Tiga Ilmuwan yang Mampu Menggabungkan Sains dengan Agama

Tiga Ilmuwan yang Mampu Menggabungkan Sains dengan Agama

Naviri Magazine - Agama dan sains (ilmu pengetahuan) kerap dipertentangkan, karena dianggap sebagai dua hal yang saling berseberangan. Kenyataannya, seiring laju zaman dan makin canggihnya ilmu pengetahuan, manusia makin banyak menemukan ketidakcocokan doktrin agama dengan realitas yang dibuktikan oleh sains.

Mereka yang tidak mempercayai Tuhan, sering menjadikan science sebagai senjata utama. Hal yang sangat wajar, mengingat banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak terdapat dalam kitab suci para pemeluk agama.

Maka, science yang merupakan sebuah ilmu yang didapat dari sebuah gagasan, pemikiran, penelitian, percobaan, hingga pembuktian dari sebuah hipotesa adalah hal yang paling masuk akal untuk dijadikan senjata dalam perdebatan dengan mereka yang beragama.

Apakah agama dan science memang selalu bersebrangan? Hingga ada argumen yang berkata bahwa seorang yang religius tidak dapat menjadi seorang ilmuwan?

Kebanyakan ilmuwan memang bukan orang yang religius, tapi menurut survei yang dilakukan pada anggota American Association for the Advancement of Science, lebih dari setengahnya percaya bahwa ada sebuah kekuatan besar di luar kemampuan manusia.

Perdebatan antara agama dan sciene memang sulit menemui titik temu, tetapi tidak untuk tiga ilmuwan berikut. Tiga ilmuwan berikut dengan yakin memeluk agama dan melanjutkan ketertarikan mereka pada science.

Fahad Ali

Fahad Ali saat ini terlibat dalam sebuah penelitian untuk memodifikasi tanaman secara genetik menggunakan CRISPR. Walapun sebenarnya ia masih dalam masa pendidikan di Univesity of Sydney Institute of Agliculture.

Menurutnya, perdebatan tentang agama dan science muncul karena kebanyakan orang menelan mentah-mentah bacaan di kitab suci tanpa mempelajari lebih dalam. Sehingga muncul anggapan bahwa banyak hal yang tidak masuk akal di dalam kitab suci.

Dalam bacaannya sendiri terhadap kitab sucinya, Al-Quran, ia menemukan suatu dorongan untuk belas kasih, sopan-santun, kemurahan hati, dan kecerdasan.

“Science seharusnya menjadi pelayanan untuk kemanusiaan”, kata Farad.

Pernyataan yang mengatakan bahwa ilmuwan harus meninggalkan agamanya adalah salah menurut Farad, karena banyak ilmu pengetahuan yang didapat dari ilmuwan Muslim, dan para filsuf dan pemikir. Seperti kata “Aljabar” yang berasal dari bahasa Arab, contohnya.

Tuhan tidak dapat dijadikan sebagai alasan bila ilmuwan belum berhasil membuktikan sesuatu. Seperti teori evolusi dari Darwin. Banyak kalangan yang menjadikan teori ini untuk mengancam mereka yang beragama.

Akan tetapi, Farad meihatnya dari sisi berbeda. Menurutnya, ini malah bisa menjadi bukti bahwa Tuhan lebih dari apa pun, karena Ia mampu membuat seluruh kehidupan di Bumi dari satu asal.

Dr Jennifer Wisemen

Dr Jennifer Wisemen adalah seorang senior astrophysicist di NASA’s Goddard Space Flight Centerd di Greenbelt, Maryland. Ia saat ini masih dalam penelitian untuk mengetahui bagaimana bintang dan planet dapat terbentuk.

Dr Jennifer Wisemen berhasil menemukan Komet Wiseman-Skiff pada saat berkuliah di MIT pada tahun 1987. Ia lalu melanjutkan pendidikannya, dan mendapatkan gelar Ph.D di Harvard University.

Baginya, kehidupan merupakan pemberian Tuhan yang bertanggung jawab akan alam semesta. Memeluk sebuah agama dan bekerja sebagai ilmuwan bahkan membuat Jennifer semakin menguatkan kepercayaannya pada agama yang ia anut.

“Tuhan bertanggung jawab akan segala hal. Jadi, dengan mempelajari tentang alam semesta, kamu sedang memperkaya pengetahuan tentang Tuhan,” kata Jennifer.

Menurutnya lagi, konflik antara agama dan science merupakan fenomena baru yang dibuat oleh media untuk mengembangkan sebuah “drama”.

Hal yang menarik, di kalangan para ilmuwan, ia jarang menemukan perdebatan antara agama dan science, karena kebanyakan rekannya mempercayai bahwa ada sebuah pertanyaan yang sangat dalam tentang kehidupan yang tidak dapat dijawab oleh science.

Bagaimana tanggapannya mengenai kitab sucinya, Injil? Jennifer mengatakan, “ The Bibble’s not a science text.”

Dr Andrew Harman

Dr Andrew menyelesaikan pendidikannya sebagai seorang sarjana di UK. Lalu ia melakukan perjalanan ke Asia Tenggara, dan mengenal Buddhism untuk pertama kali.

Ia saat itu berada di Laos. Ketika mengalami kebosanan karena perjalanannya yang cukup jauh, ia memutuskan untuk membaca sebuah buku tentang Buddhism. Di situlah ia mulai tertarik dengan Agama Budha.

Saat ini, ia menjalankan dua lab di Westmead Institute for Medical Research di Sydney, Australia. Di dalam lab tersebut ia mempelajari mekanisme penyebaran HIV dan immunology penyakit Crohn.

Andrew adalah orang yang tertarik dengan kosmologi, dan buku Stephen Hawking, A Brief History of Time, adalah buku favoritenya. Menurutnya, sciene adalah tentang ilmu pengetahuan, sedangkan agama Budha adalah tentang kehidupan.

Menurutnya lagi, agama Budha adalah agama yang paling cocok untuk seorang ilmuwan, karena memilki ide yang sama, yaitu kita tidak dapat mempercayai sesuatu tanpa sebuah bukti. Dan ia percaya tidak akan ada yang bisa membuktikan keberadaan Tuhan.

Baca juga: Roger Garaudy, Penulis dan Filsuf Muslim Terkenal Prancis

Related

Science 5370515311380295321

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item