ucok Siahaan, aktivis 98 yang juga raib. Paian berharap Pengadilan HAM Ad Hoc bisa diwujudkan untuk mengadili para pelanggar kasus-kasus HAM berat.

Saat ini, di tengah gelombang makin banyaknya aktivis 98 yang merapat ke Prabowo, Wahyu Susilo merasa prihatin, termasuk terhadap Budiman Sudjatmiko yang dulu memimpin PRD, organisasi tempat Wiji Thukul bergabung.

“Kami menyesalkannya, tapi itu pulang kepada hati nurani masing-masing—tega atau tidak tega; melupakan atau mengingat; membiarkan atau menuntut penyelesaian kejahatan masa lalu; konsistensi atau pragmatisme politik,” kata Wahyu.

Meski demikian, ia tak sepenuhnya kaget dengan sikap politik Budiman, sebab selama ini pun menurutnya Budiman tidak pernah berhubungan atau berkomunikasi lagi dengan keluarga para korban, termasuk dirinya.

“Menurut teman-teman korban, dia tidak pernah berinteraksi intensif dengan keluarga korban. Bahkan ketika dia jadi anggota parlemen dan teman-teman korban mengadu ke DPR, dia tidak punya intensi. Jadi indikasi itu sudah kami lihat,” tutur Wahyu.

Budiman beberapa kali dihubungi media untuk dimintai wawancara. Ia sempat menjawab pesan, namun kemudian tidak menanggapi lebih lanjut.

Mugiyanto Sipin, salah satu aktivis 98 korban penculikan yang selamat dan kini bertugas sebagai tenaga ahli Deputi V di Kantor Staf Presiden, berpendapat sama dengan Wahyu Susilo. Menurutnya, kasus pelanggaran HAM bukan isu musiman yang hanya diembuskan ketika Prabowo maju pilpres.

“Mereka saja yang pedulinya hanya tiap lima tahun sekali. Pak Paian, Pak Utomo (ayah Petrus Bima Anugrah yang juga hilang), kami itu tiap hari berjuang, tiap Kamis ikut Kamisan. Ini aktivitas 24 jam dalam sehari, selama tujuh hari terus-menerus. 24/7,” kata Mugiyanto di Bogor, 23 Desember.

Sebagai penyintas, Mugiyanto masih trauma sampai hari ini. Dan meski tempatnya bekerja berada di kompleks Istana, ia enggan bertemu Prabowo.

“Belum pernah bertemu. Aku menghindar. Saya selalu berdoa dalam hidupku untuk tidak ketemu dengan orang-orang yang pernah menjahati saya. Itu enggak ada gunanya. Saya trauma,” ucap Mugiyanto.

Mugi bergabung menjadi staf ahli di KSP pada 2020. Ia yang mantan Ketua Ikohi (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) mengiyakan masuk KSP demi kepentingan para korban. Ia juga sempat berkomunikasi dengan orang tua para korban.

“‘Pak, aku diajak Mbak Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V KSP, untuk gabung di KSP membantu Pak Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM.’ Itu yang aku sampaikan ke bapak-ibu korban,” kata Mugi.

Sejauh ini, upaya Mugiyanto berjuang lewat KSP membuahkan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 yang mengatur pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu.

Menempuh Jalur Politik

Di antara para aktivis 98 yang menjadi korban penculikan, 9 orang selamat dan 13 lainnya masih hilang. Sembilan aktivis yang dipulangkan adalah Desmond Junaidi Mahesa, Pius Lustrilanang, Andi Arief, Faisol Riza, Nezar Patria, Mugiyanto Sipin, Haryanto Taslam, Aan Rusdianto, dan Raharja Waluya Jati.

Sementara 13 yang masih hilang adalah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Munandar Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

Dari 9 aktivis yang selamat, kebanyakan menapaki jalur politik. Tiga di antara mereka bergabung dengan Gerindra, yakni Desmond Mahesa (alm.), Haryanto Taslam (alm.), dan Pius Lustrilanang. Desmond dan Haryanto duduk di Dewan Pembina Partai.

Desmond juga terpilih menjadi legislator DPR selama tiga peirode berturut-turut. Di DPR, ia menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Gerindra dan Wakil Ketua Komisi III. Tak heran elite Gerindra menyebut Desmond sebagai salah satu kader terbaik partai, Mereka merasa kehilangan ketika ia meninggal dunia pada Juni 2023.

Sementara Pius yang sempat menjadi anggota DPR selama dua periode, kini merupakan anggota BPK. Pada beberapa kesempatan, Pius mengatakan bahwa Prabowo meminta maaf kepadanya sejak 1999 dan mengemukakan niat untuk rekonsiliasi.

Bergabung dengan partai politik juga menjadi jalan Andi Arief, Faisol Riza, dan Raharja Waluyo Jati. Andi bergabung dengan partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono dan menjabat sebagai Wasekjen Demokrat; Faisol menjadi Ketua DPP PKB dan Ketua Komisi VI DPR; dan almarhum Raharja masuk PDIP bersama Budiman.

Pada 2014, Raharja menjadi salah satu relawan Jokowi. Belakangan, ia masuk barisan pendukung Anies Baswedan. Raharja meninggal pada 8 Agustus 2023, satu setengah bulan setelah Desmond berpulang.

Sementara itu, Mugiyanto kini tenaga ahli di KSP; dan Nezar Patria yang lama berkecimpung di dunia pers pada Juli 2023 dilantik menjadi Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika setelah sebelumnya bertugas sebagai Stafsus Menteri BUMN Bidang Komunikasi dan Direktur PT Pos Indonesia.

Kepada Nezar, Faisol, Andi, dan Pius, media menyampaikan permohonan wawancara. Pius tidak merespons, sedangkan Andi mengatakan sedang keluar kota.

Nezar yang ditemui di kantornya, Kominfo, enggan bicara soal kasus 1998. Ia mengatakan, sudah menyampaikan banyak cerita soal itu. Saat ini, ia dan kawan-kawan sesama korban penculikan bersolidaritas dengan membentuk yayasan.

“Untuk merawat keluarga korban. Dengan memberi perhatian dan santunan kepada keluarga korban,” ujar Nezar. Secara terpisah, Mugi mengatakan yayasan itu bernama Yayasan 14 Kawan.

Sementara itu, Faisol yang semula bersedia diwawancara, belakangan tidak merespons lebih lanjut. Ia hanya mengirimkan foto salinan berita harian Bernas edisi Agustus 1998 yang menampilkan headline “Prabowo Dipecat, Akui Culik 9 Aktivis”.

Presidium Perhimpunan Aktivis 98, Frans Saragih, berpendapat sejarah harus diluruskan dan fakta harus dibuka agar luka para korban dan keluarganya bisa disembuhkan. Ia menyesalkan hingga kini belum ada kejelasan atas peristiwa 1998.

“Padahal itu sudah lewat 25 tahun. Bisa saja ada pelaku-pelaku yang sudah nggak ada lagi (meninggal). Jadi mari kita buka sama-sama supaya luka-luka di tubuh bangsa ini pulih,” tutup Frans.

Related

Indonesia 985865272774665388

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item