Terlalu Banyak Pekerjaan, Terlalu Sedikit Waktu Luang

Terlalu Banyak Pekerjaan, Terlalu Sedikit Waktu Luang

Naviri Magazine - Kehidupan orang-orang zaman sekarang seperti ada dalam siklus tanpa akhir, yang diawali dari bangun tidur, bekerja sampai waktu tidur lagi, dan besok hal sama diulangi. Aktivitas itu berlangsung dari hari ke hari, dan telah menjadi potret nyata sebagian orang, khususnya yang tinggal di kota-kota besar.

Dan tuntutan pekerjaan seperti tidak kunjung berhenti, hingga jam kerja juga harus bertambah. Forbes mencatat, dengan mengutip hasil survei Harvard Business School, sekitar 94% profesional bekerja lebih dari 50 jam per minggu.

WHO menyatakan, 1 dari 7 orang mengalami gangguan kesehatan jiwa di kantor. Sementara studi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pada 2016 memperlihatkan sepertiga pekerja di industri kreatif mengalami overwork dengan jam kerja lebih dari 48 jam tiap minggu.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa para pekerja seperti tak punya pilihan lain dalam hidup kecuali kerja, kerja, kerja. Di tengah tuntutan hidup yang serba cepat, bekerja dianggap sebagai salah satu cara untuk menyesuaikan diri—termasuk tenggelam dalam ritme yang kadang tak manusiawi.

Orang-orang saling berlomba untuk lebih dulu mencapai garis akhir. Jika tak mampu berlari cepat, maka jangan harap pekerjaan, relasi, dan masa depan dapat jaminan.

Dampaknya tidak main-main. Selain kesehatan rentan terganggu, kita seolah tak punya kebebasan untuk menentukan apa yang akan atau ingin kita lakukan, dan dipaksa tunduk pada budaya serba cepat yang semakin ke sini kian menyeramkan.

Baca juga: Slow Life, Cara Bahagia di Tengah Budaya Serba Cepat

Related

Career 3323286642607057056

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item