Mengapa Orang Suka Bertanya “Kapan Nikah” di Saat Lebaran?

 Mengapa Orang Suka Bertanya “Kapan Nikah” di Saat Lebaran?

Naviri Magazine - Lebaran atau perayaan Idul Fitri di Indonesia biasanya diisi dengan acara saling mengunjungi saudara, famili, kerabat, dan lain-lain. Biasanya, ketika masing-masing kerabat saling bertemu, salah satu pertanyaan yang muncul dalam pertemuan itu adalah, “Kapan nikah?”

Pertanyaan itu tentu saja ditujukan kepada yang belum menikah. Tante, bibi, atau siapa saja, bisa mengajukan pertanyaan itu kepada para keponakan yang mulai tumbuh dewasa. Sebagian orang kadang tak nyaman dengan pertanyaan semacam itu, namun setiap kali lebaran datang selalu muncul lagi pertanyaan serupa.

Mengapa banyak orang suka bertanya “kapan nikah?” saat lebaran? Bisa jadi, hal itu berakar pada tradisi masa lalu, terkait orang-orang zaman kuno merayakan lebaran. Mari kita lihat perayaan lebaran di berbagai tempat ini, dan melihat benang merahnya.

Banyuwangi, Jawa Timur

Pagi hari, cara Orang Osing, penduduk setempat di Banyuwangi, mengisi lebaran tidak beda dengan kebanyakan orang di berbagai tempat. Pergi sembahyang ke masjid atau tanah lapang.

Kemudian, antara pukul 15.00 sampai 18.00, mereka menggelar arak-arakan dengan bermacam-ragam kendaraan. Antara lain dokar, sepeda, dan mobil open kap. “Semua dihias dengan seindah-indahnya,” tulis Majalah Terang Boelan.

Kebanyakan peserta arak-arakan adalah perempuan. Sisanya anak-anak kecil. Para pemuda berjejeran di tepi jalan menyaksikan arak-arakan. “Akibat yang biasanya menyusul dari arak-arakan itu, sesudah selesai perayaan Idul Fitri banyak terjadi pertunangan,” tulis Terang Boelan.

Terang Boelan tak bisa memastikan sejak kapan tradisi ini bermula. Tapi mereka menyebut kebiasaan ini berakar dari karakter Wong Osing yang patuh dan taat agama. “Karena yang demikian itu, maka di dalam pergaulan hidup sehari-hari, artinya penduduk dari masyarakat biasa, ada batas-batas yang sangat keras. Terutama antara si gadis dan jejaka.”

Para orangtua mencari waktu tepat bagi para gadis dan lelaki bujang untuk saling bertemu dan bergaul. Hari itu ialah lebaran pada bulan Syawal dalam kalender Islam. Jika saling kepincut satu sama lain di arak-arakan, para gadis dan lelaki bujang boleh meneruskan ke hubungan lebih lanjut. Tak jarang mereka langsung menikah beberapa hari selepas Lebaran.

“Bulan Syawal adalah bulan yang baik untuk melangsungkan perkawinan atau pertunangan,” ungkap Terang Boelan.

Jakarta

Suara bedug dan takbir tanpa henti selepas Isya pada malam menjelang lebaran di Jakarta. Penduduk setempat bilang malam itu “Malam Tekebiran”. Anak kecil berkerumun rebutan memukul bedug. Orang dewasa memperbaiki kursi di rumah, menyiapkan pakaian baru, dan mengkapur dinding rumah.

Pasar ramai bukan main. Orang berjubel mencari kulit ketupat dan kebutuhan bahan panganan. Sebab selama lebaran dan beberapa hari setelahnya, pasar akan tutup.

Pada pagi hari lebaran, penduduk beragama Islam berduyun-duyun memenuhi Lapangan Banteng. Bersama Presiden Sukarno, mereka menegakkan sembahyang Ied. Kampung dan jalanan seketika lengang. Baru ramai lagi selepas sembahyang Ied. Penduduk ke luar rumah dengan pakaian baru, memenuhi tram listrik menuju rumah atau makam kerabat.

Penduduk Pasar Ikan mengunjungi rumah kerabat menggunakan perahu sembari membawa panganan khas berupa dodol dan kue satu (kacang hijau).

Pemuda dan pemudi yang ingin plesiran dan cari jodoh di hari kemenangan pergi ke Gedung Arca, sekarang dikenal sebagai Museum Nasional. Dulu, mereka sebut gedung itu sebagai ‘Gedung Jodoh’, tempat cinta bertemu dan bersemi. Penduduk lain plesiran ke pantai Cilincing. Udara masih segar dan “Mereka memandangi laut biru,” tulis Majalah Nasional.

Blitar, Jawa Timur

Soebagijo Ilham Notodidjojo, jurnalis dan penulis buku-buku biografi tokoh nasional kelahiran Blitar tahun 1924, pernah mencatat perayaan lebaran di Blitar pada 1900 hingga 1950-an dalam “Lebaran Setengah Abad yang Lalu”, termuat di majalah Terang Boelan edisi Lebaran 1955.

Soebagijo berkisah tradisi baru orang Blitar berkirim ucapan selamat lebaran dan permohonan maaf melalui kartu atau surat. “Adapun yang menjadi sebab-musababnya banyak sekali. Entah karena soal pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkannya. Entah disebabkan karena lain soal lagi,” tulis Soebagijo. Kartu dan surat Lebaran menjadi pengganti kehadiran keluarga.

Tradisi lama masyarakat Blitar ialah ngabekti dan nyuwun pangestu. Ngabekti berarti bersujud dan mencium lutut orangtua, sedangkan nyuwun pangestu berupa permohonan minta doa restu dari orangtua.

“Pada masa dahulu sekira setengah abad yang lalu, orang yang ngabekti kepada orangtua itu tidak anak cucu saja, tetapi juga sanak saudara yang sudah agak jauh,” ungkap Soebagijo.

Kedatangan kerabat jauh bertujuan untuk mempererat lagi hubungan di antara keluarga. Para orangtua biasanya akan menjelaskan silsilah dan hubungan kekerabatan anak cucu dengan kerabat jauh tersebut sehingga mereka saling mengenal dan bisa memperluas persaudaraan. “Di sinilah antara lain letak keindahan orang merayakan hari Lebaran,” tulis Soebagijo.

Related

World's Fact 6427236064517341929

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item