PDIP Ungkap 'Dosa' Jokowi, Lebih Parah Dibanding SBY


Situasi tegang antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih berlanjut. Setelah pemilu berlangsung, serangan dari kubu PDIP ke Jokowi semakin menjadi-jadi. Bahkan PDIP tak segan untuk menguliti kesalahan-kesalahan yang menurutnya telah fatal dilakukan oleh sang presiden.

Seperti yang dikatakan politikus PDIP, Deddy Sitorus. Deddy Sitorus membandingkan kebohongan dan segala kesalahan Jokowi dengan mantan presiden RI lainnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Deddy mengungkapkan bahwa kebohongan dan kesalahan Jokowi ke Megawati jauh lebih banyak daripada SBY. Menurut Deddy, kesalahan SBY adalah berbohong kepada Megawati ketika hendak mencalonkan diri sebagai presiden untuk Pilpres 2004 bersanding dengan Jusuf Kalla.

Saat itu SBY menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di bawah Presiden Megawati. Deddy mengatakan seharusnya SBY berkata jujur seperti Yusril Ihza Mahendra dan Hamzah Haz.

“Pak SBY itu salahnya dulu bilang tidak nyapres ketika ditanya, tetapi kemudian terbukti dan nyalon, bahkan sudah bikin partai. Jadi kesalahannya hanya itu dan tidak pernah berusaha bersikap ksatria,” kata Deddy dikutip dari laman Tempo, Sabtu (13/4/2024).

Sementara Jokowi, kata Deddy, memiliki lebih banyak kesalahan dan kebohongan terhadap Megawati dan PDIP. Deddy mencontohkan Jokowi berbohong dengan mengatakan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, belum layak menjadi cawapres. Namun ternyata dimajukan dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).

“Beliau berbohong hingga detik-detik terakhir dan lalu secara vulgar menyatakan akan mengalahkan capres dari PDI Perjuangan,” kata Deddy.

Belum cukup sampai di situ, menurut Deddy, Jokowi juga menyalahgunakan kekuasaan dengan cawe-cawe pemilu dan menggunakan semua instrumen kekuasaan. Menurut Deddy, kesalahan Jokowi jauh lebih besar dan lebih banyak dibandingkan SBY.

“Sudah tentu derajat ‘kesalahannya’ jauh lebih besar sebab menyangkut merusak kualitas pemilu, etika publik, adab politik dan nilai-nilai demokrasi dan penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Deddy.

Pernyataan Deddy ini diungkapkan di tengah wacana adanya pertemuan Jokowi dengan Megawati di momen Idul Fitri. Tidak seperti biasanya, Megawati dan Jokowi belum bertemu seperti lebaran tahun-tahun sebelumnya. Hubungan keduanya renggang setelah Jokowi mendukung anaknya maju sebagai cawapres di Pemilu 2024.

Istana Kepresidenan menyatakan sedang mencari waktu yang tepat untuk Presiden Jokowi bersilaturahmi ke Megawati Soekarnoputri. Koordinator Staf Khusus Presiden RI Ari Dwipayana mengatakan Presiden Jokowi sangat terbuka untuk bersilaturahmi dengan siapapun, apalagi dengan tokoh bangsa.

"Lagi pula ini masih bulan Syawal, bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi," kata Ari.

Sementara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi sinis soal rencana pertemuan Jokowi dengan Megawati. Hasto mensyaratkan agar Jokowi bertemu dengan anak ranting PDIP dulu sebelum menemui Ketua Umum PDIP.

"Biar bertemu dengan anak ranting dulu, karena mereka juga jadi benteng bagi Ibu Megawati Soekarnoputri. Bukan persoalan karena PDI Perjuangan, tetapi lebih karena bagaimana pemilu 2024," kata Hasto.

Presiden Jokowi, secara formal masih kader PDIP. Namun Jokowi pecah kongsi dengan partainya akibat perbedaan pilihan politik di Pilpres 2024. Perpecahan terjadi setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra.

Sedangkan PDIP mengusung bekas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden, berpasangan dengan eks Menko Polhukam Mahfud MD. 

Related

News 6505072483950716788

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item