Misteri Kemunculan Gunung Anak Krakatau Seusai Ledakan Dahsyat

Misteri Kemunculan Gunung Anak Krakatau Seusai Ledakan Dahsyat

Naviri Magazine - Kemunculan Gunung Anak Krakatau yang penuh kejutan pada tahun 1927, sungguh merupakan misteri vulkanik yang tiada duanya di dunia. Proses kemunculan Anak Krakatau berawal dari letusan dahsyat "induknya", Gunung Krakatau, pada 27 Agustus 1883.

Menurut catatan sejarah, Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggemparkan dunia, dan menimbulkan tsunami terhebat sebelum bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.

Disebutkan bahwa semburan lahar dan abu Gunung Krakatau waktu itu mencapai ketinggian 80 km, sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun.

Ledakannya menimbulkan gelombang pasang setinggi 40 meter, dan menyapu bersih pantai sepanjang Teluk Lampung dan pantai barat daerah Banten.

Sedikitnya 36.000 orang tewas waktu itu, dan suara letusannya disebut-sebut terdengar hingga di Singapura dan Australia. Letusan Kratakau juga menimbulkan rangkaian gempa bumi yang menjalar sampai ke Australia selatan, Srilanka, dan Filipina.

Dalam buku "Javanese Book of Kings", disebutkan bahwa Gunung Krakatau Lama (purba) tingginya kala itu mencapai 2.000 meter dengan radius 11 km.

Ketika meletus, ledakannya mengakibatkan tiga perempat tubuhnya hancur, dan menyisakan gugusan tiga pulau kecil, yaitu Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Krakatau Besar.

Empat puluh empat tahun kemudian, lahir cikal bakal Anak Krakatau. Disebutkan bahwa sekitar tahun 1927, para nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda, tiba-tiba terkejut dengan kemunculan kepulan asap hitam di permukaan laut, di antara tiga pulau yang ada.

Setahun setelah kemunculan asap itu, muncullah Gunung Anak Krakatau. Hingga kini, Gunung Anak Krakatau terus "tumbuh", dan ketinggiannya telah mencapai 280 meter dari permukaan laut.

Untuk mendaki puncak Anak Krakatau, diperlukan izin khusus yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Ada izin masuk yang dikeluarkan BKSDA, namanya Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi).

“Untuk masuk ke Anak Krakatau, sistemnya bukan menggunakan karcis masuk, karena Anak Krakatau adalah cagar alam," kata Kepala BKSDA Lampung, Agus Harianta.

Peraturan tersebut, menurut Agus, adalah untuk menjamin keamanan para pengunjung, karena Anak Krakatau seringkali menunjukkan aktivitas yang dianggap berbahaya.

Bahkan, setelah gempa dan tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 lalu, ada kekhawatiran Anak Krakatau akan meletus.

Beberapa kali status aktivitas Anak Krakatau memang ditingkatkan menjadi "waspada", namun pengunjung masih mendapatkan surat izin jika kondisinya dinilai tidak membahayakan.

Baca juga: Misteri dan Peristiwa Aneh Hilangnya Pesawat di Segitiga Bermuda

Related

Mistery 1254216475704781561

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item