Lingkaran Setan Kemacetan di Jalan Raya

  Lingkaran Setan Kemacetan di Jalan Raya

Naviri.Org - Jalan raya di mana pun mengalami kemacetan. Jika dulu kemacetan hanya terjadi di kota-kota besar, kini kemacetan juga mulai merambah di kota-kota kecil. Karena kemacetan, perjalanan yang sebenarnya dapat ditempuh hanya dalam waktu beberapa menit, misalnya, bisa molor dan lebih lama. Apalagi jika kemacetan yang terjadi sangat parah. Karena kenyataan itu pula, banyak orang di kota-kota besar semisal Jakarta dan semacamnya, yang sampai berangkat kerja sehabis subuh, demi menghindari kemacetan.

Kemacetan terjadi, bisa dipahami dalam kerangka yang mudah. Yaitu karena jumlah penduduk yang terus bertambah. Meningkatnya jumlah penduduk, ikut meningkatkan jumlah kendaraan yang dibutuhkan. Karenanya, makin hari, jumlah kendaraan yang masuk di jalan raya semakin banyak. Ketika kapasitas jalan yang ada tidak lagi mencukupi jumlah kendaraan yang berlalu lalang di dalamnya, maka terjadilah kemacetan.

Selama ini, upaya untuk mengatasi kemacetan biasanya dengan cara memperlebar atau menambah jalan baru, yang diharapkan bisa mengurai kemetan. Dengan adanya pelebaran, maka jalan raya akan semakin lebar, yang artinya dapat menampung kendaraan lebih banyak. Begitu pula dengan penambahan jalan baru, juga akan ikut mengurai kemacetan, karena kendaraan bisa “dipecah” untuk masuk ke jalan baru, sehingga kemacetan berkurang.

Tapi tahukah Anda, beberapa penelitian secara empiris telah membuktikan pembangunan lebih banyak jalan tidak mengurangi kemacetan?

Tahun 1968, ahli matematika Jerman, Dietrich Braess, membuktikan penambahan kapasitas di jaringan jalan yang padat bisa menambah waktu tempuh semua pengendara yang pada akhirnya menambah kemacetan.

Hal itu terjadi karena mayoritas pengendara akan mengambil jalur tercepat tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi pengendara lain. Logika sebaliknya juga berlaku, dalam beberapa kasus seperti di Stuttgart, New York dan Seoul; penutupan jalan justru mengurangi kemacetan. Fenomena ini dikenal sebagai Braess’ Paradox.

Tahun 2009, dua ekonom dari University of Toronto, Gilles Duranton dan Matthew Turner, mencetuskan the fundamental law of road congestion: perubahan panjang sebuah jalan akan menimbulkan perubahan yang proporsional terhadap kepadatan lalu lintas. Hasil penelitian mereka di Amerika Serikat menunjukkan pembangunan jalan tol baru sepanjang 10 km meningkatkan 10% jumlah total kilometer yang ditempuh oleh para pengendara mobil. Artinya, jalan baru sebenarnya menciptakan kemacetan baru.

Di Inggris, studi yang dirilis CPRE menemukan angka kemacetan justru naik 7% dalam jangka waktu 3-7 tahun, dan 47% selama 20 tahun terakhir di 13 ruas jalan baru yang dibangun pemerintah.

Jika data di atas dianggap kurang, kita bisa menengok Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan. RITJ secara gamblang menyebutkan pengembangan jalan baru di perkotaan malah menyebabkan pembelian lebih banyak kendaraan pribadi yang menciptakan car-dependent society.

Berdasarkan data-data itu, kita melihat kemacetan di jalan raya seperti lingkaran setan, karena sulit dibenahi. Pelebaran jalan dilakukan, penambahan jalan dilakukan, tapi kemacetan terus terjadi.

Beberapa pihak mengusulkan, bahwa upaya mengurangi kemacetan yang lebih efektif sebenarnya bukan menambah jalan baru atau sekadar memperlebar jalan raya, namun melakukan langkah yang lebih tegas. Yaitu mempersulit kepemilikan kendaraan pribadi, memperbaiki kualitas kendaraan umum, dan memprioritaskan para pejalan kaki atau pesepeda.

Baca juga: Jakarta dan Sao Paulo, Kota dengan Kemacetan Paling Gila

Related

Insight 3373849196030221242

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item