Adolf Hitler dan Kisah Hancurnya Ekonomi Jerman (1)

Adolf Hitler dan Kisah Hancurnya Ekonomi Jerman

Naviri Magazine - Kita tahu dari sejarah, bahwa Perang Dunia II meletus, salah satunya karena ulah Adolf Hitler, yang waktu itu memimpin Nazi, partai berkuasa di Jerman.

Padahal, dari sejarah pula kita tahu bahwa Jerman sedang runtuh usai Perang Dunia I, dan mereka juga mendapat sanksi yang membuat mereka kesulitan, khususnya dalam hal ekonomi. Lalu bagaimana Jerman, khususnya Adolf Hitler, bisa membangun kekuatan hingga meletuskan Perang Dunia II?

Berikut ini adalah kisah yang jarang terungkap, yaitu masa-masa usai Perang Dunia I, dan bagaimana Adolf Hitler di Jerman menyiapkan kekuatannya dengan cara yang licik, yang belakangan menghancurkan ekonomi Jerman.

Usai Perang Dunia I hingga tahun 1930an, kondisi perekonomian Jerman berada dalam keterpurukan. Tingkat pengangguran mencapai lebih dari 25% dari angkatan kerja. Mata uang mereka saat itu bisa dibilang worthless. Kegiatan produksi dan entrepreneurship mangkrak karena masyarakat hampir tidak memiliki daya beli.

Namun itu semua tidak menghentikan tekad Adolf Hitler untuk membangun kembali kekuatan militer Jerman dan mengembalikan kejayaan bangsa Arya. Sayangnya, ambisi itu tersandung. Selain oleh masalah ekonomi, Jerman terikat perjanjian Versailles yang membatasi kekuatan militernya, serta kebijakan pembatasan jumlah kredit yang bisa diambil oleh pemerintah.

Untuk mengakali itu, pemerintah menempuh berbagai cara yang semuanya birisiko, dan beberapa di antaranya bisa dibilang tidak etis bahkan ilegal. Yang paling fenomenal adalah melalui sebuah scheme bernama Mefo Bills.

Apa itu Mefo Bill? 

Mefo Bill merupakan surat utang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan abal-abal bernama Mefo m.b.h. buatan pemerintah Jerman pada tahun 1934. Kegiatan ini murni bertujuan untuk membiayai program Rearmament  Hitler sebelum Perang Dunia II.

Mefo merupakan singkatan dari Metallugirsche Forschungsgesellschaft atau Perusahaan Riset Metalurgi, meski pada kenyataannya perusahaan ini tidak memiliki aktivitas apa pun. Melalui perusahaan ini, hanya dengan modal satu juta RheichsMark (RM), pemerintah Jerman mampu membiayai persiapan perang tanpa terkendala masalah biaya.

Modus Operasi Mefo Bill, sebuah perusahaan abal-abal, adalah membeli peralatan perang dari perusahaan-perusahaan manufaktur senjata, yaitu Krupp, Rheinmetall, Siemens, dan Gutehofnungshutte. Pembelian dilakukan atas nama pemerintah, dan dibayar dengan nota/wesel bayar.

Wesel ini memiliki masa tenggang enam bulan dengan bunga 4%, tetapi dapat diperpanjang sampai lima tahun dengan perpanjangan per tiga bulan. Wesel ini juga bisa dijadikan alat tukar layaknya uang biasa, serta bisa dikonversikan menjadi kas (mendiskontokan) melalui bank-bank di Jerman, yang kemudian oleh bank-bank ini akan dirediskontokan pada Bank Sentral Jerman, Rheichsbank.

Wesel inilah yang dinamakan Mefo Bills. Tercatat pada tahun 1939, Mefo Bills yang beredar di masyarakat memiliki nilai nominal sebesar 12 miliyar RM.

Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Jerman?

Sekilas, perekonomian Jerman terlihat sedang bergairah. Sejak penerbitan pertama pada Agustus 1934, perusahaan-perusahaan Jerman, terutama perusahaan manufaktur senjata, mendapatkan banyak pesanan setelah sekian lama menganggur. Hal ini mengakibatkan output industri tahun 1934 mengalami peningkatan sebesar 45,8% dari output tahun 1932.

Pengangguran juga berkurang dari 28,1% pada tahun 1932, menjadi 13,8% pada tahun 1934. Pertumbuhan GDB stabil di angka 8-10% selama enam tahun dengan inflasi yang relatif rendah, suatu kondisi ekonomi yang membuat direktur Bank Sentral di seluruh dunia mengalami euforia.

Pada grafik pertumbuhan GDP dan inflasi Jerman, terlihat dalam kurun waktu 1934-1938 terus mengalami tren peningkatan GDP yang tinggi dan stabil serta inflasi yang cenderung menurun, setelah mengalami deflasi gila-gilaan.

Pemerintah pun bisa mengakali perjanjian Versailles dan membiayai program rearmament-nya secara rahasia, tanpa meninggalkan bukti tertulis. Karena semua peralatan itu dibeli oleh perusahaan bersatatus “swasta”, bukan negara.

Kondisi ekonomi bagus tanpa inflasi, semua orang bahagia? Sayangnya tidak.

Tindakan ini memang membuat kondisi ekonomi Jerman di atas kertas terlihat menggairahkan. Namun, kenyataannya ekonomi Jerman berada pada posisi yang rentan dan bisa kolaps kapan saja.

Pembiayaan alat perang tadi dibayar bukan dengan uang, melainkan surat utang, dan utang tersebut tidak akan pernah bisa dibayar, baik oleh pemerintah maupun oleh Reichsbank tanpa menimbulkan inflasi.

Untuk mencegah banyaknya pendiskontoan wesel (mengkonversi wesel menjadi kas pada pihak ketiga dengan potongan yang telah ditentukan), Reichsbank berkali-kali memperpanjang tempo pembayaran dengan memberi insentif bagi pemegang wesel, supaya mereka mau menahan weselnya lebih lama; biasanya dengan meningkatkan bunga wesel tersebut.

Rheichsbank juga melakukan seleksi ketat pada semua wesel, sehingga hanya wesel yang diterbitkan dalam rangka pembelian barang secara langsung saja yang bisa didiskontokan. Ketika jatuh tempo terakhir, pemerintah Jerman tetap tidak membayar utang seperti yang mereka janjikan, tetapi malah mengkonversikannya menjadi obligasi jangka pendek.

Bagaimana efeknya?

Ingat, wesel bayar ini dapat diperdagangkan dan ditransaksikan seperti aset setara uang, sehingga perusahaan yang kekurangan kas pun menggunakan wesel ini untuk membiayai kegiatan operasi dan investasi mereka, dan mulailah Mefo Bill beredar di masyarakat.

Peredaran Mefo Bill menciptakan shadow currency, yaitu sejumlah besar aset non-kas yang beredar di masyarakat, dan dijadikan alat tukar layaknya uang. Hal inilah yang membuat inflasi Jerman kala itu terlihat jauh lebih rendah dari aslinya, karena porsi besar dari uang yang beredar tidak dalam bentuk Reichsmark, tetapi dalam bentuk surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan abal-abal.

Sebagai perbandingan, menurut Overy (The Nazi Economic Recovery, 1932–1938, p. 43), jumlah uang beredar di Jerman sebesar 23,7 miliar RM pada tahun 1939. Di saat yang sama, Mefo Bill yang beredar dan menjadi Shadow Currency memiliki nilai 12 miliar RM, lebih dari separuh nilai uang asli yang beredar di masyarakat. Bayangkan seberapa besar inflasi yang tersembunyi dengan sistem ini.

Baca lanjutannya: Adolf Hitler dan Kisah Hancurnya Ekonomi Jerman (2)

Related

Insight 7616924091664127192

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item