Bahaya di Balik Petir, dan Orang-orang yang Tewas Tersambar Petir

Bahaya di Balik Petir, dan Orang-orang yang Tewas Tersambar Petir

Naviri Magazine - Kedengarannya memang ironis. Walau sebentar lagi umat manusia akan memasuki era milennium ketiga yang amat sarat teknologi dan kebudayaan tinggi, masih saja ada tragedi yang mengingatkan kita pada zaman para dewa.

Dahulu kala, menurut legenda Yunani, konon Bumi dikuasai sejumlah dewa, di antaranya adalah Zeus, Dewa Petir. Ia bisa menghukum siapa saja dengan petir yang bisa dilecut dari tangannya. Tiada ampun bagi korbannya.

Begitulah legenda. Namun, lepas dari semua itu, kasus orang tersambar petir ternyata masih terjadi pada masa yang telah begitu modern ini, setelah lebih dari empat abad Benjamin Franklin menaklukkan petir dengan layang-layang yang digantungi kunci.

Dalam hal ini, kita mungkin masih ingat dengan musibah yang dialami seorang pria di Batam beberapa tahun lalu, ketika tersambar petir saat sedang mengayunkan stik golf-nya. Tanpa dinyana, ia langsung roboh setelah petir menyambarnya.

Selain itu, tentu masih segar dalam ingatan kita betapa menyedihkan nasib tiga dari delapan anak dari Kampung Parigi Kecamatan Pondok Aren, Tangerang, Jawa Barat, yang pada suatu sore tengah bermain di persawahan. Mereka tewas seketika dengan tubuh hangus, juga akibat sambaran petir.

Sore itu, seperti biasa, mereka berhamburan meneduh ke sebuah gubuk yang ada di tengah persawahan begitu hujan tiba-tiba turun. Lalu petir mulai menyambar-nyambar, hingga suatu ketika di antara mereka “terkirim” tepat mengenai gubuk tempat mereka meneduh. Rohmin, Uslani, dan Solihin, langsung terjungkal tewas dengan tubuh hangus terbakar.

Di rumah sakit Ashobirin, selagi masih dirawat akibat shock, Usriandi, kakak Uslani yang sama-sama ikut berteduh di gubuk nahas itu, menceritakan kegetiran yang terjadi. "Ketika itu hujan memang deras. Tiba-tiba saja petir menyambar, dan saya segera tak sadarkan diri."

Umumnya, petir-petir pencabut nyawa ini memang mengincar korban yang tengah “bercanda” di wilayah datar yang terbuka. Di negara yang sudah terbilang maju sekalipun, seperti di Inggris, kasus petir makan korban juga masih terjadi.

Salah satu kasus terjadi pada beberapa tahun lalu. Ketika itu, seorang pria dewasa yang tengah melintas Taman Finsbury, London, tiba-tiba terpental ketika petir menyambarnya. Seperti juga korban lainnya, ia tewas seketika dengan tubuh terbakar.

Terdorong rasa ingin tahu yang mendalam, seorang fisikawan lalu melakukan penelitian terhadap tubuh korban. Menurut pengamatannya, pola lintasan arus listrik yang begitu tinggi dari petir tampak mengikuti jalur pembuluh darah vena.

"Lintasannya mulai dari leher atas bahu sebelah kanan, lalu melintas dada hingga rongga perut depan bagian bawah. Pola yang terjadi memang tak selalu demikian, namun tampaknya listrik petir mencari bagian tubuh yang memiliki resistensi rendah," ujarnya.

1.000.000 volt

Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa dengan medan listrik berbeda. Prinsip dasarnya kira-kira sama dengan lompatan api pada busi. Di alam sekitar kita, petir biasa terjadi pada awan yang tengah membesar menuju awan badai (cumulonimbus).

Sedemikian besar, sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh awan akan terang dibuatnya. Dan, sebagai akibat udara yang terbelah, sambarannya yang rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik itu juga akan menimbulkan suara yang menggelegar, bunyi yang kemudian biasa kita sebut geluduk, guntur, atau halilintar. Dalam musim penghujan, awan-awan jenis ini banyak terbentuk.

Di lain kesempatan, ketika akumulasi muatan listrik dalam awan telah membesar dan stabil, lompatan listrik (eletric discharge) yang terjadi pun akan merambah massa bermedan listrik lainnya, dalam hal ini adalah Bumi. Penghubung yang “digemari”, merujuk Hukum Faraday, tak lain adalah bangunan, pohon, atau tiang-tiang metal berujung lancip.

Memang belum pernah ada ilmuwan yang pernah menekuni langsung bagaimana terjadinya fenomena alam ini. Namun, mereka menduga, hingga lompatan bunga api listriknya terjadi, ada beberapa tahapan yang biasanya dilalui.

Pertama adalah pemampatan muatan listrik pada awan bersangkutan. Umumnya, yang akan menumpuk di bagian paling atas awan adalah listrik muatan negatif; di bagian tengah adalah listrik bermuatan positif, sementara di bagian dasar adalah muatan negatif yang berbaur dengan muatan positif. Pada bagian bawah inilah petir biasa berlontaran.

Besar medan listrik minimal yang memungkinkan terpicunya petir adalah sekitar 1.000.000 volt per meter. Bayangkan betapa mengerikannya jika lompatan bunga api ini mengenai tubuh makhluk hidup!

Akibat kondisi tertentu, Bumi yang cenderung menjadi peredam listrik statis, bisa pula ikut berinteraksi. Hal ini dimungkinkan jika pada suatu luasan tertentu terjadi pengkonsentrasian listrik bermuatan positif. Entah di bawah bangunan atau pohon.

Ketika beda muatan antara dasar awan dengan ujung bangunan/pohon sudah mencapai batas tertentu, akan menjadi kejadian lumrah jika kemudian terjadi perpindahan listrik. Maka secara fisik kita akan melihatnya sebagai petir menyambar bangunan atau pohon.

Muatan yang begitu besar selanjutnya akan segera menyebar ke seluruh bagian bangunan/pohon, untuk kemudian menjalar ke tanah dan ternetralisasi pada kedalaman yang mengandung air tanah.

Kondisi seperti itu sudah pasti amat berbahaya bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Jika sambarannya tak terlampau kuat, korbannya paling hanya mengalami cedera dan/atau shock. Namun jika serangannya kuat, seperti dialami tiga anak dari Kampung Parigi, korbannya akan tewas seketika. Karena, selain terbakar, ia akan menjadi “penghantar” listrik yang besarnya mencapai ribuan volt.

Kemajuan teknologi sebenarnya telah memungkinkan cara-cara pengendalian arus listrik yang begitu besar dari langit. Yakni, dengan penangkal petir, di mana arus listrik yang begitu besar ditangkap sebuah atau sejumlah pucuk tembaga runcing, lalu dialirkan lewat “jalan tol” berupa kawat tembaga yang terpasang di sisi bangunan, dan langsung dibawa menuju air tanah.

Menurut penelitian, daerah serbuan petir tak selamanya merupakan daerah yang dinaungi awan-awan besar. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa suatu daerah pernah mendapat sambaran petir hebat, meski langit di atasnya bersih dari awan.

Contoh paling ekstrem yang pernah dicatat terjadi di Hereford, Inggris. Suatu ketika, petir kuat menyerbu sebuah gedung, setelah petir ini menempuh perjalanan sekitar lima mil dari “pusatnya”. Dari kejauhan, sejumlah saksi melihatnya sebagai pemandangan yang begitu indah sekaligus mengerikan. (Handbook of Unusual Natural Phenomena, 1986).

Itu sebabnya, di musim hujan, kita lebih baik tak usah bermain-main di wilayah terbuka atau bernaung di bawah pohon pada saat hujan. Ini semata-mata untuk menghindar dari kemungkinan yang tak diinginkan. Sebab, kita tak pernah bisa menduga apakah tanah yang sedang kita pijak telah berpotensi menjadi penarik petir atau tidak.

Baca juga: Ngeri, Ternyata Bumi Nyaris Kiamat 565 Juta Tahun Lalu

Related

Science 329141207400444465

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item