Wajah Dunia Islam Setelah Meninggalnya Nabi Muhammad (Bagian 2)


Uraian ini adalah lanjutan uraian sebelumnya (Wajah Dunia Islam Setelah Meninggalnya Nabi Muhammad - Bagian 1). Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan urutan lebih lengkap, sebaiknya bacalah uraian sebelumnya terlebih dulu.

Pencabutan gelar

Kebanyakan ulama menolak pencabutan gelar khalifah apabila sudah terpilih. Namun sepanjang sejarah kekhalifahan, terjadi beberapa kali pemberontakan, seperti Husain bin 'Ali yang melakukan revolusi di Karbala melawan Khalifah Yazid, atau pengkhianatan Ibnu az-Zubair kepada Yazid, untuk kebanyakan bagian telah terbatas keberadaannya.

Dr. Abdul Aziz Islahi berpendapat dalam masalah ini:

Mengikuti para filsuf Yunani, St. Thomas Aquinas juga menggunakan sudut pandang ini, William Archibald Dunning berkomentar: "Berhubungan dengan aksi-aksi individual dalam menjatuhkan pemerintahan tirani, dia (Aquinas) menemukan bahwa lebih sering orang jahat melakukan pemberontakan dibandingkan orang baik. 

“Karena orang-orang jahat berpendapat bahwa pemerintahan raja-raja tidak kurang beratnya daripada para tiran (raja lalim, penindas), pengakuan hak-hak pribadi warga untuk membunuh para tiran lebih menyangkut lebih besarnya peluang untuk kehilangan seorang raja daripada membebaskan diri dari seorang tiran."

Landasan agama

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. 

“Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." [Qur'an An-Nur:055]

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." [Qur'an An-Nisa’:059]

Abdullah bin Umar meriwayatkan, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, niscaya dia akan menemui Allah pada Hari Kiamat dengan tanpa alasan. Dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’at maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.'" — HR. Muslim.

"Bahwasanya imam (pemimpin) itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung." — HR. Muslim.

"Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada para khalifah dan jumlahnya akan banyak." Para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Nabi menjawab, "Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi kewajiban mereka." — HR. Muslim.

"Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah. Sebab barangsiapa memisahkan diri dari penguasa walau sejengkal saja lalu ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah." — HR. Muslim.

Ijma’ Sahabat

Ijma’ Sahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan pemimpin tampak jelas dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi Muhammad dan mendahulukan pengangkatan seorang pemimpin. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajiban dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. 

Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Muhammad ternyata sebagian di antaranya justru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Nabi Muhammad. 

Sedangkan sebagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajiban menguburkan jenazah Nabi Muhammad sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajiban mengangkat pemimpin daripada menguburkan jenazah.

Dalil dari Kaidah Syar’iyah

Dalam usul fikih dikenal kaidah syar’iyah yang disepakati para ulama: "Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya." Menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah dalam segala aspeknya adalah wajib. Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam.

Pendapat Para Ulama

Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyatakan, "Para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) --rahimahumullah-- telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahwa umat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya."

Imam Asy-Syaukani menuliskan, "Menurut golongan Syiah, minoritas Mu’tazilah, dan Asy A’riyah, (Khilafah) adalah wajib menurut syara’."

Ibnu Hazm mengatakan, "Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji`ah, seluruh Syi’ah, dan seluruh Khawarij, mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)."

Beberapa tulisan ulama yang menilai wajibnya keberadaan khilafah di antaranya: 
  • Imam Al Mawardi dalam Al Ahkamush Shulthaniyah, hlm. 5; 
  • Abu Ya’la Al Farraa’ dalam Al Ahkamush Shulthaniyah, hlm.19; 
  • Ibnu Taimiyah dalam As Siyasah Asy Syar’iyah, hlm.161; 
  • Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa, jilid 28, hlm. 62; 
  • Imam Al Ghazali dalam Al Iqtishaad fil I’tiqad, hlm. 97; 
  • Ibnu Khaldun dalam Al Muqaddimah, hlm. 167; 
  • Imam Al Qurthubi dalam Tafsir Al Qurthubi, juz 1, hlm.264;
  • Ibnu Hajar Al Haitsami dalam Ash Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 17; 
  • Ibnu Hajar A1 Asqallany dalam Fathul Bari, juz 13, hlm. 176; 
  • Imam An Nawawi dalam Syarah Muslim, juz 12, hlm. 205; 
  • Dr. Dhiya’uddin Ar Rais dalam Al Islam Wal Khilafah, hlm.99; 
  • Abdurrahman Abdul Khaliq dalam Asy Syura, hlm.26; 
  • Abdul Qadir Audah dalam Al Islam Wa Audla’una As Siyasiyah, hlm. 124; 
  • Dr. Mahmud Al Khalidi dalam Qawaid Nizham Al Hukum fil Islam, hlm. 248; 
  • Sulaiman Ad Diji dalam Al Imamah Al ‘Uzhma, hlm. 75; 
  • Muhammad Abduh dalam Al Islam Wan Nashraniyah, hlm. 61.
Sedangkan beberapa karya ulama dan tokoh Islam yang menyatakan ketidakwajiban khalifah di antaranya adalah Al Islam Wa Usululul Hukm oleh Ali Abdur Raziq, Mabadi, Nizham Al Hukmi fil Islam oleh Abdul Hamid Mutawalli, dan Tidak Ada Negara Islam oleh Nurcholish Madjid.

Related

Moslem World 6627638226739950972

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item