Di Balik Pencaplokan Disney pada 21st Century Fox

Di Balik Pencaplokan Disney pada 21st Century Fox

Naviri.Org - Akuisisi adalah hal lumrah dalam bisnis, dan akuisisi biasa dilakukan ketika suatu perusahaan ingin meluaskan atau membesarkan bisnisnya. Bisa pula, akuisisi dilakukan untuk menghilangkan persaingan. Karenanya, akuisisi kerap dilakukan oleh suatu perusahaan pada perusahaan lain yang bergerak di bidang bisnis sama atau mirip. Contoh terbaru, dan yang sedang fenomenal, adalah akuisisi yang dilakukan perusahaan Disney pada 21st Century Fox.

Disney maupun 21st Century Fox adalah dua perusahaan raksasa yang menguasai bisnis hiburan, media, dan aktif memproduksi film. Disney mengakuisisi 21st Century Fox, dan kini dua perusahaan raksasa itu bersatu di bawah satu atap.

Hanya dalam sekira satu dekade, Disney kian besar dengan mengakuisisi satu per satu entitas film Hollywood. Disney mengumumkan kesepakatan mengambil alih seluruh aset mayoritas perusahaan film dan hiburan 21st Century Fox. Nilainya tak tanggung-tanggung, US$52,4 miliar—menurut New York Times dan Variety.

Sedangkan menurut Financial Times, nilai akuisisi mencapai total US$66,1 miliar. Maklum, Disney juga ikut menanggung utang Fox sebesar US$13,7 miliar.

Jadi, bila total nilai dikonversi ke rupiah, Disney mencaplok Fox dengan nilai Rp861 triliun. Untuk menunjukkan betapa besar nilai itu, lihatlah anggaran dana untuk desa se-Indonesia pada APBN 2018 yang "hanya" Rp60 triliun.

Langkah Disney menguasai Fox tak lepas dari sosok Presiden dan CEO Robert A. Iger. Menjabat sejak 2005, lelaki 66 tahun ini telah membeli Pixar (2006), Marvel (2009), dan LucasFilm (2012).

Pixar adalah rumah produksi film animasi paling tenar. Marvel tentu saja tak asing bagi para penggemar film. Bahkan lewat Marvel Cinematic Universe, Disney menghantam Justice League keluaran Warner Bros dan DC Entertainment, meski baru sebatas trailer Avengers: Infinity Wars. Sedangkan LucasFilm adalah pabrik sekuel semesta Star Wars. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kekuatan Disney ke depan di dunia hiburan setelah Fox bergabung.

Apalagi, Disney bukan hanya mengambil alih Fox Studio. Aset perusahaan yang pernah memproduksi film terlaris sepanjang masa Avatar ini tersebar luas, termasuk media.

21st Century Fox adalah penguasa siaran televisi, siaran kabel, tv berbayar, perusahaan rekaman, dan punya layanan satelit. Perusahaan yang didirikan konglomerat media Rupert Murdoch ini antara lain induk kanal jaringan Fox, Fox Movies, Fox Sports, National Geographic, dan memiliki sebagian saham jaringan televisi Sky—termasuk Sky Sports.

Terjun ke dunia streaming

Media dan para analis di AS pun berusaha menebak ke mana Disney dan Fox akan melangkah setelah bergabung dalam satu atap. Dugaan paling kuat adalah keinginan Disney untuk terjun ke dunia siaran pengaliran (streaming).

Dengan keberadaan Fox, Disney kini punya cukup amunisi untuk bersaing dengan para penguasa jagat streaming film seperti Netflix, Apple, Amazon, Google, dan Facebook. Apalagi Fox juga punya perusahaan satelit.

Disney yang memiliki stasiun televisi ABC dan ESPN pun tengah bersiap mengeluarkan ESPN Plus—kemungkinan pada musim semi 2018 (antara Maret-Mei). Lantas Disney juga memiliki layanan sejenis Netflix, Hulu—tentu saja film-film keluaran Pixar, Marvel, dan LucasFilm bisa disaksikan di sana.

Fox juga berkepentingan pada Disney. Seperti halnya kebanyakan rumah produksi di Hollywood, 20th Century Fox juga kewalahan menghadapi perubahan generasi penonton masa kini yang "hidup" di internet.

Penggabungan dua perusahaan raksasa hiburan ini juga membuat pasar mereka bisa makin luas. Disney juga memiliki wahana taman hiburan di Eropa, Jepang, dan Tiongkok.

Memasukkan aset Fox ke taman hiburan itu diprediksi bisa meningkatkan pemasukan Disney secara signifikan. Keuntungan terbesar Disney selama ini datang dari tanah AS melalui ESPN—meski belakangan terseok-seok—dan taman hiburan di Florida serta Disneyland di California, yang dikunjungi total 162 juta orang per tahun.

Meski demikian, Disney dan Fox harus menunggu persetujuan Departemen Kehakiman AS. November lalu, Departemen Kehakiman menolak rencana merger AT&T dengan Time Warner senilai US$85,4 miliar.

Alasannya, penggabungan dua raksasa itu bisa berarti monopoli bisnis hiburan. Makan Delrahim, pejabat urusan antimonopoli Departemen Kehakiman, mengatakan penggabungan dua perusahaan itu bisa melemahkan persaingan.

"Bisa merugikan konsumen di Amerika," kata Delrahim. Persoalannya, AT&T sudah menguasai lini hiburan dan tontonan dari atas hingga bawah. Jadi, bila AT&T bergabung dengan Warner, nuansa monopoli sangat kentara.

Kemungkinan besar hajat Disney dan Fox bakal mulus. Juru Bicara Gedung Putih, Sarah Huckabee Sanders, pun mengungkapkan Presiden Donald Trump sudah memberi selamat kepada Murdoch atas kesepakatannya dengan Disney.

Iger, yang setuju untuk menunda pensiun dari Juli 2019 hingga akhir 2021, pun optimistis pemerintah AS akan memberi restu.

"Jika mereka (pemerintah) melihatnya dari sudut pandang konsumen, mereka pasti mengerti bahwa merger ini justru menciptakan produk berkualitas tinggi bagi para konsumen di seluruh dunia dan menyebarkannya dengan cara inovatif," tukas Iger.

Baca juga: Kisah di Balik Kesuksesan Ponsel Cina di Dunia

Related

News 2367169396785908378

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item