Negara-negara yang Tidak Memiliki Tentara

Negara-negara yang Tidak Memiliki Tentara

Naviri.Org - Masing-masing negara memiliki tentara atau institusi militer yang ditujukan sebagai garda depan jika sewaktu-waktu terjadi peperangan. Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil juga bisa memunculkan masalah dan kerusuhan massa, dan dalam hal itu kadang dibutuhkan tentara untuk membantu mengatasi. Namun, bukan berarti semua negara memiliki tentara atau institusi militer. Kenyataannya, di dunia ini ada negara-negara yang tidak memiliki tentara.

Beberapa negara memilih untuk tidak memiliki tentara, dengan alasan beragam. Ada yang menganggap luas wilayah negaranya terlalu kecil, ada juga yang merasa tidak ada negara yang memusuhi mereka. Alasan lain seperti menghindari intervensi kehidupan sosial dan politik tentara.

Dalam The World Factbook yang disusun CIA, dikatakan bahwa 23 negara tidak memiliki institusi militer. Delapan negara di antaranya masuk dalam kategori 11 negara merdeka dengan luas wilayah terkecil di dunia. Mereka antara lain Monaco, Tuvalu, Nauru, San Marino, Liechtenstein, Kepulauan Marshall, Grenada, dan Vatikan.

Tuvalu – bersama dengan Federasi Mikronesia, Palau, dan Samoa – tidak memiliki institusi militer sejak meraih kemerdekaan. Mereka tidak butuh tentara karena luas wilayah yang kecil dan tidak punya musuh luar negeri.

Beberapa dari mereka mengandalkan perlindungan militer negara tetangganya. Monaco meminta perlindungan kepada Perancis. Sedangkan Kepulauan Marshall dan Palau dilindungi militer AS. Sementara Italia melindungi Vatikan – Swiss Guard sering dianggap tentara pelindung Vatikan, padahal mereka hanya pengisi seremoni saja.

Tak ada militer lagi setelah AS menginvasi

Di antara 8 negara tersebut, yang wilayahnya paling luas adalah Grenada. Luas wilayahnya 344 km², hanya separuh dari DKI Jakarta yang memiliki luas daratan 661,52 km². Grenada merdeka dari Inggris pada 1974. Eric Gairy menjadi Perdana Menteri pertama Grenada.

Setelah itu Grenada mengalami konflik internal. Partai yang dipimpin Eric Gairy memenangi pemilu yang diadakan pada 1976. Tiga tahun kemudian, pada 1979, kelompok New Jewel Movement yang berhaluan sosialis pimpinan Maurice Bishop melancarkan kudeta, dan akhirnya mendirikan Pemerintahan Revolusioner Rakyat Grenada.

Empat tahun kemudian, pada 19 Oktober 1983, faksi komunis yang dipimpin Bernard Coard berbalik mengkudeta Bishop dengan dukungan militer Grenada. Tentara Revolusioner Grenada membentuk pemerintahan militer, dan Jenderal Hudson Austin sebagai pemimpinnya.

Selang lima hari kemudian, pasukan gabungan Amerika Serikat (AS) dan Regional Security System (RSS) menginvasi Grenada. Presiden AS Ronald Reagan berdalih serangan yang dinamakan Operation Urgent Fury dilancarkan guna menjamin keamanan 1.000 warga AS, menanggapi permintaan bantuan dari Organisasi Negara-negara Karibia Timur, dan bentuk tanggapan atas seruan dari Gubernur Jenderal Grenada, Sir Paul Scoon.

Persis sejak invasi AS tersebut, intitusi militer di Grenada dihapus. Saat ini keamanan dalam negeri Grenada ditangani oleh Royal Grenada Police Force. Sementara pertahanan dari serangan luar negeri ditangani oleh RSS. Mirip dengan Grenada, pertahanan eksternal Saint Lucia dan Saint Vincent dan Grenadines – keduanya tidak memiliki institusi militer – juga ditangani oleh RSS.

Fenomena serupa terjadi pada Panama. Pada 1981, Jenderal Torrijos yang sempat memimpin Panama sejak 1968 meninggal dalam kecelakaan pesawat. Dua tahun kemudian, pada 1968, Manuel Antonio Noriega Moreno menjadi kepala Garda Nasional, mengembangkan sayap kuasa militernya ke seluruh sendi kehidupan sosial dan politik Panama. Sejak itu, dia secara de facto menjadi penguasa Panama.

Guillermo Endara, pemimpin partai oposisi, terpilih sebagai presiden pada Mei 1989. Tetapi Noriega menyatakan hasil pemilihan umum tersebut tidak sah dan mengangkat kandidatnya, Francisco Rodríguez, sebagai presiden.

Endara tidak terima. Dia memimpin demonstrasi menentang Noriega. AS membekingi Endara dengan menginvasi Panama pada Desember 1989. Di bulan yang sama, AS mengalahkan rezim Noriega, dan parlemen Panama pun melantik Endara sebagai presiden. Dua bulan kemudian, Endara membubarkan angkatan bersenjata dan menggantikan mereka dengan sebuah otoritas kepolisian sipil.

Peter Stearns, seorang profesor dari George Mason, yang menyunting buku Demilitarization in the Contemporary World, menyatakan tidak ada ukuran demiliterisasi yang sempurna. Hampir semua negara yang dalam daftar The World Factbook tidak memiliki tentara memiliki beberapa bentuk layanan keamanan sesuai ancaman yang ada.

Misalnya saja Islandia. Negara tersebut merupakan salah satu negara yang tidak memiliki institusi tentara, namun menjadi anggota NATO. Islandia juga berpartisipasi dalam misi penjaga perdamaian internasional dengan apa yang CIA sebut sebagai "Unit Respons Krisis yang dipimpin oleh warga sipil".

"Menurut pendapat saya, jika Anda berkomitmen untuk menghindari kekerasan eksternal, Anda telah mengambil langkah yang menarik," ujar Stearns.

Baca juga: Kosta Rika, Menciptakan Guru dan Menghapus Tentara

Related

World's Fact 5114173992051680057

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item