NME, Majalah Musik Terkenal yang Akhirnya Tutup

NME, Majalah Musik Terkenal yang Akhirnya Tutup

Naviri.Org - Apa majalah musik paling terkenal di dunia? Sebagian orang mungkin menjawab Rolling Stone, karena nyatanya memang majalah itu sangat terkenal, termasuk di Indonesia. Tetapi ada majalah musik lain yang tak kalah populer, bahkan disebut sebagai majalah musik terpenting pada era 1980-an, bernama NME. Dan sama seperti nasib Majalah Rolling Stone yang tutup, Majalah NME juga tutup.

The Guardian melaporkan bahwa majalah dengan nama panjang New Musical Express itu mengakhiri edisi cetak pada Maret 2018.

"NME akan mengakhiri edisi cetak setelah 66 tahun. Majalah musik mingguan ini bergabung dengan kumpulan majalah yang dulu pernah berjaya dan kini hanya tersisa versi online-nya," tulis The Guardian.

Dahulu, NME bukan hanya berjaya. Ia adalah raksasa. Pada dekade 1960-an, oplahnya lebih dari 300 ribu eksemplar per minggu. The Economist pernah menjulukinya sebagai majalah musik terpenting di era 1980-an. NME dianggap menjadi salah satu media musik arus utama yang turut mendukung kemunculan musik punk dan new wave. Dengan kata lain: majalah itu turut mendefinisikan musik pada masanya.

NME juga berjasa besar di dunia penulisan musik. Ia melahirkan nama-nama penting semisal Nick Logan, Charles Shaar Murray, dan tentu saja: Nick Kent.

Memasuki era 2000, sebenarnya NME sudah mendapat peringatan merah. Oplahnya terus menurun. Seperti yang ditulis Fiona Sturges, oplah NME berkisar 70 ribu eksemplar per minggu. Jika dibandingkan, pada 1996, di masa puncak Britpop, sirkulasinya rata-rata 117 ribu per minggu. Apalagi jika dirunut ke belakang pada dekade 1960-an yang pernah menyentuh angka 308 ribu eksemplar. Tentu ini adalah kejatuhan yang amat menyeramkan.

Sturges menyebut, salah satu faktor kejatuhan NME cetak adalah krisis identitas. Ini termasuk liputan-liputan soal hip-hop di era 1980-an dan DJ di akhir 1990-an. Liputan semacam itu dianggap jauh dari akar rock yang diusung NME.

"NME terlalu keras menarik perhatian pasar pembaca muda, selagi tetap berupaya mempertahankan pembaca dari segmen penggemar musik alternatif," tulis Sturges.

Meski saat itu ada upaya untuk menghibur diri—dengan menyebut bahwa kebutuhan majalah hiburan mingguan masih tinggi—toh majalah ini akhirnya menyerah jua. Derasnya gelombang media online dan informasi hiburan membuat NME mengibarkan bendera putih.

NME saat ini masih ada di ranah online. Tapi satu per satu majalah musik yang berguguran—mulai dari Metal Hammer hingga Classic Rock—membuat banyak orang makin bertanya-tanya: inikah akhir dari jurnalisme musik?

Sebagian mungkin menjawab iya—dengan mempertimbangkan liputan musik yang amat jauh berbeda antara cetak dan online. Tapi ada pula yang masih optimis. Faktornya antara lain majalah-majalah musik besar yang masih bertahan, semisal Kerrang. Ditambah, penulisan musik kini tersebar tak hanya di publikasi besar, namun di situs-situs musik independen.

Maka adagium lawas itu selalu benar: majalah boleh mati, tapi jurnalisme musik akan terus hidup.


Related

News 7553139774166232956

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item