Kisah Terindah di Dunia (28)

Kisah Terindah di Dunia

Naviri.Org - “Kalau memang itu sudah menjadi pilihanmu, pergilah,” kata Naufal dengan lirih. “Aku tahu kalau aku memang harus kehilanganmu di sini.”

“Begitu pula aku,” sahut Nazar dengan sama sedihnya. “Aku merasa hanya memiliki kau selama di sini.”

“Berhati-hatilah, Nazar,” nasihat Naufal. “Ada banyak penjaga di berbagai tempat yang mungkin tidak kau lihat. Kau harus nampak tengah berjalan-jalan biasa saat kau menuju danau di hutan itu agar mereka tak curiga.” Setelah terdiam sejenak, Naufal berbisik, “Semoga kau berhasil.”

Dan sore harinya, setelah selesai bekerja, Nazar nampak berjalan-jalan santai—seperti kebanyakan orang lainnya yang menikmati keindahan senja—dan langkah-langkahnya terus menuju ke arah barat—ke arah hutan yang ditujunya. Ia tahu perjalanan yang akan ditempuhnya ini akan cukup jauh, namun ia tak mau tergesa-gesa. Banyak penjaga yang tak terlihat, kata Naufal, dan ia tak ingin tertangkap hanya karena terlihat mencurigakan.

Beberapa kali Nazar saling sapa dengan orang-orang lain yang juga tengah berjalan-jalan santai, dan semakin langkahnya sampai ke arah barat, semakin jarang orang yang dijumpainya. Beberapa puluh meter kemudian, ketika Nazar merasa sudah berjalan sebegitu jauhnya, matanya mulai melihat rerimbunan pohon yang lebat dan suasana yang mulai gelap. Ia tahu hutan yang ditujunya telah ada di hadapannya.

Nazar tak mau menengok ke belakang. Ia telah menguatkan niatnya, dan ia pun terus melangkah. Naufal telah memberitahu bahwa hutan ini tak dihuni oleh binatang buas, dan Nazar pun merasa cukup tenang saat memasuki hutan yang terasa semakin gelap itu.

Nazar terus melangkah dengan hati-hati di tengah-tengah suasana hutan yang rimbun dan semakin gelap, menyusuri jalan sempit yang masih dapat dilihatnya, dan ia terus mempercepat langkahnya agar segera sampai di danau yang ditujunya.

Suasana terasa semakin muram karena gelap, dan Nazar semakin sulit untuk melihat jalan yang dilaluinya. Saat ia merasa telah cukup jauh melangkah ke dalam hutan itu, Nazar memungut salah satu ranting kering yang nampak dalam pandangannya, kemudian merogoh saku bajunya dan mengeluarkan dua batu api yang telah dipersiapkannya. Digoreskannya dua batu api itu dengan cukup keras, dan percikan api pun mulai menyala. Nazar menggunakan ranting itu untuk obor kecil yang dapat membantunya menerangi jalan.

Namun ketika pandangan matanya mulai terbantu oleh nyala api di ranting yang menjadi obornya, Nazar terpaku di tempatnya tanpa mampu bergerak. Tak jauh di hadapannya, Nazar menyaksikan sesosok hewan aneh—seperti kuda berukuran kecil, berwarna putih keperakan, dengan tanduk panjang di kepalanya—dan hewan aneh yang nampak indah itu kini tengah menatapnya dengan tanduk panjangnya yang seperti diarahkan kepadanya.

Oh, Naufal telah membohongiku, batin Nazar dengan panik. Nazar memang telah terbiasa menghadapi kerbau di sawah, atau sapi, atau kambing, atau kuda, tetapi baru kali ini ia menghadapi hewan seaneh ini. Bagaimana kalau hewan aneh itu tiba-tiba menyeruduk ke arahnya dengan tanduknya yang panjang itu?

Dan hewan yang aneh itu kini terlihat melangkah perlahan ke arah Nazar yang semakin terpaku di tempatnya—dengan tanduknya yang masih terarah kepada Nazar.

Nazar melirik ranting yang menjadi obornya. Kalau memang ia harus menghadapi binatang aneh itu, mungkin ranting di tangannya bisa sedikit membantu. Dan ketika Nazar telah bersiap untuk mengayunkan rantingnya yang menyalakan api itu ke arah hewan bertanduk yang kini semakin mendekat ke arahnya itu, sebuah suara tiba-tiba mengejutkannya...

Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (29)

Related

Romance 4025274923395805364

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item