Mengapa Orang Blasteran Rata-rata Rupawan?

Mengapa Orang Blasteran Rata-rata Rupawan

Naviri.Org - Blasteran adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut orang yang punya leluhur atau ras berbeda. Jika seorang wanita Asia menikah dengan pria Eropa, maka anak mereka biasanya disebut blasteran. Dalam hal ini, sepertinya semua orang sepakat kalau orang blasteran rata-rata cakep dan rupawan. Yang laki-laki biasanya tampan, dan yang perempuan juga biasanya cantik.

Di Indonesia, kita juga mengenal artis-artis yang memiliki tampilan fisik menawan, baik laki-laki maupun perempuan. Chelsea Islan, misalnya, adalah salah satu artis blasteran yang sangat terkenal. Begitu pula Luna Maya, Wulan Guritno, atau Tamara Bleszynski. Mereka orang Indonesia, tetapi kulitnya lebih terang dari kebanyakan orang Indonesia. Kebanyakan orang pun menganggap mereka amat cantik.

Selain selebritas perempuan, pesohor laki-laki pun banyak yang berdarah blasteran. Misalnya Nicholas Saputra.

Karena kenyataan-kenyataan itu pula, kita pun biasanya yakin kalau ada teman menikah dengan orang asing, anak mereka pasti akan cakep. Karena nyatanya memang anak blasteran rata-rata memiliki rupa menawan. Pertanyaannya, mengapa orang-orang blasteran rata-rata cakep dan rupawan?

Ilmuwan dan pemikir sosial ada yang melihatnya sebagai gejala pascakolonial, terkait dengan pengalaman orang Indonesia sebagai bangsa yang pernah dijajah Eropa. Dari pengalaman itu, ada pandangan bahwa orang Eropa lebih luhur daripada kaum pribumi. Karenanya, orang-orang berdarah blasteran pun dianggap lebih rupawan karena mereka “separuh Barat.”

Mereka dipersepsikan lebih baik dan lebih luhur. Pendeknya, menurut teori ini, cantik dan tampan tak lebih dari bentukan kebudayaan, bukan perkara obyektif bahwa darah campuran memang lebih rupawan dibanding yang lain.

Ada juga teori yang mengaitkannya dengan hegemoni kebudayaan Barat. Teori ini misalnya mengaitkan standar kerupawanan dengan massifnya film dan musik Amerika di seluruh dunia. Akibatnya, wajah yang dianggap cantik dan tampan pun berkiblat pada Hollywood: seseorang rupawan jika mendekati standar wajah-wajah yang ada di layar-layar bioskop dan saluran televisi kabel dari negeri Paman Sam.

Tapi, dua teori yang mengaitkan standar daya tarik wajah dengan faktor sosial budaya itu hanya bisa bunyi di negara-negara non-Eropa atau non-Barat. Bagaimana menjelaskan kesukaan Amerika Serikat terhadap Halle Berry, misalnya, seorang campuran Kaukasian dan Afro-Amerika? Atau pujian terhadap Keanu Reeves yang punya jejak-jejak oriental pada wajahnya?

Michael B. Lewis adalah salah satu ilmuwan yang menyediakan penjelasan lain. Menurut penelitian yang dilakukannya pada 2009 di Cardiff University, Inggris, orang ras campuran memang lebih menarik, bahkan lebih sukses.

Penelitian Lewis sederhana. Ia mengumpulkan 1.205 wajah secara acak sebagai sampel, terdiri dari kulit putih, kulit hitam, serta blasteran keduanya. Lalu, 20 mahasiswa psikologi berkulit putih di kampus Cardiff diminta untuk menilai wajah-wajah itu pada skala 1-9 (angka 5 menunjukkan daya tarik rata-rata).

Hasilnya memang demikian: orang berdarah campuran rata-rata dianggap lebih menarik, baik dibanding kulit putih maupun kulit hitam. Jika dilihat proporsinya, di antara 10 persen wajah paling menarik, 65 persennya adalah orang berdarah campuran. Bagaimana jika yang diambil adalah 5 persen wajah yang dianggap paling menarik? Proporsi blasteran di kelompok itu lebih besar lagi, yakni 74 persen.

Apa penjelasannya?

Jawabannya pendek dan klasik: heterosis atau kekuatan hibrida. Gagasan dari Charles Darwin (1876) ini menerangkan bahwa perkawinan silang akan menghasilkan keturunan yang lebih kuat dibanding orangtuanya. Ini sebenarnya fenomena yang umum. Kita juga mengetahuinya dari hasil-hasil rekayasa genetika pada pangan. Meski kontroversial, sulit dimungkiri bahwa pangan hibrida banyak yang kualifikasinya unggul.

Begitu juga hewan. Beberapa anjing hasil kawin silang menghasilkan keturunan yang lebih kuat. Belum lagi perkawinan silang dalam kasus hewan ternak yang menghasilkan daging serta susu lebih baik dan lebih banyak.

“Heterosis, jika dalam populasi manusia, memperkirakan keturunan dari seorang Eropa dengan seorang Afrika akan memiliki kekuatan hibrida lebih besar dibanding keturunan dari orangtua yang sama-sama Eropa maupun sama-sama Afrika,” tulis Lewis dalam jurnalnya “Why Are Mixed-Race People Perceived as More Attractive?”

Dalam hal ini, lanjut Lewis, daya tarik terkait dengan kekuatan genetik. Bahkan, bisa jadi daya tariklah indikator terbaik dari kekuatan genetik. Sebab, hal-hal lain seperti kecerdasan dan tinggi badan banyak dipengaruhi faktor lingkungan.

Tak hanya berhenti pada daya tarik, Lewis menyimpulkan heterosis juga berefek pada kesuksesan. Meski jumlah orang blasteran ini proporsinya kecil, mereka berada di level-level tertinggi pada jenis profesi yang berbeda-beda. Lewis mencontohkan golf yang punya Tiger Woods dan Halle Berry pada profesi aktor. Lihatlah pula Lewis Hamilton dalam dunia balap Formula 1, serta tentu saja dalam politik: Barack Obama.

Di Indonesia, sejumlah keturunan asing menonjol dalam dunianya masing-masing. Misalnya saja Anies Baswedan, keturunan Arab yang jadi menteri pendidikan. Juga Agnes Monica, penyanyi berdarah Tionghoa yang menjajal pasar luar negeri. Atau aktor berdarah Iran, Reza Rahadian, pemborong peran utama di film-film Indonesia kekinian.


Related

Science 6177724654663413099

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item