Kisah dan Nasib Tragis Orang-orang yang Tak Bisa Tidur

Kisah dan Nasib Tragis Orang-orang yang Tak Bisa Tidur

Naviri Magazine - Di dunia ini ada banyak penyakit yang bisa menyerang manusia, sebagian adalah penyakit umum yang menimpa banyak orang, dan sebagian lain adalah penyakit aneh yang jarang diketahui karena hanya menimpa sedikit orang. Salah satu penyakit aneh itu adalah Fatal Familial Insomnia, atau disingkat FFI.

FFI menjadikan penderitanya tidak bisa tidur. Bukan hanya sehari dua hari, tapi sampai berbulan-bulan. Penyakit misterius yang menjadikan penderitanya mengalami insomnia fatal ini, anehnya, menjangkiti orang secara turun temurun. Karenanya, jika seseorang menderita FFI, kemungkinan besar anak dan keturunan berikutnya akan mengalami hal serupa.

Orang pertama yang terdata menderita penyakit misterius tersebut adalah seorang dokter di Venesia, Italia. Lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan otak orang yang menderita penyakit aneh ini?

Berdasarkan penelitian ilmuwan, FFI terjadi karena munculnya protein di otak, yang seharusnya tidak ada, bernama prion. Prion muncul karena adanya mutasi genetika. Tanpa alasan yang jelas, prion-prion tersebut muncul dan berkembang liar pada usia paruh baya, yang kemudian perlahan-lahan meracuni neuron otak.

Kondisi ini membuat FFI mirip dengan penyakit Creutzfeldt–Jakob (CJD) dan penyakit Sapi Gila, yang sempat hangat diperbincangkan. Bedanya, jika CJD membuat otak tampak seperti keju Swiss (dengan lubang-lubangnya), FFI menyerang lebih ke bagian thalamus otak, yang terletak di tengah-tengah otak sebesar kacang. Thalamus penderita FFI tampak seperti sudah dimakan ulat.

Namun, setelah penelitian panjang, ilmuwan akhirnya membuka tabir mengapa kerusakan pada bagian kecil otak tersebut bisa berujung pada kematian. Thalamus mengatur respons otonom terhadap lingkungan di sekitar. Respons itu bisa berwujud tekanan darah, detak jantung dan produksi hormon untuk membuat tubuh berjalan wajar.

Ketika bagian ini rusak, kejadiannya sama seperti saat pendingin ruangan kita kehabisan freon, atau ketika pipa air kita bocor, atau jendela tiba-tiba menghempas terbuka – semuanya kacau.

'Tidur-tidur ayam'

Tidak terkendalinya kontrol spontan tubuh ini pulalah yang membuat pasien FFI menderita insomnia. Alasannya, tubuh mereka tidak bisa menyiapkan diri untuk tidur. Jika pada orang sehat, tekanan darah menurun saat menjelang tidur, pada penderita FFI tekanan darahnya malah meningkat, sehingga membuat tubuh masih terus terjaga dan ‘siaga’.

Kalau sistem syaraf spontan kita tidak seimbang, tentu kita akan insomnia.

Alhasil, ritme otak pun kacau. Pada orang yang tidak menderita FFI, saat tidur tubuh mereka akan memasuki beberapa tahap, yang dimulai tidur dengan tahap tidur “gerakan mata cepat”, yang disusul tidur “gelombang lambat” atau yang lebih dikenal dengan tidur nyenyak.

Pada tahap tidur nyenyak, osilasi listrik-frekuensi-rendah akan terjadi di sepanjang cortex, yang terletak di bagian permukaan otak. Cortex berfungsi untuk meredam sinyal peringatan yang biasanya aktif saat kita terjaga.

Dan, bagian otak yang mengatur semua ritme itu adalah thalamus. Ketidakhadiran fungsi yang ‘memadamkan’ aktivitas tubuh ini, membuat penderita FFI tidak akan pernah tidur nyenyak, kata Angelo Gemignani dari Universitas Pisa.

Alhasil, tanpa tidur gelombang lambat, seseorang hanya bisa ‘tidur-tidur ayam’ – tidak tertidur, tetapi juga tidak bangun - di mana saat tertidur pasien tanpa sadar kerap melakukan aktivitas keseharian mereka. Keadaan ini membuat Cortelli teringat seorang pasien FFI-nya, Teresa, yang tanpa sadar melakukan gerakan seperti sedang menyisir rambut orang. Sebelum terserang FFI, Teresa adalah seorang penata rambut.

Perlahan memburuk

Namun, dengan berbagai nuansa kelam yang menyelimutinya, ternyata tetap ada peluang untuk mengurangi derita pasien. Seorang psikolog di Touro College, New York, Joyce Schenkein, pertama kali bertemu pasiennya, Daniel (nama disamarkan), justru bukan ketika lelaki itu menjadi pasiennya. Schenkein mengenal Daniel lewat program radio yang dibawakan Daniel. "Daniel selalu terdengar cerdas, sekaligus sangat lucu," ungkapnya.

Namun, beberapa tahun setelahnya, suara Daniel mulai terdengar kebingungan dan letih. "Kadang, dia berkata 'maaf kalau saya terdengar tidak jelas, belum tidur lima hari soalnya'," kata Schenkein.

Hasil tes mengungkapkan Daniel menderita FFI (ibunya sebenarnya tahu bahwa ada penyakit 'aneh' di keluarga ayah Daniel, tetapi memutuskan untuk tidak bercerita kepada anaknya). Kabar buruknya, FFI yang diderita Daniel adalah jenis yang berkembang sangat cepat.

Setiap kali bangun, Daniel berhalusinasi, bertanya-tanya apakah dia masih hidup atau telah mati.

Penyiar radio ini menyikapi kemalangan yang menimpanya dengan 'sikap ksatria'. Dia membeli karavan, berpetualang mengelilingi Amerika. "Daniel berjiwa petualang, dia tak akan mau duduk diam dan mati begitu saja," kata Schenkein. Ketika penyakitnya semakin parah, Daniel merekrut sopir dan seorang perawat untuk membantunya.

Daniel juga mencoba berbagai cara untuk bisa tidur. Mulai dari meminum vitamin, berolahraga, hingga menggunakan obat tidur, misalnya diazepam - demi bisa tidur meskipun hanya 15 menit saja. Dia bahkan membeli tanki isolasi untuk tidur, ketika menyadari dia gampang sekali terbangun jika ada gerakan atau suara sekecil apapun.

Tidur mengambang di tanki yang berbentuk telur dan berisi air garam hangat itu, Daniel akhirnya bisa beristirahat, tidur nyenyak hingga empat setengah jam. Namun, setiap kali bangun, dia merasakan halusinasi luar biasa - sebuah perasaan yang membuatnya merasa bingung, bertanya-tanya apakah dia masih hidup atau telah mati.

Meskipun bisa tidur hingga empat setengah jam adalah pencapaian luar biasa, tetapi 'kenikmatan' itu tidak bertahan lama. Apalagi ketika penyakitnya memburuk.

"Dia bahkan tak bisa melakukan apapun," kata Schenkein. "Bahkan ada saat-saat di mana Daniel tidak mampu berbuat apa-apa - penyakit itu seakan membuatnya tidak sadar. Dia hanya duduk tanpa bisa bergerak."

Suatu waktu Daniel mencoba terapi listrik. Berharap kejutan listrik bisa membuatnya tak sadar dan tertidur. Terapi itu malah membuatnya mengalami amnesia (hilang ingatan). Setelah beberapa tahun berjuang, Daniel meninggal dunia.

'Membersihkan' otak

Meskipun setiap upaya penyembuhan tidak berumur panjang, Daniel hidup lebih lama dari yang semula diprediksi.

Schenkein mengungkapkan, dalam kasus Daniel terbukti bahwa tidur "gelombang lambat" atau tidur nyenyak merangsang aliran cairan ke sela-sela sel otak, yang sekaligus membersihkan 'sisa' dan detritus dari aktivitas hari itu. Setelahnya, otak pun bersih, seperti pantai usai disapu ombak besar.

"Setidaknya, dengan apa yang telah dilakukan Daniel, kita tahu bahwa ada hal yang bisa dilakukan untuk memperpanjang usia pasien," tutur Cortelli - meskipun sebenarnya dia hanya mengambil satu contoh kasus, yang bisa saja tidak bisa diterapkan pada pasien lain.

Baca juga: Fakta-fakta Unik Seputar Tidur

Related

Science 4349237963382457763

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item