Penyebab Masih Ada Orang Baca Koran Meski Sudah Ada Internet

 Penyebab Masih Ada Orang Baca Koran Meski Sudah Ada Internet

Naviri Magazine - Internet punya segalanya, termasuk aneka artikel dan berita yang di-update setiap detik. Karenanya, orang kerap menyebut ini zaman digital, ketika semua hal telah terdigitalisasi dalam bentuk internet. Membaca berita, mengakses media sosial, sampai menonton film, semua dilakukan lewat internet.

Meski begitu, masih ada orang-orang yang tetap membaca koran atau buku cetak, meski mereka juga mengakses internet. Apa yang melatarbelakanginya?

Pertumbuhan jumlah pengguna internet memang besar. Tahun ini, penetrasi pengguna internet Indonesia berada pada angka 44,3 persen dari total populasi penduduk.

Sayangnya, meski penikmat internet terhitung besar, penduduk yang saling terhubung via internet tidak merata. Ada jarak yang cukup besar antara online dan offline.

Alice Truong, dalam laporannya di Quartz, membuktikan ketidakmerataan pengakses internet dengan membandingkan jumlah bahasa yang digunakan di dunia offline dengan bahasa yang digunakan di dunia online. Hasilnya, ada lebih dari 7 ribu bahasa yang digunakan penduduk di dunia offline. Sementara itu, pengguna Google hanya menggunakan tak lebih dari 500 bahasa dan penduduk Facebook baru menggunakan 130 bahasa di platformnya.

Di Indonesia, menurut Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2017, ketidakmerataan penetrasi internet dibagi ke dalam tiga wilayah: urban (wilayah dengan GDP yang berasal dari non-pertanian), urban-rural (campuran), dan rural (pertanian).

Di wilayah urban, penetrasi internet telah mencapai 72,41 persen. Namun, di wilayah urban-rural dan rural, penikmat internet hanya mencakup sekitar separuh penduduk: masing-masing 49,49 persen dan 48,25 persen dari seluruh penduduk.

Artinya, meski pengguna internet besar, masih ada penduduk tak terkoneksi internet dengan porsi yang juga besar di wilayah urban-rural dan rural.

Kaum imigran digital

Di dunia yang semakin "segalanya digital", ada orang-orang yang masih menyenangi sentuhan-sentuhan konvensional, sentuhan offline.

Marc Prensky dalam “Digital Native, Digital Immigrants,” menyebut bahwa setidaknya ada dua tipe manusia di era ini: digital native dan digital immigrants.

Digital native merupakan kaum milenial dan generasi setelahnya, kaum yang hidup dan tumbuh bersama Google, Facebook, dan aplikasi e-mail yang memudahkan berkirim surat. Generasi pribumi digital ini lahir sejak dekade 1980an hingga hari ini.

Generasi yang lahir sebelum mereka adalah imigran digital. Kaum ini hidup di wilayah yang serba-digital, tetapi pemikiran dan cara hidupnya masih berpatok ada cara lama. Meski hidup di tengah kungkungan teknologi, imigran digital tak tercebur dalam era internet of things.

Mereka masih membaca pesan SMS dan telepon, alih-alih ruang chat. Mereka juga tak paham betul cara menggunakan media sosial, termasuk saat mereka mempunyai akun media sosial. Mereka masih membaca media cetak, alih-alih tergantung pada sediaan informasi di internet.

Baca juga: Kenapa Orang Suka Membuka Banyak Tab Browser Saat Berinternet?

Related

Technology 3377248759199152720

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item