Dinasti Rothschild di Balik Industri Pers Internasional

Dinasti Rothschild di Balik Industri Pers Internasional

Naviri Magazine - Pers adalah pilar penting di dunia, karena melalui pers kebenaran disampaikan, fakta dijelaskan, dan masyarakat luas pun tahu apa yang sedang terjadi di dunia.

Latar belakang itu pula yang tampaknya mendorong Dinasti Rothschild untuk menguasai pers internasional, agar mereka bisa menyuguhkan berita apa pun yang mereka inginkan, sekaligus menutupi apa pun yang ingin mereka sembunyikan.

Dinasti Rothschild diyakini sebagai pihak yang memiliki peran penting di balik banyak peristiwa di dunia, namun sosok dan keberadaan serta peran mereka masih misterius. Kemungkinan besar, hal itu terjadi karena mereka juga mengendalikan pers, sehingga mereka pun bisa mengendalikan apa saja yang perlu diketahui dunia.

Di Amerika, kekuatan Dinasti Rothschild di dunia pers sudah jadi rahasia umum. Hal itu tergambar jelas dari pernyataan John Swinton, seorang jurnalis ulung, yang marah dalam sebuah jamuan makan, karena seseorang mengajaknya bersulang untuk kebebasan pers.

John Swinton mengatakan, "Saat ini, dalam sejarah dunia, di Amerika tidak ada kebebasan pers. Kalian tahu itu, dan saya tahu itu. Tidak ada satu pun di antara kalian yang berani menulis pendapat secara jujur. Dan kalau kalian melakukannya, kalian sudah tahu bahwa pendapat itu tidak akan pernah dicetak.

“Saya dibayar per minggu untuk menjauhkan pendapat jujur saya dari koran tempat saya bekerja. Kalian juga dibayar dengan harga serupa, untuk hal-hal serupa, dan siapa pun di antara kalian yang dengan bodoh menulis pendapat jujur akan telantar di jalanan, mencari pekerjaan baru.

“Kalau saya membiarkan pendapat jujur saya muncul di salah satu terbitan koran saya, sebelum 24 jam pekerjaan saya sudah melayang. Tugas para jurnalis adalah menghancurkan kebenaran, berdusta, menyesatkan, memfitnah, menjilat kaki dewa kekayaan, dan menjual negara dan rasnya, demi sesuap nasi sehari-hari.

“Kalian tahu itu dan saya tahu itu, dan kebodohan apa ini, mengajak kita bersulang bagi kebebasan pers? Kita adalah alat-alat pengikut orang-orang kaya di balik panggung. Kita adalah dongkrak, mereka menarik benang lalu kita menari. Bakat kita, kemungkinan kita, dan hidup kita semua, adalah milik orang lain. Kita adalah pelacur intelektual".

Pada tanggal 30 Mei 1919, sebuah pertemuan tambahan dari "Konferensi Perdamaian Versailles" diadakan di Hotel Majestic di Paris. Di sana diputuskan bahwa sebuah organisasi akan didirikan untuk memberikan nasihat (mengendalikan) apa yang dilakukan pemerintah.

Lembaga ini disebut "Institute of International Affairs (Lembaga Urusan Internasional)", yang akan bermetamorfosis menjadi 2 cabang: Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Inggris pada tahun 1920, dan Council on Foreign Relations (CFR) di Amerika Serikat pada tahun 1921

Menariknya, tuan rumah Konferensi Perdamaian Versailles dan ketua pertemuan tambahan konferensi ini adalah Baron Edmond de Rothschild.

Baron Edmond de Rothschild adalah anak termuda Jacob (James) Mayer Rothschild (putra bungsu Mayer Amschel Rothschild), hasil pernikahannya dengan keponakannya sendiri, Betty von Rothschild, anak perempuan Salomon Mayer Rothschild (putra ke-3 Mayer Amschel Rothschild).

Di samping itu, muncul pula CFR (Council of Foreign Relations atau Dewan Hubungan Luar Negeri) di Amerika, di bawah perintah Jacob Schiff. CFR didirikan oleh orang Yahudi Ashkenazi, yaitu Bernard Baruch dan Kolonel Edward Mandell House.

Keanggotaan CFR pada awalnya sekitar 1.000 orang di Amerika Serikat. Anggotanya termasuk bos-bos industri di Amerika, semua bankir internasional berbasis Amerika, dan kepala semua yayasan mereka yang bebas pajak. Pada dasarnya, mereka adalah semua orang yang memberikan modal yang diperlukan bagi siapa pun yang ingin mencalonkan diri untuk kursi Kongres, Senat, atau Presiden.

Tugas pertama CFR adalah mendapatkan kendali pers. Tugas ini diberikan kepada John D. Rockefeller yang mendirikan sejumlah majalah berita nasional, seperti Life dan Time.

Rockefeller mendanai Samuel Newhouse (seorang Yahudi) untuk membeli dan mendirikan secara besar-besaran serentetan surat kabar di seluruh penjuru negeri. Dia juga mendanai orang Yahudi lainnya, Eugene Meyer, yang membeli banyak penerbitan, seperti Washington Post, Newsweek, dan The Weekly Magazine.

Baca juga: Fakta-fakta Dunia yang Sangat Mencengangkan

Related

Insight 5405167374654921065

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item